This article is currently only available in Indonesian.

Baru-baru ini, banjir melanda Libya, merusak infrastruktur penting dan menewaskan lebih dari 6000 orang. Kebakaran hutan di Kanada membakar area dengan luas 18,5 juta hektar, setara seluruh wilayah Suriah. September 2023 mencetak rekor panas yang menggemparkan para ilmuwan iklim.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir menambah urgensi bagi negara-negara untuk memperbaiki arah dalam perang melawan perubahan iklim. KTT iklim PBB berikutnya (COP28) di Dubai pada November 2023 menjadi kesempatan utama untuk mengambil langkah ini.

KTT COP28 ini unik. Dalam kesempatan ini, "Global Stocktake" akan diselenggarakan untuk pertama kalinya sejak Perjanjian Paris tentang perubahan iklim diadopsi pada tahun 2015, sehingga menjadi momen kritis untuk mengambil tindakan yang lebih kuat. Laporan gabungan Global Stocktake yang diterbitkan pada September 2023 menjadi "rapor merah" upaya global saat ini untuk menghadapi perubahan iklim. Yang lebih penting, laporan ini juga memberikan panduan bagi pemerintah untuk melangkah maju.

Di COP28, negara-negara perlu menyampaikan rencana cepat tanggap ke Global Stocktake untuk mengubah semua sistem utama di bumi dengan kecepatan dan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, seraya  terus meningkatkan kehidupan masyarakat dan memajukan keadilan iklim. Keberhasilan COP28 akan bergantung pada keberhasilan KTT tersebut dalam mencapai kemajuan di empat area kunci:

  1. Menanggapi Global Stocktake PBB yang pertama;
  2. Mentransformasi sistem bumi — termasuk energi, makanan dan penggunaan lahan serta kota;
  3. Membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim yang semakin parah; dan
  4. Menyediakan keuangan iklim untuk negara-negara paling rentan di dunia.

1) Mengadopsi Respons Transformasional terhadap Global Stocktake

Global Stocktake adalah komponen penting dari kerangka Perjanjian Paris yang direncanakan lima tahun sekali untuk mendorong tindakan iklim yang semakin ambisius dan menjadi dasar untuk putaran nationally determined contributions (NDC) berikutnya. Proses ini telah menyelesaikan fase teknis, yang diakhiri dengan laporan gabungan yang diterbitkan pada September 2023, dan memasuki fase politis yang akan mencapai puncaknya di COP28. Di fase ini, negara-negara tidak hanya perlu mengakui kesenjangan yang ada dalam tindakan dan pendanaan yang telah dilakukan sejauh ini, tetapi juga secara jelas menyepakati kemajuan yang telah dicapai dan langkah-langkah penting yang harus diambil berikutnya.

Komitmen yang dihasilkan dari Global Stocktake di COP28 harus dapat menciptakan tindakan transformasional secara komprehensif dan seimbang di seluruh aspek, dari mitigasi, adaptasi, kerugian dan kerusakan, keuangan hingga dukungan. Hal ini menjadi sangat penting di beberapa sektor dan sistem, seperti energi, transportasi, pangan dan penggunaan lahan. Selain menyelaraskan semua aliran keuangan dengan tujuan Perjanjian Paris (lihat diskusi di bawah), harus ada kejelasan dalam memenuhi komitmen keuangan yang ada dan meningkatkan kuantitas, kualitas dan aksesibilitas dukungan pendanaan bagi negara-negara berkembang.

Penting juga untuk memastikan bahwa respons terhadap Global Stocktake sudah mencakup elemen-elemen yang jelas terkait komitmen yang harus diberikan oleh negara-negara dalam putaran NDC berikutnya, yang harus disampaikan jauh sebelum COP30 pada tahun 2025. Generasi lanjutan NDC ini akan menetapkan target untuk tahun 2035, tetapi juga harus mencakup komitmen untuk meningkatkan tindakan yang akan diambil pada tahun 2030.

Di COP28, negara-negara harus menyetujui untuk mengadopsi target ekonomi secara menyeluruh dalam NDC mereka, mencakup semua gas rumah kaca (GRK) (termasuk gas non-CO2), untuk mencapai pengurangan emisi kolektif yang diperlukan pada dekade ini untuk membatasi pemanasan di tingkat 1,5 derajat C, ambang batas yang ditetapkan oleh ilmuwan untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim. Dalam Stocktake ini, harus juga ditekankan bahwa NDC yang baru harus mencakup tindakan sektoral yang ambisius, rencana implementasi adaptasi yang efektif, kebijakan transisi yang adil, penilaian keuangan, upaya terkait kerugian dan kerusakan dan kebijakan subnasional. Hasil dari COP28 juga harus menetapkan proses tindak lanjut untuk mewujudkan NDC yang ambisius pada tahun 2025, termasuk diskusi antar negara terkait pendekatan yang diambil untuk mengembangkan NDC baru mereka. Konsultasi nasional dan regional pada tahun 2024 — mirip dengan "stocktake yang terlokalisasi" — juga dapat membantu menerjemahkan hasil Global Stocktake menjadi NDC yang ambisius.

2) Mempercepat Transformasi Sistem

Untuk mengatasi krisis iklim, diperlukan transformasi setiap sistem dan sektor di bumi — dari cara dunia memproduksi dan mengonsumsi makanan dan energi hingga cara kita mendesain kota-kota. Kemajuan di tiga sistem ini sangat penting di COP28:

Mulai bergerak untuk mengakhiri era bahan bakar fosil dan mulai mobilisasi menuju alternatifnya

Peran mendasar bahan bakar fosil dalam krisis iklim akan menjadi sorotan utama di COP28. COP26 di Glasgow dua tahun lalu diakhiri dengan seruan untuk mengurangi daya listrik batu bara yang tidak terkendali. Tahun lalu di Sharm el-Sheikh, lebih dari 80 negara menyatakan dukungan untuk mengurangi semua bahan bakar fosil, meskipun akhirnya proposal ini tidak dimasukkan ke dalam hasil akhir COP27. Tahun ini, banyak negara telah mulai menargetkan kesepakatan untuk mulai mengakhiri penggunaan semua bahan bakar fosil dalam negosiasi mereka.

Menjelang COP28, perdebatan tentang bahan bakar fosil berfokus pada terminologi yang akan digunakan antara "menghentikan (phase out)" atau "mengurangi (phase down)" penggunaan bahan bakar fosil, dan apakah negara-negara memberikan komitmenya untuk mengurangi penggunaan semua bahan bakar fosil atau hanya bahan bakar fosil yang belum dikurangi, di mana teknologi penangkap polusi karbon tidak digunakan.

Terlepas dari keputusan yang akan diambil oleh para negosiator, yang terpenting adalah mewujudkan pergeseran dari bahan bakar fosil secara cepat. Meskipun teknologi penangkap karbon (Carbon Capture, Utilization and Storage/CCUS) diperlukan, penggunaannya harus dibatasi dan difokuskan di area yang paling membutuhkan.

International Energy Agency (IEA) menemukan bahwa agar sektor terkait energi dapat mencapai target nol bersih pada tahun 2050, diperlukan implementasi energi terbarukan, perpindahan penggunaan bahan bakar dan elektrifikasi yang bersama-sama mengurangi emisi terkait energi sebesar 15 gigaton pada tahun 2030. Dalam skenario yang digunakan, CCUS hanya menangkap satu dari 15 gigaton pada akhir dekade ini. Jelas, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon tidak dapat menjadi alasan untuk meningkatkan produksi bahan bakar fosil atau memperlambat transisi ke sumber energi terbarukan seperti angin dan surya.

Pergeseran dari bahan bakar fosil juga harus diiringi dengan peningkatan penggunaan energi alternatif yang ada secara intensif. Di awal tahun ini, G20 setuju untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat dan laju efisiensi energi sebanyak dua kali lipat. Keputusan COP terkait Global Stocktake menjadi kesempatan bagi pemerintah negara-negara untuk bersama-sama memberikan komitmennya pada target ini serta menetapkan target untuk menggandakan transportasi bebas fosil pada tahun 2030 (yang sangat penting untuk mengurangi permintaan minyak) dan menggeser investasi dari energi dan transportasi kotor ke energi bersih.

Tentu saja, proses perpindahan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan dan transportasi bebas fosil akan berbeda di setiap negara, wilayah dan masyarakat. Pemerintah harus memastikan di COP28 bahwa transisi rendah karbon yang dilakukan tidak akan meninggalkan siapa pun, termasuk pekerja dan masyarakat yang bergantung pada industri bahan bakar fosil. Paket keputusan terkait energi yang ambisius harus didukung dengan komitmen dan mekanisme untuk meningkatkan dan menyelaraskan pendanaan publik dan swasta untuk mendukung pergeseran negara berkembang ke sumber energi yang lebih bersih.

Terakhir, sangat penting bahwa KTT iklim PBB ini tidak malah digunakan sebagai platform bagi industri minyak dan gas untuk memberikan janji-janji yang sebenarnya tidak efektif dalam mengatasi inti masalahnya. Di COP28, Uni Emirat Arab diharapkan akan mengumumkan komitmen dari setidaknya 20 perusahaan minyak dan gas besar untuk mengurangi kebocoran metana dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 — tetapi hanya untuk operasi mereka sendiri, bukan untuk bahan bakar yang mereka jual. Padahal, emisi "cakupan 3" dari bahan bakar yang diproduksi dari ekstraksi minyak dan gas mereka untuk kemudian dijual ini menyumbang hingga 95 persen dari kontribusi industri minyak dan gas terhadap krisis iklim.

Mendukung transformasi sistem pangan dan penggunaan lahan global

Sistem pangan dan penggunaan lahan dunia tidak hanya sangat rentan terhadap perubahan iklim, tetapi juga merupakan salah satu pendorong utama perubahan iklim. Pangan dan penggunaan lahan bertanggung jawab atas setidaknya sepertiga emisi global, termasuk melalui kontribusi besar mereka kepada kehilangan hutan. Pada saat yang sama, kekeringan, banjir, gelombang panas dan cuaca ekstrem mengganggu musim tanam dan merusak tanaman serta mata pencaharian petani, memperparah kelaparan dan ketidaktahanan pangan di seluruh dunia di tengah perang, inflasi dan ketidaksetaraan.

COP28 akan menjadi pertemuan iklim pertama yang secara eksplisit mengakui keterkaitan erat antara pangan dan penggunaan lahan dengan krisis iklim. Hasil Global Stocktake menawarkan kesempatan untuk memajukan agenda ini, begitu juga dengan Deklarasi Sistem Pangan Tangguh, Pertanian Berkelanjutan dan Tindakan Iklim yang dipimpin oleh Kepresidenan COP28. Deklarasi tersebut mengajak pemerintah negara-negara untuk menempatkan pangan dan penggunaan lahan di pusat proses iklim, termasuk dengan menyertakan target-target pangan dan penggunaan lahan secara eksplisit dalam NDC dan rencana adaptasi nasional (national adaptation plan/NAP) negara.

Proses Sharm el-Sheikh Joint Work (SSJW) terkait Implementasi Aksi Iklim untuk Agrikultur dan Ketahanan Pangan juga dapat membantu mendorong agenda pangan dan penggunaan lahan yang berkelanjutan di COP28. Pendekatan holistik harus diadopsi di seluruh aspek, bukan hanya dalam produksi pertanian, untuk mendorong sistem pangan yang berkelanjutan dan tangguh. Pendekatan tersebut mencakup setidaknya tiga elemen kunci: produksi pangan yang berketahanan dan bersifat positif terhadap alam; diet dan nutrisi yang sehat, terjangkau dan berkelanjutan serta pengurangan kehilangan dan pemborosan pangan.

Meningkatkan peran kota sebagai mitra penting dalam perjuangan iklim

Untuk pertama kalinya di COP28, pertemuan iklim PBB akan menampilkan Local Climate Action Summit. Pertemuan tersebut akan melibatkan ratusan pemimpin subnasional seperti walikota, gubernur, pimpinan bisnis dan perwakilan LSM, dengan fokus pada bagaimana mereka dapat lebih baik mengoordinasikan tindakan iklim dengan pemerintah nasional.

Bertanggung jawab atas 70 persen emisi karbon dioksida global dan berada di garis depan dampak iklim yang semakin sering dan parah, kota-kota berperan penting dalam mengatasi perubahan iklim. Pada saat yang sama, baik kota maupun negara tidak dapat berjalan sendiri dalam menyelesaikan krisis iklim atau membangun ketahanan yang memadai bagi jutaan penduduknya yang rentan terhadap iklim. Penelitian menunjukkan bahwa sementara emisi perkotaan dapat dikurangi 90 persen pada tahun 2050 melalui teknologi dan opsi kebijakan yang ada, pemerintah kota hanya dapat mencapai 28 persen dari potensi itu tanpa kerja sama dengan pemerintah nasional. Kota-kota juga menjadi tempat tinggal bagi ratusan juta penduduk rentan yang tinggal di permukiman informal dan tidak memiliki akses ke layanan utama lainnya, termasuk mereka yang bermigrasi dari daerah pedesaan akibat bencana terkait iklim.

Di COP28, kota-kota dan pemerintah nasional dapat menyepakati cara baru untuk berkoordinasi. Misalnya, negara-negara dapat lebih banyak mengakomodasi pelaku subnasional dan non-negara di dalam NDC dan kebijakan iklim nasional lainnya serta meningkatkan pendanaan dan bantuan teknis untuk membantu pelaku subnasional menerjemahkan target menjadi tindakan. Sementara itu, kota-kota perlu meningkatkan transparansi dan ambisi dalam target iklim lokal mereka. Baik bagi negara maupun kota, mentransformasikan sistem bersama seperti transportasi, bangunan dan penggunaan lahan melalui perencanaan lintas sektor dan multi-level juga sangat penting.

3) Menanggapi Dampak Iklim yang Semakin Parah

Sebuah studi terbaru menemukan bahwa bencana iklim menelan biaya $2,8 triliun selama tahun 2000-2019 atau rata-rata $143 miliar per tahun. Dampak iklim pada manusia, ekonomi dan lingkungan diperkirakan akan semakin buruk, bahkan jika emisi tetap stabil. Penting bagi para negosiator di COP28 untuk membantu masyarakat beradaptasi dengan dampak iklim dan mendukung mereka yang kehilangan rumah, mata pencaharian dan banyak lagi.

Mengoperasikan sepenuhnya Dana Kerugian dan Kerusakan

Pada akhir negosiasi yang panjang dan rumit di COP27 tahun lalu, negara-negara akhirnya setuju untuk mendirikan dana yang akan membantu negara-negara rentan iklim mengatasi "kerugian dan kerusakan", dampak perubahan iklim yang begitu parah sehingga tidak dapat diadaptasi. Mendirikan Dana Kerugian dan Kerusakan adalah terobosan bersejarah setelah lebih dari 30 tahun sejak negara-negara rentan pertama kali mengidentifikasi kebutuhan ini.

Tugas kunci dalam negosiasi iklim di COP28 adalah mengoperasikan sepenuhnya Dana Kerugian dan Kerusakan. Mereka harus memutuskan siapa yang menjadi tuan rumah bagi dana tersebut dan keterkaitannya dengan UNFCCC, negara mana yang akan berkontribusi serta kegiatan dan negara mana yang memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan keuangan. Para negosiator juga harus menjawab isu-isu tata kelola kunci, seperti penentuan keanggotaan Dewan dan kejelasan tentang pengaturan pendanaan baru di luar Dana. Pengaturan pendanaan ini dapat mencakup sumber-sumber, dana dan inisiatif di dalam dan di luar COP dan Perjanjian Paris.

Membuat keputusan-keputusan ini di COP28 mungkin akan menjadi pertarungan yang sulit: Pertemuan keempat Komite Transisi Kerugian dan Kerusakan yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2023 berakhir dengan kekacauan, di mana para negosiator gagal mencapai persetujuan tentang bagaimana dana tersebut dioperasikan. Pertemuan tambahan komite dijadwalkan pada awal November sebagai satu kesempatan lagi untuk menyelesaikan kesenjangan mendalam ini menjelang pertemuan puncak. Jika prioritas negara-negara berkembang terkait pendanaan untuk kerugian dan kerusakan tidak ditangani dengan memadai, COP28 mungkin saja akan berakhir sangat sulit.

Selain mengoperasikan Dana Kerugian dan Kerusakan, negara-negara seharusnya menyepakati lembaga tuan rumah untuk Santiago Network on Loss and Damage (SNLD). Santiago Network, yang pertama kali didirikan di COP25 pada tahun 2019 dibuat untuk memberikan bantuan teknis kepada negara-negara berkembang dalam mengatasi kerugian dan kerusakan, tetapi belum memulai fungsi tersebut, sebagian besar karena tidak adanya lembaga tuan rumah. Dua calon untuk peran ini — Caribbean Development Bank (CDB) dan Kantor Bencana PBB (UNDRR), bekerja sama dengan Kantor Layanan Proyek UN (UNOPS) — sedang mengeksplorasi proposal bersama untuk pertimbangan di COP28.

Memajukan kerangka Global Goal on Adaptation dan meningkatkan pendanaan untuk adaptasi

Ketika Perjanjian Paris diadopsi pada tahun 2015, negara-negara setuju untuk mendirikan Global Goal on Adaptation (GGA) untuk memonitor kemajuan dalam meningkatkan kapasitas adaptasi, memperkuat ketahanan, mengurangi kerentanan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Untuk mengatasi dampak iklim yang sudah dihadapi dan yang akan dihadapi oleh negara dan masyrakat, kita perlu lebih memahami di area mana kemajuan sudah tercapai dan area mana yang perlu diperbaiki.

Di COP28, negara-negara memiliki target untuk mengoperasikan GGA untuk mendukung pengukuran kemajuan dalam tindakan adaptasi yang lebih baik.

Negara-negara setuju bahwa GGA harus memiliki kerangka kerja untuk meningkatkan tindakan dan dukungan adaptasi, membimbing implementasi dan meningkatkan keseimbangan global antara mitigasi dan adaptasi serta menghindari maladaptasi dan mengurangi ketidaksetaraan. Lebih penting lagi, kerangka kerja GGA juga seharusnya dirancang untuk memberikan kekuatan pengambilan keputusan yang lebih besar kepada masyarakat lokal, misalnya dengan mengacu pada Prinsip-prinsip Penyesuaian yang Dipimpin Lokal, sehingga rencana dan kebijakan penyesuaian dapat diimplementasikan secara lebih cepat, lebih luas dan lebih adil.

Di COP28, para negosiator seharusnya meresmikan kesepakatan awal mereka bahwa negara-negara harus menetapkan target untuk setiap tahapan dalam siklus kebijakan penyesuaian, mulai dari perencanaan hingga implementasi, dan mengadopsi proses untuk menetapkan target untuk beberapa masalah seperti ketahanan pangan, kesehatan dan infrastruktur serta masalah lintas sektor seperti gender, keadilan antar-generasi dan pengetahuan Masyarakat Adat. Penting juga bagi mereka untuk menetapkan proses penentuan metrik untuk mengevaluasi tindakan penyesuaian serta bagaimana metrik tersebut dikumpulkan dan dilaporkan.

4) Penyaluran Keuangan Iklim

Untuk menjaga ketercapaian target iklim global, dunia perlu mengalirkan pendanaan sebesar $4,3 triliun per tahun pada tahun 2030 untuk iklim. Di COP28, para negosiator dapat mengambil langkah maju di beberapa area untuk mempercepat upaya dekarbonisasi, membangun ketangguhan terhadap dampak iklim dan menetapkan dasar untuk target pendanaan iklim baru yang menunjukkan lonjakan ambisi.

Memenuhi komitmen pendanaan yang sudah ada dan mempersiapkan target pendanaan iklim global yang baru

Pada tahun 2009, negara-negara maju setuju untuk bersama-sama mengumpulkan $100 miliar setiap tahun pada tahun 2020 untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi perubahan iklim; target ini kemudian diperpanjang hingga 2025. Namun, negara-negara maju sejauh ini belum mencapai komitmen ini. Meskipun mereka baru-baru ini menyatakan keyakinan bahwa mereka akan mencapai tujuan ini pada tahun 2023, negara-negara kaya harus bersiap untuk mengatasi kekurangan pendanaan serta memastikan akses yang lebih cepat dan pendanaan yang lebih berkualitas pada COP28.

Dua tahun lalu di COP26, negara-negara setuju untuk setidaknya menggandakan dana adaptasi dari tingkat tahun 2019 pada tahun 2025. Hal ini menjadi langkah maju bagi dunia dalam mencapai keseimbangan antara pendanaan mitigasi dan adaptasi yang telah lama diinginkan. Standing Committee on Finance sedang menyusun laporan terkait kesesuaian tren pendanaan adaptasi yang ada dengan target ini, yang akan menjadi dasar dalam negosiasi di bulan Desember. Akan ada juga diskusi penting tentang bagaimana sektor swasta dapat meningkatkan pendanaan adaptasi.

COP28 juga harus mulai membangun fondasi bagi penetapan target pendanaan iklim global pasca-2025 yang baru (new collective quantified goal/NCQG), yang akan menggantikan target $100 miliar. Negara-negara berkomitmen untuk menetapkan target baru ini pada COP29 di tahun 2024. Meskipun para negosiator tidak akan dapat menyepakati angka utama untuk target baru ini di tahun ini, mempersempit opsi yang ada akan sangat membantu, termasuk terkait jangka waktu untuk pencapaian target tersebut, cara pemantauan dan pelaporan kemajuan dan hubungannya dengan kerugian dan kerusakan.

Mengalihkan aliran keuangan ke solusi iklim

Tujuan jangka panjang Perjanjian Paris mencakup objektif untuk memastikan bahwa semua aliran keuangan konsisten dengan pembangunan rendah karbon yang tahan terhadap iklim, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2.1(c). Memastikan bahwa semua aliran keuangan — baik dari publik maupun swasta — mendukung dan bukannya menghambat aksi iklim adalah kunci untuk mencapai pengurangan emisi dan ketahanan yang dibutuhkan dunia.

Namun, negara-negara belum menentukan bagaimana pasal ini diimplementasikan dalam praktiknya. Menetapkan definisi standar dari Pasal 2.1(c) menjadi tantangan karena negara-negara memiliki situasi, kebutuhan dan strategi nasional yang sangat berbeda. Pertanyaan penting lainnya adalah hubungan antara penyelarasan aliran keuangan dan tanggung jawab negara-negara maju dalam Pasal 9 Perjanjian Paris untuk menyediakan dan memobilisasi sumber daya keuangan yang mendukung aksi iklim negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang ingin memastikan bahwa fokus aliran keuangan yang lebih luas tidak akan berakibat pada pengabaian tanggung jawab keuangan negara-negara maju.

Tidak jelas apakah Pasal 2.1(c) akan menjadi pokok pembahasan di COP28 atau bagaimana hal ini akan diatasi dalam Global Stocktake. Di Dubai, Standing Committee on Finance dan Sekretariat UNFCCC diharapkan akan memberikan panduan tentang langkah selanjutnya untuk mengoperasikan target keuangan Perjanjian Paris.

Sementara itu, peran lembaga keuangan internasional telah menjadi isu penting dalam berbagai pembicaraan iklim PBB. Hasil COP27 mengharapkan bank pembangunan multilateral (MDB) dan pemegang saham mereka untuk mereformasi kebijakan dan praktik, menyelaraskan keuangan dan menyederhanakan akses ke pendanaan tanpa mengabaikan utang dan kebutuhan negara-negara berkembang yang terus bertumbuh. Isu-isu ini akan kembali menjadi fokus utama di COP28, terutama setelah pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional pada Oktober 2023, di mana MDB mengeluarkan pernyataan bersama yang menegaskan niat mereka untuk meningkatkan kolaborasi, meningkatkan kapasitas keuangan, menggunakan pembiayaan inovatif dan mengkatalisasi pendanaan swasta. Mereka juga menekankan perlunya menyelaraskan aliran keuangan mereka dengan tujuan Perjanjian Paris.

COP28: Momen untuk Pertanggungjawaban dan Aksi

Pemimpin dan negosiator iklim harus siap untuk memberikan komitmen yang kuat dan mengambil keputusan besar di COP28. Tolok ukur utama keberhasilan pertemuan iklim PBB adalah apakah negara-negara memberikan respons yang ambisius terhadap Global Stocktake pertama dan setuju untuk sepenuhnya mengoperasionalkan Dana Kerugian dan Kerusakan. Yang paling penting, negara-negara harus menunjukkan bagaimana mereka dapat memenuhi janji-janji masa lalu mereka dan bersiap untuk mengajukan rencana iklim nasional yang jauh lebih kuat pada tahun 2025.

Retorika semata sudah tidak mencukupi. Agar COP28 ini sukses, pemerintah, perusahaan dan semua pihak harus siap untuk mengambil tindakan definitif yang bermanfaat bagi masyarakat, alam dan iklim.