Sistem pangan yang tidak terkelola dengan baik berdampak pada kerugian baik secara ekonomi maupun lingkungan. Dalam kurun waktu 2000-2019, susut dan sisa pangan di Indonesia menyebabkan kerugian mencapai 213-551 triliun rupiah/tahun. Belum lagi emisi yang disebabkan dari timbulan sisa dan sampah makanan ini berdampak pada emisi gas rumah kaca (GRK) mencapai 1.702,9 MtCO2ek. Padahal jika terkelola dengan baik, ada 61-125 juta orang di Indonesia yang dapat terpenuhi kebutuhan pangan dan gizinya, mengingat kelaparan di Indonesia berada pada peringkat 77 dunia

Untuk itu, transformasi sistem pangan di Indonesia perlu menjadi perhatian bagi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, organisasi masyarakat sipil, komunitas, masyarakat  hingga orang muda sebagai agen utama. Orang muda memiliki peran strategis untuk mendorong inovasi, menciptakan kesadaran, dan menggerakan perubahan yang mendukung sistem pangan berkelanjutan. Sistem pangan pun perlu dilihat secara menyeluruh dari berbagai aspek, seperti lingkungan, kesehatan, sosial, dan ekonomi. 

Peserta mendengarkan pemaparan tentang berpikir sistem pangan.
Peserta mendengarkan pemaparan tentang berpikir sistem pangan. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Pada 17-19 September 2024, WRI Indonesia berkesempatan memberikan pelatihan Sistem Pangan untuk seluruh konsorsium pelaksana program Urban Futures dan pemangku kepentingan, yaitu pemerintah di tingkat nasional dan daerah seperti perwakilan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Manggarai Barat. 

"Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelatihan untuk para mitra organisasi pelaksana program Urban Futures dan mitra pemerintah pusat dan daerah. Sebelumnya, mitra organisasi pelaksana program dan mitra pemerintah telah berpartisipasi dalam beberapa pelatihan lain, termasuk Pelatihan tentang Pelibatan Orang Muda yang Inklusif dan Bermakna (Meaningful Inclusive Youth Participation). Rangkaian pelatihan ini diharapkan mampu mendukung terjadinya transformasi sistem pangan di Bandung dan Manggarai Barat yang kita cita-citakan," ujar Laily Himayati selaku Regional Coordinator program Urban Futures Indonesia Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial.

Urban Futures adalah program yang dikelola oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis) sebagai upaya mendorong orang muda dalam memengaruhi proses pengambilan keputusan dan akses terhadap kesempatan kerja yang berkualitas di sektor pangan. “Dalam program Urban Futures ini, kami menyasar atau mempunyai intervensi di dua kota, yakni Bandung dan Manggarai Barat. Pemilihannya karena satu, Kota Bandung adalah kota metropolitan yang cukup besar dan kami melihat bahwa Kota Labuan Bajo di Manggarai Barat, adalah kota yang baru berkembang sehingga juga perlu intervensi dari sudut sistem pangannya,” jelas Romauli Panggabean, Environmental Economist WRI Indonesia.

Romauli Panggabean dari WRI Indonesia menjelaskan tentang konsep berpikir sistem.
Romauli Panggabean dari WRI Indonesia menjelaskan tentang konsep berpikir sistem. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Pelatihan sistem pangan dinilai penting oleh peserta, sebab kondisi sistem pangan saat ini perlu menjadi perhatian bersama. “Saat ini kami menginisiasi satu sistem pangan alternatif lokal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam pelatihan ini, rasanya kami seperti dikuatkan dengan bertemu dengan teman-teman yang punya kesadaran yang sama terhadap sistem pangan,” ungkap Vania Febriyantie dari Seni Tani.

Pelatihan yang berlangsung di Bandung ini juga mengangkat tentang pentingnya inklusivitas dari sistem pangan. “Sistem pangan yang inklusif tentu saja sistem pangan yang memenuhi hak atas pangan yang sehat untuk semua kalangan, terutama kelompok disabilitas, lansia, dan anak-anak,” ujar Dudi Rahimi selaku perwakilan dari Yayasan Cahaya Inklusi, Bandung yang juga terlibat dalam pelatihan ini.

Peserta mempresentasikan rencana program yang inklusif untuk sistem pangan
Peserta mempresentasikan rencana program yang inklusif untuk sistem pangan. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Peserta yang hadir tidak hanya mendengarkan penjelasan tentang sistem pangan, tapi juga turut  permasalahan sistem pangan di Indonesia. Mulai dari hari pertama, peserta berkesempatan untuk mendalami sistem pangan melalui cara berpikir sistem. Kemudian, peserta diajak untuk memahami pentingnya pangan yang beragam demi kesehatan dan keberlangsungan lingkungan. Lalu di akhir sesi, peserta berdiskusi dan merancang menu makan sehat yang beragam. 

Peserta berbelanja di pasar.
Peserta berbelanja di pasar. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Pada hari kedua, peserta berkesempatan untuk berkunjung ke Pasar Cihaurgeulis di Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, untuk memahami konsep sistem pangan dalam kehidupan sehari-hari. Selain mencari bahan makanan, peserta juga berdiskusi bersama para pedagang untuk mempelajari proses distribusi pangan setempat hingga pengelolaan sisa pangan di pasar tersebut. 

Setelah berbelanja, setiap kelompok diminta untuk mengolah bahan pangan tersebut dalam kompetisi memasak. Masing-masing kelompok diminta untuk memasak hidangan dengan prinsip Isi Piringku, yaitu memanfaatkan pangan lokal yang beragam dengan gizi seimbang, dan jumlah hidangan disesuaikan dengan porsi keluarga agar minim sisa sampah makanan, seperti yang telah dipelajari di dalam kelas pada hari sebelumnya.

Peserta melakukan demo masak.
Peserta melakukan demo masak. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Setelah peserta mengolah dan mengonsumsi makanannya, mereka pun berkesempatan untuk melihat metode alternatif dalam mengolah sisa pangan. Dalam kesempatan ini Adi Rosadi dari Imah Maggot Bantaran turut memfasilitasi peserta dalam memahami pemanfaatan maggot dan cara membudidayakannya.

Adi Rosadi mempraktikkan cara memanfaatkan maggot. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia
Adi Rosadi mempraktikkan cara memanfaatkan maggot. Foto oleh KAIN untuk WRI Indonesia

Pada hari terakhir, pelatihan ditutup dengan pemaparan tentang sistem pangan di perkotaan. Materi ini dapat menjadi bekal bagi para peserta dalam menyusun dan mengimplementasikan strategi inovatif untuk meningkatkan ketahanan pangan di area perkotaan. “Ke depannya, saya akan membagi pengetahuan yang diperoleh dalam pelatihan ini ke orang-orang muda di Manggarai Barat,” kata Gonselis Vitirani Madura dari Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines).