Jakarta (5 Desember 2016) – Pemerintah Indonesia mengumumkan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, wilayah lahan basah yang merupakan sumber emisi karbon utama ketika dikeringkan atau dibakar.

Berikut ini adalah pernyataan dari Nirarta Samadhi, Direktur WRI Indonesia:

“Indonesia menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2014 guna melindungi dan merestorasi lahan gambut, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam bidang perubahan iklim dan kesehatan masyarakat. Dengan memperkuat upaya pencegahan kerusakan lahan gambut seperti pelarangan pembukaan lahan baru di ekosistem gambut untuk jenis tanaman tertentu dan upaya merestorasi gambut, peraturan ini akan berkontribusi besar terhadap Perjanjian Paris dan memberikan solusi bagi jutaan masyarakat Indonesia yang terkena dampak asap beracun dari kebakaran gambut yang seringkali terjadi.

“Lahan gambut menyimpan jumlah karbon yang besar, dan ketika dikeringkan atau dibakar guna pembukaan lahan baru bagi komoditas perdagangan seperti kelapa sawit dan kayu, lahan gambut akan mengemisi karbon ke atmosfer. Analisis WRI menunjukkan bahwa mengeringkan satu hektar lahan gambut di wilayah tropis akan setara dengan membakar lebih dari 6,000 galon bensin. Tahun lalu, kebakaran di atas lahan gambut selama beberapa hari saja telah menyebabkan jumlah emisi yang melebihi emisi harian perekonomian di Amerika Serikat.

“Konservasi lahan gambut akan membantu mengatasi salah satu akar permasalahan kebakaran lahan dan hutan di Indonesia, yang mengancam kesehatan masyarakat sebagai akibat adanya asap dan kabut beracun. Lahan gambut, yang secara alami memiliki tingkat kelembaban tinggi, akan sulit terbakar, kecuali jika dikeringkan oleh manusia. Restorasi terhadap lahan gambut yang telah dikeringkan atau terdegradasi dapat dilakukan dengan membasahi gambut dan menutup kanal yang semula digunakan untuk mengeringkan gambut, sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran di masa mendatang.

“Revisi Peraturan Pemerintah ini dibangun dari serangkaian kebijakan yang sebelumnya telah dibuat, termasuk Instruksi Presiden tahun 2011 yang melarang terbitnya izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut. Analisis WRI menemukan bahwa dengan adanya perubahan Peraturan Pemerintah ini, maka pada 2030 total emisi yang dapat dihindarkan dari kerusakan dan pengeringan lahan gambut mencapai sekitar 5.5 – 7.8 Giga ton CO2, bergantung dari keberhasilan implementasi restorasi kesatuan hidrologis gambut di dalam konsesi perkebunan. Angka ini setara dengan hampir seluruh gas rumah kaca yang dihasilkan oleh Amerika Serikat dalam periode satu tahun.”

Baca lebih lanjut tulisan blog kami, “Kerusakan Lahan Gambut Tropis merupakan Sumber Emisi CO2 yang Terabaikan” atau pelajari upaya kami untuk memetakan lahan gambut Indonesia melalui kompetisi Indonesian Peat Prize.

Foto: Rawa gambut di Kalimantan Tengah, Indonesia. Foto oleh James Anderson/WRI