Tulisan ini sebelumnya telah diterbitkan di Maritim.

Sampah plastik merupakan salah satu masalah lingkungan yang mengancam Bumi kita. Laporan World Economic Forum (WEF) mencatat ada sekitar 4,8 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik per tahunnya. Di antaranya, sebanyak lebih dari 620 ribu ton terbuang ke laut dan mengancam kesehatan ekosistem yang ada di dalamnya. Padahal, kesehatan laut sangat penting bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di negara kepulauan seperti Indonesia.

Kondisi pandemi COVID-19 kian memperparah situasi ini. Melonjaknya jumlah sampah di masa pandemi dapat memperparah situasi sampah plastik yang terbuang ke laut. Hal ini dapat mengancam upaya pemerintah yang telah menargetkan penurunan sampah plastik di lautan sebesar 70 persen pada tahun 2025 seraya mencapai nol sampah plastik laut di 2040 melalui perwujudan ekonomi sirkular.

Pada November 2020, National Plastic Action Partnership (NPAP) yang didukung oleh WEF telah meluncurkan laporan yang menjabarkan rekomendasi aksi dalam mencapai target nasional untuk mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut. NPAP adalah platform yang mempertemukan pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga penelitian untuk bersama mengatasi permasalahan sampah plastik laut di Indonesia.

Berdasarkan laporan NPAP, dibutuhkan total investasi modal sebesar $18 miliar pada rentang tahun 2017 hingga 2040 guna mengatasi tantangan dalam mengubah praktik business as usual menuju Skenario Perubahan Sistem pada pengelolaan sampah dan daur ulang yang efektif. Hal ini berdasarkan kebutuhan investasi modal sebesar $5,1 miliar dari 2017 hingga 2025 untuk tata kelola sampah termasuk non-plastik, dan tambahan investasi modal sebesar $13,3 miliar dari tahun 2025 hingga 2040.

Selain itu, dibutuhkan juga peningkatan pembiayaan operasional sekitar $1 miliar per tahun untuk sistem pengelolaan sampah padat pada tahun 2040. Investasi ini berpotensi menghasilkan pendapatan hingga $10 miliar per tahun pada 2040. Keuntungan ini diperoleh dari peningkatan penjualan plastik daur ulang, substitusi material, dan adanya model bisnis baru lainnya menuju ekonomi sirkular pada rantai plastik.

Estimasi pembiayaan dan investasi seperti yang tertuang dalam NPAP Financing Roadmap dan NPAP Action Plan diperlukan dalam membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya mendapatkan rekomendasi untuk menentukan langkah kebijakan guna tata kelola sampah yang kondusif bagi masyarakat, lingkungan dan memobilisasi investasi dan sumber daya secara tepat dalam penanganan polusi pastik dalam skala besar. Kordinasi yang baik dan sistematis antara pemerintah, sektor swasta, dan non-pemerintah dapat mendukung tercapainya hal tersebut.

Sumber pembiayaan dari dalam dan luar negeri dibutuhkan untuk mempercepat perbaikan tata kelola persampahan terutama untuk memperbaiki infrastruktur pengumpulan sampah dan sistem daur ulang. Berbagai investasi dari organisasi internasional juga telah menargetkan hal ini, seperti Cleans Ocean Initiative yang menargetkan pembiayaan sebesar $2 miliar untuk pengelolaan sampah, yang salah satu fokus kegiatannya berada di Indonesia. Komitmen investasi hijau dalam negeri seperti PT. SMI yang telah mencapai lebih dari $3 miliar juga menyasar infrastruktur pengelolaan sampah.

Lebih lanjut, retribusi sampah adalah sumber pembiayaan utama untuk operasional pengelolaan sampah di tingkat lokal. Namun, tarif retribusi sampah rumah tangga masih kecil dan berbeda tergantung daerahserta dana retribusi yang sudah dikumpulkan sering kali tidak dialokasikan kembali ke operasional pengelolaan sampah. Menurut laporan NPAP, tarif retribusi sampah rumah tangga berkisar di antara 800-1.300 rupiah per kapita atau kurang dari 1% dari pendapatan pemerintah daerah. Pemerintah pusat telah mengeluarkan peraturan retribusi sampah yang dapat meningkatkan pendapatan dari retribusi sampah. Dibutuhkan pengawasan implementasi pengumpulan dana retribusi sampah di tingkat lokal dan pengalokasian dana yang tepat sasaran ke operasional pengelolaan sampah.

Indonesia juga perlu meningkatkan kapasitas daur ulang hingga empat kali lipat untuk mencapai target nasional pengurangan sampah plastik. Inisiatif Sea The Future telah berkomitmen sebesar 300 juta dolar dan menargetkan peningkatan kapasitas daur ulang dengan memfasilitasi pembangunan infrastruktur daur ulang. Inisiatif ini diperkirakan akan menghasilkan $20 triliun per tahun untuk pengumpulan sampah dan daur ulang di tingkat global.

Selain meningkatkan infrastruktur daur ulang skala besar, inisiatif skala lokal juga dapat meningkatkan tingkat daur ulang. Project STOP yang berfokus pada peningkatan kapasitas pengumpulan serta daur ulang di tempat pengolahan sampah – reuse, reduce, recycle (TPS3R) dan pusat daur ulang swasta menjadi langkah penting untuk mempercepat laju daur ulang. Contohnya, sejak awal berjalan tahun 2018 hingga akhir April 2021 project STOP telah berhasil mengumpulkan 11.000 ton sampah, dan mencegah hampir 10.000 ton sampah bocor ke laut.

Namun, masih terdapat tantangan investasi ke dalam negeri, seperti sulitnya mengetahui siapa yang melakukan apa dan di mana serta mencari mitra dalam negeri. Peran platform seperti National Plastic Action Partnership (NPAP) yang mengumpulkan pemerintah, swasta, dan inovator dapat membantu mengkatalisasi kerja sama antara sektor swasta dan publik untuk mengatasi masalah sampah plastik.

Biro Komunikasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI