Dari Diskusi ke Refleksi: Membangun Peta Jalan Karbon Biru dari Raja Ampat
Di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, keindahan keanekaragaman hayatinya tak perlu diragukan lagi. Pemandangan lingkungannya selalu memanjakan mata. Keadaaan tersebut didukung oleh sejumlah ekosistem lingkungan hidup yang masih ada dan harus terus dijaga—mulai dari mangrove, lamun, hingga terumbu karang.
Wilayah yang mendapat julukan “The Last Paradise on Earth” ini menyisakan pekerjaan bagi banyak pihak untuk menjaganya agar tetap lestari, termasuk ekosistem mangrove dan lamun—yang berkontribusi sekitar 17% dari stok karbon biru global. Apalagi, di kabupaten ini, setidaknya tercatat ada 27.711 hektare luasan ekosistem mangrove—ketiga terluas se-Provinsi Papua Barat Daya, setelah Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Sorong.
Peran mangrove dan lamun sebagai pilar karbon biru yang memitigasi krisis iklim belum tersosialisasi dengan masif dan komprehensif ke tingkat masyarakat. Padahal, selama ini, selain berupaya menjaga ekosistem dalam skala kecil, komunitas lokal dan masyarakat adat pesisir telah memanfaatkan kelestarian mangrove sebagai kayu bakar, tiang rumah dan dermaga, badan perahu, obat tradisional (etnobotani), serta tempat mencari ikan dan kerang.
Hal serupa juga terjadi pada lamun. Di beberapa wilayah, misalnya, sejumlah masyarakat justru lebih memilih pantai tanpa lamun agar terlihat bersih untuk kenyamanan pariwisata. Padahal, dengan edukasi yang lebih mendalam, pemahaman tentang lamun yang dapat menyerap karbon dan penurunan emisi ke masyarakat bisa membantu kontribusi pencegahan krisis iklim.
Sejumlah pembahasan tersebut muncul dalam diskusi terfokus dan pelatihan “Sosialisasi Peta Jalan Karbon Biru dan Metodologi Pengukuran Mangrove dan Lamun”, yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) dan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) sepanjang Senin-Selasa (2-3 Juni) lalu di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Agenda ini juga bekerja sama dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia serta didukung oleh Agence Française de Développement (AFD).
"Inisiatif ini kami jalankan salah satunya untuk mempercepat integrasi ekosistem karbon biru dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Selain itu, acara ini juga bagian dari upaya menghimpun data dan informasi sekaligus masukan dalam mengembangkan peta jalan yang jelas untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem karbon biru," kata Blue Carbon Governance Specialist WRI Indonesia, Azwar Najib.
Setelah diskusi dan pelatihan ini, kegiatan akan dilanjutkan dengan pengumpulan data primer dan sekunder terkait mangrove dan lamun sebagai karbon biru di sejumlah wilayah di Kabupaten Raja Ampat. Hasil dari kajian ini diharapkan bisa membantu penyusunan Peta Jalan Strategi Implementasi Karbon Biru di Indonesia, terutama ekosistem mangrove dan lamun, baik di tingkat nasional dan daerah.
Kegiatan ini dihadiri secara daring dan luring oleh sejumlah perwakilan lembaga negara, organisasi lingkungan, dan komunitas masyarakat seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua Barat Daya, Konservasi Indonesia, Perkumpulan Kawan Pesisir Raja Ampat, Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kepulauan Raja Ampat, Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Daya, Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DP2KP) Provinsi Papua Barat Daya, Universitas Papua (UNIPA), Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Raja Ampat, dan Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, National Blue Carbon Action Partnership (NBCAP), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Ada harapan besar bahwa kegiatan ini bisa mengakomodir banyak masukan—termasuk pengetahuan lokal bagaimana masyarakat selama ini juga telah ikut menjaga ekosistem mangrove dan lamun—agar bisa menghasilkan peta jalan yang komprehensif demi lingkungan hidup yang lebih lestari dan Bumi yang makin sehat.[]