Korupsi sektor kehutanan  merupakan masalah yang perlu ditangani bersama, karena bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengancam kelestarian hutan. Aparat Sipil Negara (ASN) memiliki peran penting untuk mencegah praktik ini berlanjut, sehingga perlu terus  membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan tentang anti korupsi di sektor kehutanan, seperti korupsi perizinan hingga tata kelola hutan.  


Melihat masih banyaknya celah korupsi di sektor kehutanan, WRI Indonesia bersama GIZ, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menggelar pelatihan untuk aparat sipil negara di wilayah tersebut melalui Pelatihan Pendidikan Pencegahan Korupsi di Sektor Kehutanan yang diselenggarakan pada 18-20 Februari 2025 lalu di Sorong, Papua Barat Daya. Pelatihan yang dilaksanakan secara luring ini dihadiri oleh 24 peserta ASN dari wilayah Papua Barat Daya.

peserta mengerjakan tugas
Peserta pelatihan sedang mengerjakan tugas pengelompokan implementasi pencegahan korupsi

Salah satu peserta pelatihan Polinawari, seorang Polisi Kehutanan dari Dinas Kehutanan Papua Barat Daya, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam upaya pencegahan korupsi di wilayahnya karena kurangnya pemahaman mengenai hukum dan regulasi yang berlaku. Selama ini masih banyak pejabat yang tidak memahami secara mendalam tentang apa saja praktik korupsi yang kerap terjadi di sektor kehutanan, terutama dalam proses administrasi dan perizinan.

Ia berharap, dirinya dan ASN lainnya mampu berperan aktif dalam melakukan upaya preventif dalam pencegahan terhadap praktik-praktik korupsi perizinan. Tidak sampai di sini saja, ke depannya mereka akan membuat panduan yang bisa digunakan oleh ASN di Dinas Kehutanan Papua Barat Daya sebagai pedoman dalam melakukan pencegahan korupsi di sektor kehutanan.

 “Kami juga berencana untuk menyusun panduan internal mengenai pencegahan korupsi yang bisa digunakan sebagai pedoman dalam pekerjaan sehari-hari,” jelasnya.

Diskusi bersama peserta
Sesi diskusi bersama dengan para peserta tentang potensi korupsi kehutanan di Papua Barat Baya

Peserta lain yang berasal dari Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) VI Sorong Selatan, Michael Kondororit menuturkan bahwa melalui pelatihan ini, pihaknya mendapatkan wawasan baru mengenai potensi-potensi korupsi sektor kehutanan. Ia menyebut bahwa selama ini masih terdapat indikasi praktik-praktik korupsi dalam berbagai bentuk, baik dalam penyelesaian izin maupun pengelolaan sumber daya hutan.  

Menurutnya pelatihan ini merupakan langkah awal, dan yang terpenting adalah implementasi yang dilakukan oleh ASN dalam memerangi korupsi di sektor kehutanan.  “Kami memahami dan mengenali serta mampu mengidentifikasi tindakan yang merngarah pada korupsi. Pelatihan ini sebagai langkah awal kami untuk mencegah korupsi, dan tentunya dengan mengedukasi serta  rekan-rekan kerja setelah pelatihan ini tentang resiko dan hukuman dari korupsi kehutanan,” ujar Michael. 

Michael menegaskan bahwa setelah pelatihan ini, ia dan rekan-rekannya akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas, terutama dalam aspek perizinan kehutanan. Ia juga menuturkan bahwa ke depannya, transparansi dalam pengelolaan hutan akan menjadi fokus utama dalam upaya pencegahan korupsi di wilayah kerjanya.

Peserta sedang menghitung tingkat resiko
Peserta sedang menghitung tingkat resiko dari potensi korupsi kehutanan

Senior Manager for Livelihood and Supply Chain Transformation WRI Indonesia, Bukti Bagja menegaskan bahwa korupsi kerap kali terjadi dalam proses pemberian izin perusahaan hutan, baik untuk hasil hutan kayu maupun non kayu. Celah lainnya dari sisi tata usaha dan pemanfaatan hasil hutan, yang rentan melibatkan para ASN dalam praktik ilegal.  


Bentuk keterlibatannya beragam, seperti suap untuk memperlancar perizinan, pembiaran terhadap praktik ilegal di lapangan, hingga ketidakefisienan dalam pengelolaan anggaran sektor kehutanan. Dengan kondisi geografis yang luas dan pengawasan yang masih terbatas, Papua menjadi salah satu wilayah yang rawan terhadap praktik korupsi di sektor ini.

Oleh sebab itu, peserta pelatihan ini diberikan bekal untuk bisa menerapkan langkah-langkah pencegahan korupsi di lembaganya masing-masing.

“Dimulai dengan komitmen kepemimpinan yang kuat dan membangun integritas, serta memastikan leadership, merupakan kunci dalam pelaksanaan pencegahan korupsi,” tegas Bukti Bagja.

ASN sebagai Garda Terdepan dalam Tata Kelola Kehutanan yang Bersih

Peserta Berkumpul
Para peserta sedang berkumpul untuk berdiskusi

Aparatur Sipil Negara (ASN) berperan sebagai garda terdepan dalam mewujudkan tata kelola kehutanan yang transparan dan bebas korupsi. Sebagai pengambil kebijakan dan pelaksana regulasi, ASN memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa setiap proses perizinan, pengelolaan, dan pengawasan sumber daya hutan dilakukan secara akuntabel dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan.

Melalui pelatihan pencegahan korupsi di sektor kehutanan, ASN dibekali dengan pemahaman mendalam tentang risiko korupsi, praktik maladministrasi, serta strategi pencegahan dan penindakan yang efektif. Dengan integritas dan komitmen yang kuat, ASN dapat menjadi motor perubahan dalam menciptakan tata kelola kehutanan yang lebih baik demi kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

Advisor GIZ Roto Priyono menekankan bahwa peran ASN sangat strategis dalam memastikan kebijakan dan regulasi di sektor kehutanan. Karena Papua memiliki potensi hutan yang besar untuk dikelola secara berkelanjutan dan bebas dari praktik korupsi.  

“Kami melihat bahwa Tanah Papua memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, termasuk hutan yang luas. Dengan adanya pelatihan ini, kami berharap peserta dapat memahami strategi pencegahan korupsi, mengenali titik rawan korupsi, serta memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi potensi penyimpangan,” ungkap Roto.

Selain itu, pelatihan ini juga menjadi bagian dari upaya kerja sama Indonesia-Jerman dalam memperbaiki tata kelola kehutanan yang lebih baik. Menurut Roto, KPK mendorong perbaikan sistem dalam pengelolaan hutan, termasuk dengan menyusun panduan atau kebijakan yang sesuai dengan kondisi di Papua.  Harapannya, bukan hanya ASN saja, namun seluruh elemen masyarakat dapat berperan aktif dalam mencegah korupsi di sektor kehutanan. Ke depannya, para peserta diharapkan mampu menerapkan dan menanamkan nilai-nilai integritas dalam tugas sehari-hari, sehingga tata kelola hutan dapat menjadi lebih transparan dan akuntabel.  

Pelatihan ini memberikan gambaran bahwa pencegahan korupsi tidak hanya menjadi tugas KPK, tetapi juga tanggung jawab bersama, termasuk bagi ASN yang memiliki wewenang dalam tata kelola kehutanan. Dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran akan bahaya korupsi, diharapkan praktik-praktik penyimpangan dapat diminimalkan dan hutan Papua dapat dikelola secara lebih berkelanjutan.

Fotbar