Ketika semua negara dalam Perjanjian Paris telah bersepakat untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5˚C-2˚C, ada pertanyaan besar yang masih belum terjawab: Bagaimana dunia dapat mencapai target tersebut? Dan apa yang akan terjadi bila target tersebut tidak tercapai?

Para peneliti iklim terkemuka di dunia yang tergabung dalam Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan banyak pertanyaan lainnya dalam sebuah laporan yang mereka terbitkan hari ini. Hampir 100 ilmuwan menganalisis bagaimana suhu bumi dapat membatasi kenaikan suhu di bawah angka 1,5˚C, sekaligus dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan suhu tersebut.

Berikut ini adalah delapan temuan mereka:

1. Untuk membatasi kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C diperlukan transformasi besar secepatnya.

Pada tahun 2016, emisi global mencapai sekitar 52 GtCO2e dan diproyeksikan akan mencapai 52-58 GtCO2e pada tahun 2030. Untuk membatasi kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C (tanpa atau sedikit melampaui target), separuh dari total emisi tahunan perlu dikurangi pada tahun 2030 (rata-rata 25-30 GtCO2e/tahun). Walaupun secara teknis kenaikan suhu di tingkat 1.5˚C dapat dengan mudah dihindari, diperlukan perubahan perilaku dan teknologi secara menyeluruh untuk mencapai pengurangan emisi tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2050, energi terbarukan diproyeksikan dapat memenuhi 70-85 persen kebutuhan listrik sebagai langkah menuju target batas kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C. Langkah efisiensi energi dan peralihan bahan bakar begitu penting untuk sektor transportasi. Selain itu, penurunan kebutuhan energi dan peningkatan efisiensi produksi pangan serta perubahan pola makan dan pengurangan kehilangan dan limbah pangan juga sangat berpotensi untuk mengurangi emisi.

Laporan IPCC juga mengungkapkan berbagai manfaat dari aksi penanggulangan perubahan iklim yang ambisius bagi kesejahteraan dan stabilitas ekonomi – seperti terbukanya lapangan kerja, peningkatan akses terhadap energi, transportasi berkelanjutan, serta perbaikan kesehatan. Namun apabila kebijakan ini tidak dirancang dengan baik, tentu ada harga yang harus dibayar. Meski tidak tercantum dalam laporan IPCC, analisis baru dari New Climate Economy menemukan bahwa aksi iklim yang ambisius dapat menghasilkan manfaat ekonomi sebesar US$26 trilun pada tahun 2030 (dibandingkan jika tidak ada perubahan) sekaligus membuka lebih dari 65 juta lapangan kerja dan mencegah lebih dari 700.000 kematian dini yang disebabkan oleh polusi udara pada tahun 2030.

2. Kita membutuhkan transisi rendah karbon dalam skala yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Meskipun kita telah melihat banyak contoh perubahan pesat teknologi atau sektor tertentu, perubahan tersebut belum mencapai level yang diperlukan untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5˚C. Dengan kata lain, belum pernah terjadi perubahan secepat dan seluas yang diperlukan, apalagi mengingat perubahan ini harus menjangkau sektor energi, lahan, industri, sistem perkotaan dan lainnya serta semua bentuk teknologi dan geografi.

Dalam mewujudkan perubahan penting ini, diperlukan tambahan investasi teknologi dan efisiensi rendah karbon yang signifikan. Laporan IPCC menyatakan bahwa untuk menjaga kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C, investasi teknologi energi rendah karbon dan efisiensi energi juga harus ditingkatkan pada 2050, setidaknya lima kali lipat dari investasi pada tahun 2015.

3. Pengertian “membatasi kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C” beragam–dengan hasil yang juga beragam.

Mayoritas skenario modelling (81 dari 90) untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5˚C menunjukkan bahwa suhu bumi akan melewati batas tersebut sebelum kembali turun. Skenario yang melewati batas tersebut memiliki hasil yang sangat berbeda dibandingkan dengan skenario yang tidak melewati batas 1,5˚C. Contohnya adalah dampak pemanasan terhadap ekosistem yang rentan: Jika suhu jauh melampaui batas 1,5˚C selama beberapa tahun, kita akan merasakan dampak yang tidak akan dapat diperbaiki meskipun suhu berhasil diturunkan kembali ke tingkat 1,5˚C, seperti kepunahan spesies.

Dampak kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C juga bergantung pada aktivitas pengurangan emisi yang dipilih. Sebagai contoh, pengurangan karbon hitam secara pesat dapat membantu menghentikan hilangnya salju dan es di Arktik.

Selain itu, perlu diingat bahwa target 1,5˚C adalah target suhu rata-rata global. Kenaikan suhu dan dampaknya di satu lokasi mungkin saja berbeda dengan lokasi lainnya.

4. Batas kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C belum menjamin keamanan semua manusia…

Laporan IPCC menyatakan bahwa kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C sebenarnya sudah menghasilkan dampak iklim yang signifikan, khususnya bagi dataran rendah, kesehatan manusia dan lautan. Dampak paling besar akan dirasakan oleh masyarakat miskin dan rentan karena hilangnya mata pencarian, kurangnya pangan, hilangnya tempat tinggal, masalah kesehatan dan masih banyak lagi.

5. …tetapi risiko yang dihadapi dengan kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan di tingkat 2˚C.

Karena Perjanjian Paris mensyaratkan negara-negara untuk “membatasi kenaikan suhu di bawah 2˚C dan berupaya untuk membatasinya di bawah 1,5˚C,” laporan IPCC mencoba memetakan seberapa besar risiko yang ditimbulkan oleh kenaikan suhu sebesar 2˚C dibandingkan 1,5˚C. Contohnya, dalam laporan tersebut disebutkan bahwa dengan kenaikan suhu sebesar 1,5˚C, satu musim panas tanpa lautan es setiap 100 tahun dapat terjadi; sementara dengan kenaikan suhu sebesar 2˚C, frekuensinya bisa meningkat drastis, setidaknya sekali setiap 10 tahun. (Baca lebih lanjut di blog kami untuk melihat perbandingan dampak yang ditimbulkan dari kenaikan suhu sebesar 1,5˚C dan 2˚C.)

6. Emisi nol-bersih harus dicapai pada sekitar pertengahan abad.

Selain pemangkasan emisi besar-besaran selama satu dekade ke depan, rata-rata emisi CO2 bersih harus dikurangi hingga mencapai nol pada pertengahan abad. Jika emisi nol-bersih ini dapat dicapai satu dekade lebih cepat, yakni pada tahun 2040–kurang dari 15 tahun–peluang untuk menjaga kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C jauh lebih besar. Jika pemangkasan emisi dapat dilakukan lebih cepat sebelum 2030 hingga mencapai kenaikan suhu yang lebih rendah, tantangan yang harus dihadapi akan lebih ringan.

Semua polutan yang mengakibatkan perubahan iklim harus ditanggulangi. Laporan ini juga menyebutkan peran penting polutan iklim berumur pendek yang berdampak besar, seperti gas metana dan hidrofluorokarbon (HFC). Sementara karbon dioksida menjadi penyebab utama pemanasan global dalam jangka panjang, pengurangan polutan lain dapat berkontribusi terhadap pencapaian target 1,5˚C dalam jangka pendek, di samping beberapa manfaat penting lainnya, seperti mengurangi polusi udara.

7. Semua langkah pengurangan emisi menuju target 1,5˚C memerlukan penyerapan karbon pada tingkat tertentu.

Laporan ini dengan jelas menunjukkan bahwa kita tidak hanya perlu fokus pada upaya pengurangan emisi, tetapi juga pada upaya penyerapan dan penyimpanan karbon dari atmosfer. Penyerapan karbon sangat penting dalam upaya mencapai emisi nol bersih sekaligus menghasilkan emisi negatif bersih untuk mengimbangi kenaikan suhu lebih dari 1,5˚C. Semua langkah yang diteliti dalam laporan ini bergantung pada penyerapan karbon di tingkat tertentu, meskipun tingkatannya berbeda-beda (berkisar antara 100-1.000 GtCO2 selama abad ke-21 untuk skenario tanpa atau sedikit melampaui batas). Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa tidak ada bukti bahwa penyerapan karbon pada skala tersebut dapat dilakukan, sehingga kemampuan kita untuk menjaga kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C masih menjadi pertanyaan. Dalam laporan yang sama, IPCC juga menjelaskan bahwa peluang dan keberlanjutan penyerapan karbon dapat ditingkatkan jika kita mencoba berbagai pendekatan penyerapan karbon.

8. Semua pihak–negara, kota, sektor swasta, individu–perlu memperkuat aksi mereka segera.

Tanpa perubahan perilaku masyarakat dan implementasi pemangkasan emisi dalam skala besar secara pesat, membatasi kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C sambil tetap melanjutkan pembangunan berkelanjutan akan sangat sulit, bahkan mungkin mustahil. Meskipun negara-negara berhasil mencapai target iklim nasional mereka masing-masing dan berhasil memangkas emisi dalam jumlah besar setelah tahun 2030, kemungkinan besar kenaikan suhu akan tetap melampaui 1,5˚C. Apalagi mengingat sederet tantangan yang harus dihadapi dalam upaya pengurangan emisi ke tingkat nol bersih dalam waktu kurang dari 15 tahun. Untuk itu, semua negara dan pihak di luar pemerintah harus secepatnya meningkatkan kontribusi mereka. Keputusan COP di Paris meminta negara-negara untuk menyampaikan komitmen aksi iklim mereka selanjutnya pada tahun 2020. Ini merupakan kesempatan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Pada penyelenggaraan Global Climate Action Summit bulan lalu, para pimpinan dari berbagai negara, wilayah, kota, bisnis dan masyarakat sipil menekankan pesan yang sama dengan mengajak negara-negara lain untuk “meningkatkan ambisi” dan berkomitmen untuk memperkuat rencana aksi iklim nasional selama konferensi iklim PBB yang akan berlangsung bulan Desember mendatang di Katowice, Polandia.

Mengubah Bukti menjadi Aksi

Tidak perlu ditutup-tutupi bahwa menjaga kenaikan suhu di tingkat 1,5˚C merupakan hal yang sulit. Sangat sulit. Namun, di dalam laporan IPCC juga telah dijelaskan bahwa kita memiliki pemahaman ilmiah, kapasitas teknologi dan sumber dana yang cukup untuk mengatasi perubahan iklim. Sekarang yang kita perlukan adalah kemauan politis untuk mewujudkan aksi bersama yang dibutuhkan dan belum pernah dilakukan sebelumnya dalam rangka menstabilkan kenaikan suhu di bawah 1,5˚C.

Aksi iklim yang ambisius akan menghasilkan manfaat ekonomi dan pembangunan yang signifikan. Yang lebih penting, menjaga pemanasan global di tingkat 1,5˚C adalah hal yang mendesak. Bila kita melampaui batas kenaikan suhu 1,5˚C, dampak iklim yang ditimbulkan akan menjadi sebuah bencana besar hingga bumi kita akan benar-benar berubah. Pemerintah, bisnis dan semua pihak telah memperoleh data-data yang mereka butuhkan. Kini, saatnya mereka mengambil langkah yang diperlukan.