Sekitar 2 juta hektar hutan terdegradasi di Indonesia berada di kawasan konservasi, termasuk taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa. Dengan luas lahan terdegradasi yang begitu besar, restorasi harus dilakukan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan target untuk memulihkan 100.000 hektar lahan terdegradasi di kawasan konservasi pada tahun 2019, namun tingkat ketercapaian hanya 55% dan 13% dari total target restorasi tahunan pada 2015 dan 2016. Untuk mencapai target tersebut, kemitraan antarpihak dan partisipasi masyarakat yang lebih kuat telah diupayakan oleh KLHK. Namun, skema ini bukan tanpa tantangan. Distribusi kemitraan restorasi di kawasan konservasi tidak selaras dengan distribusi hutan terdegradasi yang menyebabkan proyek restorasi terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian barat dan meninggalkan banyak lahan terdegradasi di bagian timur indonesia yang belum direstorasi. Selain itu, mekanisme perizinan yang diterapkan saat ini berpotensi mengakibatkan perbedaan data restorasi karena adanya desentralisasi perizinan restorasi. Oleh karena itu, data yang lebih baik, koordinasi multipihak dan keterlibatan masyarakat dapat membantu mencapai pemulihan ekosistem yang lebih efektif dan berkelanjutan di kawasan konservasi di Indonesia.