Pada tanggal 27 Mei 2019, Pemerintah Provinsi Papua Barat mengadakan pertemuan untuk melakukan diseminasi 3 (tiga) studi terkait upaya mewujudkan transformasi sistem pangan dan tata guna lahan yang terintegrasi. Ketiga analisis yang dilakukan adalah analisis ketahanan pangan serta studi kelayakan perikanan budidaya dan studi kelayakan ekowisata sebagai alternatif ekonomi yang mungkin dapat mengurangi tekanan pada perubahan tata guna lahan sekaligus memperbaiki ketahanan pangan lokal. Pertemuan ini merupakan kerjasama Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan Koalisi FOLU, Econusa dan WRI Indonesia, bersama dengan para peneliti termasuk peneliti dari Universitas Papua (UNIPA).

Beberapa temuan yang disampaikan para peneliti:

Ketahanan pangan

  • Jumlah pangan yang dipasok dari luar Papua Barat (Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara) lebih banyak (lebih dari 80%) dibanding yang dihasilkan sendiri. Hanya komoditas pangan lokal seperti ubi-ubian, sagu, ikan laut, serta beberapa jenis buah dan sayuran lokal yang seluruhnya dipenuhi dari produksi lokal. Fakta ini menggambarkan bahwa Papua Barat belum mandiri pangan.

  • Konversi lahan pertanian menjadi ancaman serius bagi penyediaan pangan, ketahanan pangan dan pelestarian pangan di Papua barat. Terutama konversi lahan bagi kebutuhan pemukiman dan perkebunan besar. Perkebunan mengalami peningkatan sebesar 81,63%, atau dari total luasan 29.783,37 ha pada tahun 2009, bertambah menjadi 54.096,68 ha pada tahun 2017.

  • Secara rata-rata, konsumsi sagu masyarakat pedesaan Papua Barat jauh di atas kecukupan gizi yang ditetapkan angka Nasional. Rendahnya konsumsi sagu di perkotaan, kecuali di Teluk Bintuni, harus diperhatikan.

Perikanan Budidaya

  • Peta Sentra Budidaya (2016), menyatakan bahwa perkembangan produksi budidaya perikanan Papua Barat mengalami pasang surut dengan laju pertumbuhan sebesar 23,07%. Adapun jenis komoditas yang mengalami peningkatan adalah ikan mas, nila, lele, kakap, kerapu dan rumput laut. Perkembangan tertinggi adalah komoditas rumput laut, yakni dengan tingkat perkembangan produksi mencapai 36%.

Ekowisata

  • Kontribusi sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota di Papua Barat belum tercatat secara teratur. Kebanyakan PAD di Papua Barat mengacu pada aktivitas pariwisata Raja Ampat, dimana pada tahun 2017 terhadap lebih dari 36.000 wisatawan di Raja Ampat.

Pertemuan tersebut adalah bagian dari kegiatan terkait Pertumbuhan Ekonomi Hijau. Untuk membaca lebih lanjut mengenai hasil temuan para peneliti, silahkan unduh di sini.