Ringkasan

Fasilitas industri menghasilkan 400 juta ton polutan berbahaya ke aliran air di seluruh dunia setiap tahunnya. Namun, kerahasiaan tentang jumlah dan jenis bahan kimia dari pencemar yang perusahaan keluarkan masih menjadi normal, khususnya di Asia. Air yang tercemar mengancam komunitas termiskin di kawasan yang masih bergantung pada sumber air lokal untuk kehidupan dan penghidupan. Tanpa akses ke informasi polutan air, mereka tidak dapat menentukan apakah air mereka aman untuk diminum, untuk memancing, atau untuk diberikan kepada hewan peliharaan mereka. Mereka tidak dapat mengantisipasi dalam pembuatan keputusan, menuntut pencemar yang melanggar hukum, ataupun memimpin upaya pembersihan lokal.

Haus akan Keadilan: Transparansi dan Perjuangan Masyarakat Miskin untuk Air Bersih di Indonesia, Mongolia, dan Thailand menemukan bahwa, seperti banyak di negara Asia, pemerintah Indonesia, Mongolia, dan Thailand tidak memberitahukan publik secara efektif tentang apakah air yang mereka gunakan untuk minum, mandi, bertani, dan memancing, tercemar atau berbahaya. Laporan The Access Initiative (TAI) menemukan bahwa terlepas dari undang-undang transparansi yang kuat, pemerintah dari negara-negara ini membahayakan masyarakat termiskin dengan tidak menyediakan informasi pencemaran air yang mereka butuhkan.

Bekerjasama dengan mitra TAI, para penulis laporan menggunakan analisis hukum untuk mengidentifikasi apa saja informasi pencemarah yang pemerintah harus keluarkan ke publik. Lalu, mereka mengevaluasi laporan-laporan lingkungan, portal pengawasan kualitas air, dan basis data serta dokumen lain untuk menilai ketersediaan informasi tersebut dalam pelaksanaannya. Mereka juga menelusuri 174 permintaan informasi dari masyarakat terdampak untuk mengerti tantangan yang mereka hadapi ketika mereka ingin menjangkau informasi pencemaran air. Analisis tersebut menunjukkan bahwa walaupun pemerintah telah mensahkan hukum yang melindungi hak masyarakat untuk mendapat informasi lingkungan dan mandat untuk pembukaan data tersebut, para pejabat pemerintah masih belum berhasil untuk menyediakan informasi yang harus dikeluarkan.

Temuan Utama

  • Pesatnya pembangunan ekonomi di banyak negara berkembang telah meningkatkan jumlah bahan pencemar yang memasuki aliran air di seluruh dunia, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi masyarakat miskin yang hidup ketergantungan pada air demi kesejahteraan mereka dalam hal kesehatan dan ekonomi.

  • Laporan ini menelusuri tantangan yang dihadapi masyarakat miskin di indonesia, Thailand dan Mongolia tatkala mereka berjuang memperoleh informasi mengenai polusi dan mengkaji berbagai peraturan dan cara yang dapat ditempuh di setiap negara, yang mengatur pengungkapan informasi tentang pencemaran lingkungan.

  • Temuan yang kami dapatkan menunjukkan belum tersedianya informasi spesifik yang masyarakat kehendaki mengenai perusahaan setempat. Walaupun peraturan perundang- undangan secara keseluruhan jelas-jelas mewajibkan pengungkapan informasi lingkungan, lemahnya implementasi dan rumitnya mekanisme yang ada menghalangi akses masyarakat mendapatkan informasi yang mereka kehendaki.

  • Untuk menanggapi tantangan ini, pemerintah indonesia, Thailand dan Mongolia dapat meningkatkan implementasi peraturan yang ada dan mengembangkan sistem terpusat untuk pengungkapan informasi, baik dalam bentuk daring (online) maupun luring (o line) yang dapat diakses secara lokal.

  • Donor harus mendukung upaya masyarakat dalam memperoleh dan menggunakan informasi, sedangkan kelompok masyarakat sipil dapat membantu meningkatkan kapasitas masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi dalam forum pengambilan keputusan mengenai tata kelola air.

Ringkasan Utama

Fasilitas industri menghasilkan 400 juta ton polutan berbahaya ke aliran air di seluruh dunia setiap tahunnya. Namun, kerahasiaan tentang jumlah dan jenis bahan kimia dari pencemar yang perusahaan keluarkan masih menjadi normal, khususnya di Asia. Air yang tercemar mengancam komunitas termiskin di kawasan yang masih bergantung pada sumber air lokal untuk kehidupan dan penghidupan. Tanpa akses ke informasi polutan air, mereka tidak dapat menentukan apakah air mereka aman untuk diminum, untuk memancing, atau untuk diberikan kepada hewan peliharaan mereka. Mereka tidak dapat mengantisipasi dalam pembuatan keputusan, menuntut pencemar yang melanggar hukum, ataupun memimpin upaya pembersihan lokal.

Haus akan Keadilan: Transparansi dan Perjuangan Masyarakat Miskin untuk Air Bersih di Indonesia, Mongolia, dan Thailand menemukan bahwa, seperti banyak di negara Asia, pemerintah Indonesia, Mongolia, dan Thailand tidak memberitahukan publik secara efektif tentang apakah air yang mereka gunakan untuk minum, mandi, bertani, dan memancing, tercemar atau berbahaya. Laporan The Access Initiative (TAI) menemukan bahwa terlepas dari undang-undang transparansi yang kuat, pemerintah dari negara-negara ini membahayakan masyarakat termiskin dengan tidak menyediakan informasi pencemaran air yang mereka butuhkan.

Bekerjasama dengan mitra TAI, para penulis laporan menggunakan analisis hukum untuk mengidentifikasi apa saja informasi pencemarah yang pemerintah harus keluarkan ke publik. Lalu, mereka mengevaluasi laporan-laporan lingkungan, portal pengawasan kualitas air, dan basis data serta dokumen lain untuk menilai ketersediaan informasi tersebut dalam pelaksanaannya. Mereka juga menelusuri 174 permintaan informasi dari masyarakat terdampak untuk mengerti tantangan yang mereka hadapi ketika mereka ingin menjangkau informasi pencemaran air. Analisis tersebut menunjukkan bahwa walaupun pemerintah telah mensahkan hukum yang melindungi hak masyarakat untuk mendapat informasi lingkungan dan mandat untuk pembukaan data tersebut, para pejabat pemerintah masih belum berhasil untuk menyediakan informasi yang harus dikeluarkan.