Pertanian, kehutanan, dan perubahan penggunaan lahan berkontribusi besar terhadap emisi di Indonesia. Dalam upaya kita untuk mencapai emisi nol bersih sebelum tahun 2060, transformasi sistem pangan Indonesia menjadi sangat penting. Untuk mencapai pengurangan emisi yang diperlukan, hubungan kompleks yang terkandung dalam sistem pangan harus dapat memberikan keamanan pangan dan gizi secara berkelanjutan sehingga masa depan ekonomi, sosial dan lingkungan tidak terganggu. RPJMN 2020-2024 mengonfirmasi kebutuhan ini, dengan menekankan bahwa transformasi sistem pangan harus menyediakan makanan sehat dan bergizi untuk semua orang dan menciptakan akses pangan yang inklusif, adil dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menghasilkan sistem pangan yang tangguh.

Salah satu pendekatan kunci dalam transformasi sistem pangan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah regionalisasi sistem pangan. Pendekatan ini akan berfokus pada keunggulan komparatif setiap wilayah dalam memproduksi produk pangan pertanian sebagai kunci untuk meningkatkan akses dan kualitas konsumsi pangan. Oleh karena itu, program ini juga akan mencakup perencanaan ketersediaan, tipe, praktik pertanian dan distribusi lahan tanaman.

Berdasarkan konsepnya, setidaknya ada empat alasan utama mengapa regionalisasi bisa berhasil. Pertama, karena Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki komoditas pertanian yang beragam. Setiap wilayah di Indonesia memiliki komoditas lokal sendiri untuk memenuhi kebutuhan dan pasokan pangan bagi masyarakat lokal.

Kedua, dengan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, pemerintah kabupaten atau kota dapat melaksanakan program regionalisasi pangan yang terlokalisasi dan memodifikasinya sesuai kebutuhan.

Ketiga, regionalisasi dapat mengurangi beban biaya logistic yang tinggi dalam rantai pasokan pangan, mengingat Indonesia memiliki biaya logistik yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Menurut Logistic Performance Index 2018 (World Bank), Indonesia berada di peringkat 46, jauh lebih rendah dari Thailand (peringkat 32) dan Malaysia (peringkat 41), dengan perkiraan biaya logistik sekitar 23 persen dari PDB Indonesia. Regionalisasi pada akhirnya dapat menyediakan komoditas pangan dengan harga yang lebih murah bagi masyarakat setempat.

Keempat, program dana transfer desa, yang dianggarkan sekitar Rp 65-68 triliun per tahun (Kemenkeu, 2020), membuka potensi besar bagi implementasi di tingkat administrasi terendah dengan sumber pendanaan langsung. Prioritas program dana transfer termasuk pengembangan infrastruktur seperti jalan, akses pertanian, irigasi dan kolam, yang akan sangat mendukung kesuksesan program regionalisasi.

Namun, regionalisasi juga berimplikasi bahwa masalah dan tantangan sistem pangan saat ini perlu diatasi pada tingkat regional. Masalah dan tantangan tersebut mencakup kontribusi signifikan sistem pangan dan penggunaan lahan terhadap emisi gas rumah kaca Indonesia, masalah kesehatan seperti malnutrisi dan kekurangan mikronutrien, komoditas pertanian yang berfokus pada sejumlah kecil komoditas dengan tingkat pengembalian ekonomi tinggi dan mengakibatkan rendahnya diversifikasi pangan lokal serta perencanaan sistem pangan terpecah-pecah yang mengabaikan masalah sosial-ekonomi, kesehatan, infrastruktur, perdagangan dan masalah penting lainnya.

Mengingat potensi dan berbagai tantangan tersebut, regionalisasi pangan harus bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas, ketersediaan dan pemanfaatan pangan. Langkah ini dapat dimulai dengan menggunakan hasil analisis Pola Pangan Harapan (PPH) per wilayah. PPH adalah komposisi pangan yang beragam berdasarkan proporsi keseimbangan energi menurut kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi, baik dalam jumlah maupun kualitas, dengan memperhitungkan aspek penerimaan, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama (Kementan, 2021). Data menunjukkan ketergantungan tinggi pada beras sebagai sumber asupan kalori di Indonesia (60,3%) serta konsumsi rendah buah dan sayuran (4,9%) dan kacang-kacangan (2,7%). Program regionalisasi dapat mendorong penanaman makanan berkalori yang lebih beragam seperti jewawut, sorgum dan sagu di bagian timur Indonesia, sedangkan jagung dan umbi-umbian bisa menjadi alternatif untuk bagian barat. Tanaman tersebut juga harus dikombinasikan dengan asupan yang diperlukan untuk melawan malnutrisi dan diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang (RTRW) untuk memastikan ketersediaan area tanam.

Selain itu, regionalisasi dapat memotong rantai distribusi pangan yang panjang. Diperlukan pengganti bisnis perantara yang akan mempersingkat rantai pasokan melalui teknologi canggih, seperti start-up yang menyediakan koneksi tanpa hambatan antara petani dan pembeli akhir. Meskipun sepertinya memerlukan waktu untuk dimatangkan, dalam jangka panjang sistem ini akan memotong rantai pasokan, meningkatkan margin keuntungan petani serta mengurangi kerugian pangan.

Langkah penting lainnya adalah meningkatkan pasokan dan permintaan pangan yang lebih beragam berdasarkan kesesuaian lahan wilayah. Karena masyarakat Indonesia banyak mengonsumsi beras dan lebih sedikit mengonsumsi sayuran, buah dan kacang, kita bisa menggunakan kampanye "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan untuk mendorong masyarakat dalam mendiversifikasi isi piring mereka dengan makanan sehat dan bergizi.

Untuk mendukung program regionalisasi, kita harus menekankan diversifikasi pangan yang tersedia secara lokal. Kita bisa berkolaborasi dengan program subsidi transfer langsung pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memastikan bahwa nutrisi minimum yang mencukupi dapat diakses oleh perempuan melalui makanan yang tersedia secara lokal di wilayah mereka. Dari sisi pasokan, kita bisa menggunakan dana transfer desa untuk meningkatkan minat petani dalam mendiversifikasi tanaman pangan. Sebagai contoh, bantuan teknologi dapat diberikan kepada petani yang menanam komoditas pangan yang sesuai dengan daerahnya selain beras.

Terakhir, penting untuk mendorong petani dalam menerapkan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan. Beberapa masalah yang dihadapi ada pada proses input seperti penggunaan pestisida kimia yang tinggi, penggunaan pupuk berlebih dan kebocoran air sebagai akibat kerusakan irigasi. Kita bisa mulai dari program pemerintah seperti program Praktik Pertanian Berkelanjutan yang membantu mengurangi kebocoran penggunaan air dari sistem irigasi. Intensifikasi juga penting untuk menghindari lebih banyak deforestasi yang akan meningkatkan emisi karbon.

Regionalisasi sistem pangan tentu memerlukan banyak perencanaan dan evaluasi, tetapi kita dapat mulai mengambil langkah berdasarkan penentu keberhasilan dan tantangan yang ada. Kita harus fokus mewujudkan kombinasi terbaik dari berbagai opsi kebijakan yang ada untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi untuk semua dengan memanfaatkan program pemerintah yang sudah ada. Langkah ini dapat mempersingkat waktu penyesuaian terhadap pendekatan baru yang panjang serta meningkatkan efisiensi kurva pembelajaran.