Latar Belakang

Hutan rawa gambut di Asia Tenggara telah hilang pada tingkat yang mengkhawatirkan. Selama beberapa dekade terakhir, lebih dari 90 persen hutan rawa gambut telah dikonversi atau terdegradasi, sehingga berdampak pada penurunan keanekaragaman hayati, peningkatan emisi karbon, penurunan tanah, dan munculnya konflik sosial. Laju kehilangan dan kerusakan yang tinggi ini disebabkan oleh munculnya praktik-praktik yang kurang lestari terkait ekspansi pertanian tanaman pangan, perluasan perkebunan kelapa sawit, serta pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia crassicarpa. Kondisi ini diperparah oleh kebakaran dan pembalakan liar dari hutan rawa gambut yang tersisa.

Menanggapi tingginya kerusakan ekosistem gambut, serta terkait juga dengan komitmen pemerintah dalam program pengurangan emisi nasional, Presiden membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 dengan tugas utama untuk mengoordinasi, memfasilitasi, dan melaksanakan kegiatan restorasi gambut di 7 provinsi yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua. Melalui Perpres ini, BRG dimandatkan untuk merestorasi lahan gambut seluas 2 juta hektar.

BRG saat ini sedang mempersiapkan implementasi penuh program restorasi gambut di seluruh wilayah prioritas, termasuk di Provinsi Sumatra Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Restorasi Gambut SK.08/BRG/KPTS/2016 tentang Rencana Strategis Badan Restorasi Gambut 2016-2020, BRG bersama pihak-pihak terkait mengembangkan dokumen Rencana Restorasi Ekosistem Gambut (RREG) dan Rencana Tindak Tahunan (RTT) sebagai cetak biru dalam implementasi program restorasi gambut di lapangan.

Guna mendukung pengembangan dokumen RREG dan RTT di Provinsi Sumatera Selatan, dan juga tertuang dalam Nota Kesepahaman antara BRG dengan Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan terkait upaya percepatan restorasi gambut, BRG memberi mandat secara khusus kepada WRI, WII dan ICRAF yang tergabung dalam Konsorsium Restorasi Gambut Sumatera Selatan (KRGSS). Konsorsium ini diberi mandat untuk mengembangkan kedua dokumen tersebut di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Ogan Komering Ilir (OKI).

Sebagai langkah awal dalam proses penyusunan dokumen RREG dan RTT, KRGSS bekerja sama dengan TRGD Provinsi Sumatera Selatan mengadakan “Lokakarya Pengembangan Rencana Restorasi Ekosistem Gambut di Kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan”. Acara ini diharapkan dapat menjadi media dalam menyosialisasikan kegiatan pengembangan dokumen RTT, sekaligus menjaring berbagai masukan dari para pihak di Provinsi Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten OKI dan Kabupaten Muba.

Lokakarya ini akan menyosialisasikan rencana pengembangan RREG dan RTT di Kabupaten Muba dan OKI, serta sebagai sarana berbagi pengalaman, pelajaran dan isu-isu terkini tentang pengelolaan ekosistem gambut yang ada di Kabupaten Muba dan OKI. Peran tiap pemangku kepentingan dalam acara ini akan menjadi alat sekaligus kesempatan untuk dapat memberikan sumbang saran secara efektif, komprehensif dan terintegrasi. Isu, masalah, maupun solusi yang berhubungan dengan pengelolaan lahan gambut akan dibahas dari berbagai perspektif sehingga dari diskusi yang ada dapat dihasilkan suatu pemahaman dan komitmen bersama dalam pengembangan RREG dam RTT Kabupaten Muba dan OKI.

Tujuan

Lokakarya ini bertujuan untuk: 1. Menyosialisasikan rencana pengembangan RREG dan RTT Kabupaten Muba dan OKI kepada para pihak terkait 2. Membentuk kesepemahaman dan komitmen bersama yang lebih baik antar pemangku kepentingan mengenai program restorasi gambut, baik dalam aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi 3. Mendapatkan komitmen bersama dalam mendukung proses pengembangan RREG dan RTT di Kabupaten Muba dan OKI 4. Memperoleh komentar, masukan, dan saran dari para pihak terkait dalam rangka mendukung pengembangan RREG dan RTT di Kabupaten Muba dan OKI