Jakarta, 15 Oktober 2024 – Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP) bersama Sirsak, berkolaborasi untuk melaksanakan acara Community of Practice “Traceability: A Cornerstone for Waste Management in Indonesia.” Acara ini bertujuan untuk membahas penelusuran atau traceability untuk menjadi bagian upaya menyelesaikan permasalahan polusi plastik. Acara ini mengundang anggota-anggota Indonesia NPAP yang terdiri dari ahli, organisasi sipil, swasta, organisasi nonpemerintah, dan pemerintah untuk berdiskusi, menyelesaikan tantangan, dan berbagi praktik terbaik terkait traceability.

Traceability merupakan kemampuan untuk menelusuri produk atau materi pada setiap tahapan rantai pasok komoditas. Dengan sistem traceability yang kuat di sektor pengelolaan sampah, Indonesia dapat mengawasi dan memverifikasi produksi, pengolahan, dan pembuangan materi atau produk plastik secara efektif. 

Selain itu, traceability dapat mendukung kebijakan-kebijakan pengurangan sampah plastik dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas data di seluruh tahap kehidupan plastik. “Sebagai contoh, traceability pada proses daur ulang plastik dapat memastikan bahan yang digunakan memenuhi standar dan peraturan yang berlaku. Traceability dapat digunakan untuk melacak asal-usul sampah, jenis plastik, serta produk akhirnya.” Jelas Duta Besar Wahid Supriyadi, Ketua Indonesia NPAP.

Wahid Supriyadi - Ketua NPAP - CoP
Duta Besar Wahid Supriyadi, Ketua Indonesia NPAP

Indonesia telah memiliki beberapa kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia, seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) 75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, yang mendorong para produsen untuk menciptakan peta jalan komprehensif dalam mencapai pengurangan sampah sebesar 30% pada 2029. Selain itu, ada Peraturan Presiden (Perpres) 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut  dengan target capaian pengurangan kebocoran sampah plastik ke lautan sebesar 70% pada 2025 dan bebas sampah plastik pada 2040. 

Ujang Solihin Sidik (Uso) - Indonesia NPAP CoP
Ujang Solihin "Uso" Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Traceability menjadi penting untuk pengembangan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satu fungsi yang dibahas adalah untuk mengawasi dan mengaudit pelaksanaan kewajiban produsen (extended producer responsibility, EPR). “Dengan sistem traceability, produsen dapat melaksanakan dan melaporkan implementasi EPR yang akurat sehingga dapat berpotensi mendorong pengembangan produk plastik, sistem pengumpulan, dan daur ulang yang lebih efektif serta efisien. Selain itu, traceability adalah salah satu elemen yang dibahas pada negosiasi Perjanjian Plastik Global.” Jelas Ujang Solihin "Uso" Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Melalui resolusi UNEA 5/14 untuk mengakhiri polusi plastik yang di sepakati pada pertemuan UNEA 5.2, komunitas internasional sedang berunding untuk menciptakan instrumen yang mengikat secara hukum internasional (ILBI) atau lebih dikenal sebagai Perjanjian Plastik Global. Instrumen ini direncanakan diselesaikan pada pertemuan Komite Negosiasi Antarpemerintah ke-5 (INC-5) pada akhir tahun ini di Busan, Korea Selatan. Instrumen ini menekankan untuk menyelesaikan permasalahan polusi plastik di setiap siklus hidupnya. 

Rocky Pairunan - Indonesia NPAP CoP
Rocky Pairunan, Indonesia NPAP Manager.  

Dengan adanya negosiasi Perjanjian Plastik Global, peran traceability menjadi lebih penting karena sumber materi daur ulang dapat dilacak sumbernya dan cara pengolahanya. Hal ini dapat menjadi indikator keberlanjutan dari produk-produk yang dihasilkan oleh produsen. “Ketika kita membahas keberlanjutan, sumber, bahan baku, dan bagaimana bahan baku tersebut diproses. Dengan traceability, pemerintah, konsumen, dan produsen dapat memastikan bahwa produk tersebut dihasilkan secara baik.” Jelas Rocky Pairunan, Indonesia NPAP Manager.  

Angelin Callista - Indonesia NPAP CoP
Angeline Callista, Co-Founder dan CEO, Sirsak

Pada saat ini, data polusi plastik di Indonesia masih tersebar sehingga membuka ruang untuk double atau triple entry data polusi plastik. Angeline Callista, Co-Founder dan CEO, Sirsak, menjelaskan peran inovasi teknologi untuk mengatasi permasalahan ini. “Sirsak menawarkan solusi traceability dengan menghubungkan para pemangku kepentingan di rantai pasok plastik. Sirsak menggunakan teknologi digital untuk menciptakan suatu platform kolaborasi dan menawarkan transparansi di sektor pengelolaan sampah plastik.” Ujar Angeline Callista. 

Sirsak dan Tradisi adalah salah satu dari berbagai inovator yang bergerak di bidang traceability plastik berbasis teknologi digital. Inovator-inovator seperti mereka berperan penting untuk menyelesaikan tantangan pelacakan dan verifikasi data terkait polusi plastik. 

Sesi Berbagi - Indonesia NPAP CoP
Sesi berbagi dan diskusi Indonesia NPAP Community of Practice, "Traceability: A Cornerstone for Waste Management in Indonesia"

Pada acara ini, dilaksanakan sesi diskusi yang dimoderasikan oleh Bunga Karnisa, Community Coordinator, Indonesia NPAP, dan diikuti oleh Sirsak, Tradisi, Indonesia NPAP, KLHK, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Institut Teknologi Bandung, dan Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO). Sesi ini berbagi dan membahas: 

  • Aspek-aspek traceability untuk konsumen;
  • Tantangan traceability di daerah tertinggal atau terpencil; 
  • Bagaimana traceability berperan untuk mendorong industri daur ulang; dan 
  • Pelibatan sektor informal.
Rofi Alhanif - Kemenko Marves, Indonesia NPAP CoP
Rofi Alhanif, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi

Pada penutupan acara, Rofi Alhanif, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), menyampaikan apresiasi kepada acara ini. Ia juga menjelaskan bahwa traceability akan membantu verfikasi komitmen untuk implementasi kebijakan nasional, termasuk di Perjanjian Plastik Global.“Traceability memiliki fungsi penting dalam monitoring implementasi kebijakan pengurangan kebocoran sampah plastik, termasuk nantinya dalam mempersiapkan transisi implementasi Perjanjian Plastik Global.” Ujar Rofi Alhanif.

Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Kemenko Marves, KLHK, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Negara (PPN)/Bappenas, Kemenperin,  Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Institut Teknologi Bandung (ITB), Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia dan ASEAN, Kedutaan Besar Britania Raya untuk Indonesia dan Timor-Leste, GIZ 3RProMar, Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL), PEKERTI, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Delterra, Enviu, PT Solusi Rahayu Indonesia (Bank Sampah Bersinar), PlasticPay, Duitin Indonesia, rePurpose Global, KIBUMI, RiverRecycle, Repax, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia, Danone, Dow, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT. Mayora Indah Tbk, Nutrifood, KINO, Yakult Indonesia Persada Pt, PT. Sinar Sosro, Sinar Mas Agro Resources & Technology, Wings Group Indonesia (Sayap Mas Utama), ASEAN-USAID, Vriens & Partners, ASPARMINAS, KC - Softex Indonesia, and Global Green Growth Institute (GGGI).

Tentang Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP)
Indonesia NPAP merupakan katalis untuk menyatukan para pembuat kebijakan, pakar, pemimpin bisnis, pengusaha, dan organisasi masyarakat sipil terkemuka di Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di laut pada 2025. Sekretariat Indonesia NPAP dijalankan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia yang ditunjuk oleh World Economic Forum melalui the Global Plastic Action Partnership (GPAP) sejak tahun 2019