Oleh: Julia Kalmirah, Manajer Regional Kantor Papua Dan Papua Barat.

Ditulis pada suatu sore di Pantai Hamadi-Jayapura, 18 Oktober 2020.

Tanah Papua dengan luas lebih dari 40 juta hektar adalah last frontier bagi hutan tropis Indonesia, dengan keaneragaman hayati dan sumber daya mineral yang sangat tinggi. Dengan kekayaan alamnya, Tanah Papua menjadi sorotan para investor, pemerhati hutan tropis, peneliti, lembaga nasional, dan lembaga internasional. Tanah Papua pun tidak bisa dilepaskan dari isu politik dan HAM sejak dikembalikan oleh Belanda pada tahun 1963. Seringkali, dua isu ini sangat dominan mewarnai informasi di media tentang Tanah Papua.

Dengan luas mendekati Sumatra, Papua terbagi menjadi dua provinsi yaitu Papua dan Papua Barat. Tanah Papua sering juga terbagi menjadi 7 wilayah adat yaitu Mamta, Saereri, Animha, La Pago, Mee Pago, Domberai, dan Bomberai dan dihuni sekitar 5,7 juta orang. Lebih dari 270 suku orang asli Papua tersebar di 7 wilayah adat tersebut. Kondisi demografis dan geografis ini merupakan salah satu alasan mengapa alam Papua masih terjaga dengan baik.

Sudah tiga tahun saya bergabung dengan WRI Indonesia. Satu hal yang paling diingat ketika saya diterima oleh WRI Indonesia adalah percakapan singkat saya dengan Pak Koni, Direktur WRI Indonesia. "Adakah hal-hal penting/agenda WRI yang harus saya lakukan di Papua?" tanya saya sebelum berangkat ke Papua. "Ajaklah teman-teman WRI Indonesia untuk lebih militan, dan pastikan pendekatan low profile dalam membangun WRI Indonesia di sana," pesan singkat dan santai dari Pak Koni.

Dua bulan pertama, saya menemui banyak orang, mulai dari para senior aktivis, pemerintah daerah, universitas, tokoh adat, tokoh agama, dan sebagainya. Saya kemudian memutuskan menjalankan operasional WRI Indonesia dari Manokwari, Papua Barat, sebuah kota provinsi yang sederhana. Bersamaan pula dengan persiapan International Conference on Biodiversity and Ecotourism (ICBE) bulan Okteber 2018, yang melibatkan banyak pihak baik di Tanah Papua maupun nasional dan internasional.

Ada beberapa titik penting yang dibangun WRI Indonesia di Tanah Papua yaitu:

1. Kerja sama dengan universitas

Di awal kerja WRI Indonesia di Tanah Papua, kami mulai menyiapkan nota kesepahaman dengan para pihak, termasuk bekerja sama dengan Universitas Papua (UNIPA) dalam penyediaan kantor kami. Pilihan kami berkantor di universitas bukan tanpa alasan. Sejak awal, kami membayangkan WRI Indonesia sebagai lembaga riset untuk selalu berkolaborasi dengan universitas. Tidak banyak data/informasi atau pun studi yang dilakukan oleh WRI Indonesia sebelumnya di Tanah Papua. Karena itu, kolabarasi ini penting bagi kedua belah pihak, untuk saling mendukung dan membangun kapasitas.

Tidak hanya dengan UNIPA, kami pun bekerjasama dengan Universitas Cendrawasih (UNCEN) dan Universitas Ottow Geissler. Memang ada beberapa kegiatan WRI Indonesia secara langsung di universitas, seperti pengembangan dan penguatan UNIPA dan UNCEN sebagai Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial (PPIIG), yang menjadi pintu masuk kegiatan bersama kami dengan universitas. Baik UNCEN maupun Ottow Geissler telah menyediakan ruang bekerja bagi tim WRI Indonesia di Jayapura.

Salah satu bentuk dukungan WRI Indonesia di Tanah Papua adalah membantu meningkatkan akreditasi universitas, terutama dalam penelitian dan pengabdian. Saat ini, kami banyak melakukan pelatihan-pelatihan, penelitian bersama maupun pendampingan teknis untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang bisa dipublikasikan di jurnal nasional maupun internasional yang terakreditasi. Kami juga menyiapkan ruang-ruang diskusi, seperti mengundang narasumber tertentu untuk memberikan kuliah umum atau diskusi terbuka melalui Lingkar Belajar Tanah Papua.

2. Kerja sama dengan pemerintah

Untuk menjaga formalitas kerja sama dengan pemerintah, WRI Indonesia memiliki Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Daerah dari dua provinsi. Nota Kesepahaman ini memberikan landasan kerja bagi WRI Indonesia untuk terlibat dalam program pemerintah daerah, termasuk dilibatkan sebagai tim teknis yang relevan dengan kerja-kerja WRI Indonesia.

Dari interaksi kami dengan pemerintah daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten, kami bersyukur bahwa pemda menilai WRI Indonesia sebagai organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik serta memberikan pendampingan teknis yang berkualitas, termasuk kegiatan lapangan, pelatihan, maupun penelitian.

3. Kerja sama dengan Organisasi Masyarakat Sipil

Membangun keterbukaan dan kepercayaan dari organisasi masyarakat sipil menjadi salah satu cara kami bekerja di Tanah Papua. Setelah relasi kami terbangun dengan pemerintah daerah dan universitas, kami mulai 'sowan' ke lembaga-lembaga yang ada di Papua dan Papua Barat. Kami menjelaskan tujuan WRI Indonesia bekerja di Tanah Papua, serta kemungkinan kerja sama yang bisa dilakukan ke depan.

Kami merancang program bukan sebagai lembaga intermediary, atau menyalurkan dana hibah. Pendekatan kami adalah merancang dan melaksanakan program bersama karena kami percaya bahwa untuk menghasilkan dampak, kerja sama mutlak dilakukan. Kami adalah bagian dari organisasi masyarakat sipil yang bekerja di dan untuk Tanah Papua.

4. Membangun tim kerja yang solid

Ketika memulai membangun tim kerja di Tanah Papua, tim WRI Indonesia hanya terdiri dari dua orang. Saat ini, lebih dari 30 orang telah bergabung bersama WRI di Tanah Papua, yang tersebar di Papua dan Papua Barat, dengan berbagai latar belakang. Tujuan kami bukan sekadar melaksanakan kegiatan sesuai rencana kerja WRI Indonesia, tapi lebih jauh mengeksplorasi dan memperbanyak produksi pengetahuan sehingga kami mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Tanah Papua.

Memiliki keinginan belajar, bersedia meluangkan waktu bersama, dan tidak terpaku pada kontrak kerja adalah kunci bagi tim WRI Indonesia di Regional Papua dalam menjaga kekompakan dan kerja bersama.

Itulah empat titik penting bagi kami dalam membangun WRI Indonesia di Tanah Papua. Setelah lebih dari tiga tahun berkegiatan, kami senang dapat bekerja sama dengan baik bersama para pihak. Rasa keberterimaan dan kerja sama ini merupakan kekuatan bagi WRI Indonesia untuk menjaga akuntabilitas kami di Tanah Papua.