Masih dalam momentum Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh setiap 21 Februari, Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP) menyelenggarakan lokakarya untuk membahas alternatif pendanaan guna menyelesaikan masalah kebocoran sampah plastik di Indonesia di Jakarta pada Senin, 24 Februari 2025. Bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pangan Republik Indonesia dan SecondMuse—perusahaan yang kerap menjadi inkubator UMKM di sektor pengelolaan sampah plastik—forum ini menjadi titik temu ragam entitas untuk berbagi ide peluang pendanaan alternatif untuk menangani masifnya sampah plastik.

Indonesia NPAP adalah platform multipihak gabungan dari pemerintah, akademisi, peneliti, ahli, industri, lembaga keuangan, swasta, dan masyarakat sipil dalam upaya pengurangan sampah plastik di Indonesia, dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia sebagai sekretariatnya sejak 2019 lalu.

Suasana workshop with SecondMuse.

Masalah sampah plastik di Indonesia memang masih menjadi tantangan. Menurut data dari Direktorat Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup per Juni tahun lalu, ketercapaian pengurangan sampah oleh produsen pada tahun 2023 baru mencapai 37,97 persen—atau setara dengan 127.000,81 ton. Angka tersebut hanya mencakup potensi timbulan sampah yang dilaporkan oleh 16 produsen.

Kendati sudah ada Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik untuk mengurangi kebocoran sampah plastik hingga 70% pada tahun 2025 lewat Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018, langkah untuk menuju target masih cukup terjal. Data terakhir dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), baru 17.947.245 ton/tahun sampah yang terkelola dari 277 kabupaten/kota se-Indonesia. Di sisi lain, masih terdapat 11.037.161 ton/tahun yang tidak terkelola.

Salah satu tantangan terberat adalah mahalnya biaya untuk menangani masalah kebocoran sampah plastik ini. Setidaknya, butuh 18 miliar USD sepanjang 2017 hingga 2040—termasuk tambahan 1 miliar USD per tahunnya untuk dana operasional. Masalahnya, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk penanganan sampah hanya sekitar 0,5 hingga 3 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Padahal, kebocoran sampah plastik mengakibatkan kerugian besar bagi negara kita. Temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan bahwa Indonesia merugi hingga 2.000 triliun rupiah sepanjang 2018-2023 karena masalah ini.

Bahan presentasi Bunga Karnisa.

Lewat lokakarya terbatas yang dihadiri oleh lebih dari 30 peserta, perwakilan dari 23 lembaga kementerian, kedutaan besar negara sahabat, lembaga riset, hingga perusahaan, muncul sejumlah catatan yang tak boleh diabaikan. Salah satu yang terpenting adalah menemukan alternatif pendanaan untuk mengatasi kebocoran sampah plastik ini. Para peserta juga mengeksplorasi bagaimana kredit plastik bisa menjadi katalisator untuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas UMKM pengumpul dan daur ulang sampah, sekaligus mengantisipasi sejumlah risiko yang mungkin timbul. Selain itu, perlu juga adanya dukungan pendanaan ke bank sampah dan pelaku UMKM untuk memaksimalkan kapasitas pengambilan dan pengelolaan sampah plastik milik mereka sendiri.

Dengan mempertemukan banyak pemangku kepentingan, peran Indonesia NPAP bisa menjadi lebih maksimal untuk memobilisasi pendanaan guna mengatasi kebocoran sampah plastik di Indonesia. Demi Bumi yang lebih sehat. Demi lingkungan hidup yang lebih lestari.**