The U.N.'s new development roadmap must tackle the pressing economic and environmental challenges we face. Photo credit: Gates Foundation/Flickr
The U.N.'s new development roadmap must tackle the pressing economic and environmental challenges we face. Photo credit: Gates Foundation/Flickr

Postingan ini ditulis bersama dengan Vinod Thomas, Direktur Jenderal Evaluasi Independen di Asian Development Bank.

Bisakah kemiskinan ekstrem dihilangkan 20 tahun ke depan? Dengan banyak negara di dunia masih terperosok dalam perkonomian yang terpuruk, pertanyaan tersebut sepertinya muncul di waktu yang salah. Meskipun demikian, seiring dengan kedatangan para kepala negara di New York pada hari Senin untuk menghadiri Sidang Umum ke-67 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), target tersebut harus berada di puncak agenda.

Ada dua alasan menarik mengapa para pemimpin dunia harus menggenggam momen ini. Pertama, momen ini adalah peluang penting untuk menciptakan kemajuan yang sulit dimenangkan dalam pengurangan kemiskinan selama dua dekade belakangan. Dengan adanya Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang dipimpin oleh PBB sebagai kekuatan penggalang, jumlah masyarakat yang hidup dibawah $1,25 per hari telah berkurang sebanyak 43 persen pada tahun 1990 menjadi 22 persen pada tahun 2008. Namun, ada lebih banyak yang masih perlu untuk dilakukan. Kedua, merupakan hal yang sangat mendesak untuk memikirkan ulang pembangunan global dengan bercermin pada dan merespon dunia yang sudah mengalami perubahan besar. Tantangan mendesak di bidang ekonomi dan lingkungan yang kita hadapi menuntut solusi baru yang memperhitungkan akar dari permasalahan-permasalahan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon baru saja mendirikan panel tingkat tinggi untuk agenda pembangunan pasca 2015. Beliau baru saja menunjuk Homi Kharas, Senior Fellow dan Deputi Direktur Program Ekonomi dan Pembangunan Global di Brokings Institution, sebagai penulis utama dan direktur eksekutif panel tersebut. Kharas akan bergabung sebagai ketua bersama dengan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Indonesia, dan Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia – untuk menghasilkan kerangka pembangunan global yang baru untuk diluncurkan pada saat Sidang Umum.

Rencana pembangunan yang baru ini harus mengatasi perubahan karakteristik kemiskinan, dan agenda-agenda besar yang belum terselesaikan sebelumnya. Sementara tingkat kemiskinan sudah berkurang, 1,3 miliar penduduk di negara berkembang terus hidup di bawah $1,25 per hari. Banyak dari mereka yang menderita dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah, terutama kelangkaan air, hilangnya hutan, dan perubahan iklim. Selain itu, kesenjangan antara kaya dan miskin terus meningkat sejauh ini di banyak negara dalam beberapa tahun belakangan.

Sembari pemerintah melakukan survey lanskap yang telah berubah ini, satu pertanyaan yang muncul adalah apakah dapat sekadar memperluas sasaran dan memperpanjang waktu untuk MDG yang ada saat ini, yang akan berakhir pada tahun 2015. Kami merasa bahwa hal tersebut merupakan kesalahan. Dunia kita yang telah berubah menuntut pendekatan yang, pada intinya, melihat hubungan antara kemiskinan dan lingkungan, dan menawarkan peluang yang menguntungkan semua orang – saat ini dan di masa depan.

Pendekatan yang baru perlu dibangun atas MDG melalui tiga cara:

  1. Pertama, harus menargetkan kelestarian lingkungan dan sosial. Pertumbuhan ekonomi telah dihasilkan melalui penyerapan sumber daya planet dengan laju yang tidak lestari. Sekitar 1,2 miliar orang hidup di wilayah dengan sumber air yang terbatas. Lebih dari 1 miliar orang, termasuk beberapa orang termiskin di dunia, bergantung pada hutan untuk bertahan hidup. Namun, tingginya laju deforestasi, yang seringkali didorong oleh industri pertanian, mengancam mata pencaharian mereka. Dari Cina dan Thailand sampai dengan Rusia dan Amerika Serikat, peristiwa cuaca dan iklim ekstrem menciptakan musimah bagi kehidupan dan mata pencaharian manusia. Dalam situasi yang demikian, kita jelas tidak akan bisa memecahkan masalah kemiskinan, kecuali jika kelangsungan sumber daya dijadikan sebagai pusat agenda.

  2. Kedua, inilah saatnya untuk meningkatkan kesetaraan sebagai sasaran global. Ketimpangan pendapatan membatasi tingkat pengurangan kemiskinan yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi, sebagaimana terlihat di negara-negara berkembang, seperti India, dan negara-negara maju, seperti Amerika Serikat. Berbagai kebijakan yang semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin – seperti pajak regresif dan subsidi – tidak hanya meningkatkan kemiskinan, namun menghasilkan keresahan sosial dan politik, yang semakin menghambat pertumbuhan. Disisi lain, semakin setara suatu masyarakat, semakin besar kontribusi warga negara dengan pendapatan kecil terhadap pembangunan dan semakin luas sumber-sumber untuk mengembangkan perekonomian.

  3. Ketiga, target-target baru harus menganut prinsip universal. MDG sangat fokus terhadap negara-negara berkembang. Sementara, tantangan-tantangan yang berkembang terkait pembangunan global – seperti perubahan iklim, kesehatan masyarakat, dan berkurangnya sumber daya – memerlukan solusi global yang meliputi negara-negara maju dan berkembang. Sasaran universal juga akan membantu menghalau kekhawatiran negara-negara berkembang bahwa beban untuk bertindak akan secara tidak proporsional atau tidak adil jatuh pada mereka. Selain itu, tingkat kemiskinan yang tinggi tidak hanya terjadi di banyak negara berkembang, namun juga di negara-negara maju, terutama di Amerika Serikat.

Kepala negara di konferensi tingkat tinggi Rio +20 telah menciptakan awal yang baik. Mereka sepakat untuk melampaui MDG dan meraih Target Pembangunan Berkelanjutan (SDG) sebagai sarana yang menanamkan kelestarian, kesetaraan, dan universalitas dalam pertarungannya melawan kemiskinan global. Namun, untuk mencapai kesuksesan, agenda pembangunan perlu menjangkau luar pemerintah dan lembaga-lembaga bantuan. Agenda tersebut perlu melibatkan sektor swasta dan memobilisasi masyarakat global.

Sidang Umum PBB dan panel tingkat-tinggi yang baru ditunjuk harus mengambil langkah yang selanjutnya dalam mengubah konsep yang menjanjikan ini menjadi kenyataan. Rapat Sidang Umum PBB akan menjadi tempat yang sangat baik untuk mengawali hal ini.

Versi lain dari tulisan ini juga diterbitkan di The Jakarta Post. Manish Bapna menulis artikel mengenai Tujuan Pembangunan Milenium untuk Alam.