Pada tahun 2019, Jakarta menjadi sorotan dunia karena menjadi kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, melampaui kota-kota lain seperti Shanghai (Cina) dan Karachi (Pakistan). Hal ini mendesak pemerintah Jakarta untuk melakukan aksi secepatnya, salah satunya dengan menerbitkan Instruksi Gubernur No. 66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara. Beberapa langkah yang disebutkan dalam instruksi tersebut adalah melakukan aksi pengimbangan emisi melalui penanaman pohon, serta menyediakan pepohonan yang berdaya serap polutan tinggi.

David J Nowak, seorang ilmuwan kehutanan senior dari Departemen Pertanian Amerika Serikat, dalam publikasinya The Effects of Urban Trees on Air Quality menyebutkan bahwa pengelolaan pepohonan adalah bagian dari peningkatan kualitas udara. Salah satu caranya adalah dengan mempertahankan tutupan pohon, terutama pohon yang besar dan sehat.

Mengingat pentingnya peran pohon dalam meningkatkan kualitas udara, Pemerintah kota Jakarta menetapkan Pergub No. 24 Tahun 2021 tentang pengelolaan dan perlindungan pohon. Di dalam pergub tersebut, tercantum secara teknis bagaimana penyusunan basis data pohon. Apa saja yang termuat dalam basis data pohon? Yakni informasi koordinat spasial, lokasi, jenis, kondisi fisik (seperti diameter batang, tinggi total, diameter tajuk, usia, kesehatan) dan waktu penanaman pohon. Penyediaan basis data pohon ini dilakukan baik dengan metode langsung (survei lapangan) atau tidak langsung. Pembuatan basis data pohon dengan teknologi geospasial bisa menjadi alat monitoring efektif untuk menghitung kuantitas serapan karbon dan polutan, sehingga penerapan kebijakan pengelolaan pohon menjadi lebih tepat sasaran.

Pemanfaatan Teknologi dalam Pendataan Pohon di Perkotaan

Basis data spasial merupakan wadah yang tepat untuk menyimpan basis data pohon dan membantu pengelola untuk melihat data secara historis dan menyeluruh. Data tiap individu pohon dapat teridentifikasi rekam jejaknya berdasarkan lokasi yang disimpan pada basis data spasial. Pendataan pohon ini dihimpun melalui survei lapangan dan pendekatan deep learning. Survei lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data spesies, jumlah dan kondisi pohon pada ruang yang terbatas, sedangkan deep learning digunakan untuk estimasi jumlah pohon dalam skala yang luas. Kedua metode ini dapat saling melengkapi untuk mendapatkan informasi yang akurat.

Tim Dinas Kehutanan DKI Jakarta melakukan pendataan pohon dengan survei lapangan. Kredit: Ahmad Sahab

Sesuai dengan namanya, survei lapangan adalah kegiatan yang memerlukan para peneliti untuk turun langsung ke lapangan guna menghasilkan data kondisi pohon yang sangat lengkap, misalnya diameter batang, tinggi, ukuran tajuk, kerusakan pada organ tanaman, hingga zona perakaran. Namun, pengumpulan data lapangan mempunyai berbagai tantangan, seperti memakan waktu yang lama dan memerlukan banyak tenaga. Selain itu, sinyal GPS pada perangkat yang digunakan juga dapat mengalami gangguan apabila kondisi cuaca sedang tidak baik, dampaknya dapat menurunkan akurasi lokasi pohon.

Di sisi lain, metode deep learning adalah metode yang mengandalkan kecerdasan buatan. Deep learning merupakan bagian dari algoritma machine learning yang dapat mengekstraksi fitur (informasi yang kita butuhkan dari data) secara otomatis. Kita bisa memberikan sampel data lokasi pohon dan luas tajuk, dan algoritma berlapis dalam deep learning akan mengolah dengan transformasi non-linearnya sehingga mendapatkan basis lokasi dan luas tajuk di seluruh kota Jakarta. Untuk mendapatkan akurasi yang tinggi dalam deep learning, dibutuhkan sampel data pohon yang banyak. Namun, metode ini juga memiliki keterbatasan karena belum bisa mengidentifikasi spesies pohon, sehingga terbatas pada pengumpulan data lokasi pohon dan luas tajuk.

Pemerintah, ilmuwan dan para pengembang di bidang IT hingga saat ini terus mengembangkan proyek ambisius dengan kecerdasan buatan untuk melindungi lingkungan. Salah satunya yang dilakukan oleh salah satu kota di Australia, di mana data metode deep learning tidak hanya digunakan untuk inventarisasi pohon,tapi juga dapat digunakan untuk manajemen pemeliharaan pohon dan mencegah kebakaran lahan di perkotaan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menggunakan metode deep learning untuk melakukan inventarisasi pohon. Deep learning diyakini dapat memetakan ribuan pohon tambahan yang belum dipetakan melalui survei lapangan, karena pemerintah sulit untuk melacak pohon yang tumbuh dan ditanam di lahan milik pribadi. Melalui proses deep learning yang dilakukan pada data citra satelit dan foto udara, inventarisasi pohon akan lebih efektif. Kuncinya adalah pada sumber data, semakin banyak variasi data masukan maka deep learning dapat bekerja lebih optimal.

Kecerdasan Buatan dalam Inventarisasi Pohon di Perkotaan

Di masa yang akan datang, deep learning dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah pohon secara nyata, dengan harapan bahwa pemerintah dan pemangku kebijakan akan lebih memahami bagaimana proses deep learning berjalan. Manusia memasukkan gambar tutupan pohon dari foto udara atau citra satelit, selanjutnya deep learning yang berjalan pada perangkat keras akan mempelajari karakteristik pohon, mulai dari warna, tekstur, ukuran, pola persebaran, bentuk, hingga hubungan dengan objek di sekitar pohon. Hasil deep learning dapat memberikan informasi bahwa ada sekumpulan pohon di lokasi yang ditentukan.

Pendataan pohon dengan bantuan kecerdasan buatan dapat mempercepat ketersediaan database pohon, yang pada akhirnya dapat membantu memenuhi kebutuhan Pemerintah Jakarta berkaitan dengan master data populasi pohon atau Urban Tree Database (UTD). Pentingnya data populasi pohon ini dapat digunakan untuk menghitung jasa ekosistem pohon.

Pemerintah Jakarta beserta masyarakat sudah seharusnya menjadikan pohon sebagai aset, karena pohon memiliki jasa ekosistem dalam penyerapan polusi, mengurangi banjir, dan mencegah perubahan iklim. Besarnya jasa ekosistem pohon dipengaruhi oleh besar populasi, jenis dan ukuran pohon. Oleh karenanya kelengkapan database pohon dapat membantu dalam mengurangi masalah lingkungan di perkotaan. Misalnya, database pohon dapat digunakan untuk memonitoring kondisi fisik pohon sehingga dapat mengurangi kejadian pohon yang tumbang.