'Menyelamatkan Kayu yang Tenggelam': Realita Masyarakat Adat
oleh dan -Hukum dan peraturan tentang pengakuan masyarakat adat dan hak mereka atas tanah akan gagal sebelum dimulai jika tidak ada persetujuan dari masyarakat itu sendiri.
Hukum dan peraturan tentang pengakuan masyarakat adat dan hak mereka atas tanah akan gagal sebelum dimulai jika tidak ada persetujuan dari masyarakat itu sendiri.
Terlepas dari status privatnya, hutan rakyat dapat memberikan kontribusi signifikan untuk mencapai tujuan perhutanan sosial.
Dalam kunjungan kerja Presiden RI ke Palembang akhir November 2018, Presiden dan para menterinya menekankan pentingnya program perhutanan sosial pemerintah sebagai cara meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial tanpa melupakan upaya pelestarian lingkungan.
Dengan adanya peta yang terintegrasi, penentuan lahan untuk perhutanan sosial dapat dilakukan dengan lebih akurat dan peta indikatif areal kehutanan sosial juga dapat makin dimutakhirkan.
Para peneliti memperkirakan dengan mengelola lahan dengan cara berkelanjutan, seperti melindungi hutan dan berinvestasi dalam reforestasi, kita bisa mencapai hingga 37 persen pengurangan emisi yang diperlukan untuk mempertahankan laju pemanasan global hingga 2 derajat Celsius pada 2030.
Masyarakat adat di Indonesia terus menerus berada di posisi terlemah dalam upaya memperoleh hak atas tanah dan akses terhadap sumber daya alam. Kepemimpinan yang kuat dibutuhkan untuk memberikan dukungan hukum dan politik agar proses perolehan kepemilikan tanah masyarakat adat dapat dipercepat.
Komunitas Santa Clara de Uchunya telah tinggal di daerah terpencil di Peruvian Amazon selama beberapa generasi, mengandalkan hutan untuk berburu, memancing, dan sumber daya alam. Namun pada tahun 2014, seseorang mulai menebang sebagian besar tanah leluhur mereka. Mereka telah berjuang untuk hak tanah mereka sejak itu.
Karena ingin mengekstrak sumber daya alam, pemerintah dan perusahaan semakin banyak mengambil tanah dari kelompok masyarakat adat. Tetapi komunitas-komunitas ini tidak berdiri diam — mereka memetakan batas wilayah, memprotes dan bahkan mengajukan tuntutan untuk melindungi tanah dan sumber daya mereka.
Perkebunan tebu memaksa 600 keluarga di Kamboja untuk keluar dari tanah mereka. Banyak yang kehilangan semua harta benda mereka, dan orang tua, tidak dapat bertani dan membayar biaya sekolah, mengirim anak-anak mereka untuk bekerja di Thailand. Ini adalah kisah yang mengejutkan, tetapi yang terlalu familiar bagi 2,5 miliar orang yang hidup di tanah adat.
Masyarakat adat Indonesia mengklaim lebih dari 40 juta hektar lahan, namun mereka hanya mengelola sebagian kecil saja. Pemberian kontrol kembali kepada masyarakat dapat memperbaiki hasil lingkungan, seperti yang terjadi di Gajah Bertalut, sebuah komunitas di Riau.