Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Koran Tempo

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin di tataran global dalam hal restorasi hutan dan bentang lahan. Salah satu pencapaian terbesar pemerintah dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup tahun 2016 adalah pendirian Badan Restorasi Gambut yang diberi mandat untuk mengembalikan fungsi 2 juta hektare lahan gambut yang terdegradasi akibat kebakaran masif beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah juga mencanangkan program penanaman 100 juta rumpun bambu di berbagai daerah aliran sungai.

Berbagai kebijakan positif tersebut perlu diperkuat di tahun 2017 ini. Indonesia masih memiliki banyak lahan terdeforestasi atau terdegradasi yang perlu direstorasi. Data Global Forest Watch menunjukkan bahwa selama tahun 2000-2012, Indonesia kehilangan seluas 16 juta hektar tutupan pohon, atau setara 30 kali luas Pulau Bali. Sebagian besar dari hutan terdeforestasi ini menjadi lahan kritis. Data Kementerian Kehutanan tahun 2013 menyebutkan adanya 24,3 juta lahan kritis dan sangat kritis. Berbagai bencana longsor dan banjir bandang yang terjadi akhir-akhir ini disinyalir terkait dengan banyaknya lahan kritis di area hulu sungai.

Luasnya lahan kritis dan terdegradasi di Indonesia serta berbagai dampak negatifnya menjadikan restorasi suatu keniscayaan, tidak hanya untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan, seperti pemeliharaan air, tanah, keanekaragaman hayati, serta cadangan karbon, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pertanian atau industri secara berkelanjutan.

Restorasi hutan dan bentang lahan juga sejalan dengan upaya pemenuhan berbagai komitmen internasional dalam bidang lingkungan hidup yang telah disepakati oleh Pemerintah Indonesia, termasuk target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) nasional dari sektor hutan dan lahan. Berdasarkan perhitungan WRI Indonesia, upaya restorasi gambut sebesar dua juta hektare dapat mengurangi emisi GRK hingga 7,8 gigaton atau setara dengan emisi GRK Amerika Serikat per tahun.

Komitmen internasional lainnya yang sejalan dengan restorasi adalah Bonn Challenge, yakni sebuah gerakan global untuk merestorasi 150 juta hektar lahan terdeforestasi dan terdegradasi di dunia sebelum tahun 2020. Berbagai negara telah mendeklarasikan ikrar keikutsertaan dalam Bonn Challenge. Misalnya, baru-baru ini Brasil mengumumkan komitmen untuk merestorasi 12 juta hektar hutan di bawah Bonn Challenge.

Pada awal April 2017, Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Meja Bundar Regional Bonn Challenge yang akan diikuti menteri-menteri lingkungan hidup se-Asia Pasifik. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat mendeklarasian komitmen Bonn Challenge secara resmi dalam forum ini, mengingat berbagai manfaat dari deklarasi tersebut. Komitmen pemerintah di hadapan dunia internasional akan mempertegas dan memperkuat momentum berbagai inisiatif nasional terkait restorasi, meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam berbagai konferensi internasional tentang lingkungan hidup, serta meningkatkan dukungan teknis maupun keuangan dalam hal restorasi dari berbagai negara donor maupun lembaga mitra pembangunan.

Seberapa besar peluang restorasi yang dapat dideklarasikan pemerintah untuk Bonn Challenge? Dalam Peraturan Menteri Kehutanan yang masih berlaku, restorasi memiliki arti yang cukup sempit, yakni upaya pemulihan kondisi ekosistem seperti aslinya dengan menggunakan jenis-jenis tanaman asli. Namun, pada tataran global, definisi restorasi telah berkembang ke arah yang jauh lebih luas. Restorasi kini menitikberatkan pada proses partisipatif para pihak untuk mengaplikasikan praktik-praktik yang dapat menyeimbangkan fungsi ekologi, sosial, dan ekonomi dari hutan dan pohon bagi generasi yang akan datang, termasuk lewat penanaman jenis non-asli dan agroforestri.

Mengacu pada definisi restorasi yang luas ini, berbagai inisiatif nasional terkait restorasi yang dijalankan berbagai kementerian dan lembaga dapat dimasukkan ke dalam komitmen Bonn Challenge. Inisiatif-inisiatif tersebut mencakup restorasi gambut, rehabilitasi hutan dan lahan kritis, skema konsesi restorasi ekosistem, reklamasi lahan bekas tambang, pemulihan ekosistem di kawasan konservasi, penghijauan, hingga rehabilitasi mangrove. Bahkan, skema-skema perhutanan sosial, termasuk hutan adat, dapat pula dikategorikan sebagai upaya restorasi, mengingat pentingnya aspek ekonomi dan sosial dalam restorasi. Perhitungan WRI Indonesia menunjukkan potensi ikrar Pemerintah Indonesia yang realistis dari berbagai inisiatif tersebut dapat mencapai lebih dari 10 juta hektare.

Potensi serta kebutuhan akan restorasi yang tinggi diiringi kehendak politik yang kuat dapat menjadi dasar bagi pendeklarasian komitmen Bonn Challenge yang ambisius oleh pemerintah. Dengan keterlibatan aktif serta kerja keras dari seluruh pemangku kepentingan, niscaya komitmen tersebut akan terealisasi, sehingga dapat menjadi bukti nyata sumbangsih Indonesia bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di tingkat global.