Clean Air Catalyst (Catalyst) adalah kemitraan global yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional AS yang dipimpin oleh WRI Indonesia. Kemitraan ini mendukung upaya pemerintah provinsi Daerah Khusus Jakarta untuk meningkatkan kualitas udara melalui kerja sama antar pemangku kepentingan serta kebijakan berbasis data untuk mengidentifikasi solusi terhadap sumber-sumber utama polusi udara di Jakarta. Catalyst juga melakukan analisis data secara teratur dari hasil pemantauan kualitas udara untuk memahami pola polusi udara di Jakarta dan menentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi polusi. Hasil analisis tersebut akan dipublikasikan melalui serangkaian artikel di bawah #KenaliKualitasUdaraJakarta. 

Sebelum menyelami data, berikut adalah ringkasan mengenai tujuan dan pendekatan kegiatan pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh Catalyst. 

Mengapa Catalyst Berfokus Pada Peningkatan Pengetahuan Sumber Polusi Udara di Jakarta?

Catalyst mengumpulkan informasi terkait kualitas udara untuk mempelajari dan memahami kualitas udara ambien, yaitu udara yang kita hirup di permukaan bumi dan dapat memengaruhi kesehatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kecenderungan dan pola tingkat polusi udara, menentukan polutan mana yang paling dominan, menilai dampak aktivitas manusia dan faktor-faktor alamiah (seperti suhu, kelembaban relatif, arah dan kecepatan angin) pada kualitas udara. Analisis tersebut kemudian menghasilkan rekomendasi solusi untuk meningkatkan kualitas udara.

Polutan Apa yang Sedang Dipantau?

Kualitas udara ditentukan berdasarkan kadar zat-zat beracun di udara, yang juga biasa disebut sebagai "parameter pencemar", yaitu partikulat (PM10 dan PM2.5), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), ozon (O3), dan timbal (Pb).

Stasiun pemantauan Catalyst difokuskan pada pengukuran PM2.5, partikel kecil di udara yang ukurannya kurang dari 2.5 mikron, yang memiliki dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.  Air Quality Life Index (AQLI) memperkirakan bahwa 10,7 juta penduduk di kota Jakarta dan wilayah sekitarnya berpotensi kehilangan angka harapan hidup sebesar 2,4 tahun karena paparan partikel halus PM2.5. Selain itu, parameter tersebut juga memiliki keterkaitan dengan penyakit kardiovaskular, infeksi pernapasan kronis, stunting pada masa kanak-kanak, dan kelahiran prematur (Global Burden of Disease 2021).

Polusi PM2.5 berasal dari berbagai sumber seperti transportasi, cerobong asap, kegiatan konstruksi, debu jalanan, pembakaran terbuka, kegiatan memasak, dan kegiatan pertanian. Data konsentrasi dan perkembangan PM2.5 di Jakarta, dikombinasikan dengan studi source apportionment dan inventarisasi emisi, akan memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tantangan polusi udara, menentukan sumbernya, dan memandu pengembangan solusi yang efektif.

Beberapa lokasi instrumen pemantauan udara Catalyst juga mengukur Black Carbon, suatu bentuk partikel jelaga yang dihasilkan dari mesin kendaraan, pembangkit listrik tenaga batu bara, dan sumber lain yang membakar bahan bakar fosil atau biomassa. Parameter ini banyak ditemukan di daerah dengan kondisi lalu lintas yang padat serta memiliki keterkaitan dengan peningkatan masalah pernapasan. Black Carbon juga terkait dengan perubahan iklim karena kemampuannya untuk menyerap gelombang inframerah, menjadikannya polutan iklim berumur pendek. Salah satu tujuan Catalyst dalam pengurangan polusi udara adalah untuk mengurangi dampak negatif terhadap iklim dan analisis Black Carbon menjadi salah satu cara bagi kita untuk mencapai hal tersebut serta untuk meningkatkan upaya mitigasi perubahan iklim.

Selain itu, lokasi pemantauan juga dilengkapi dengan instrumen pengukur parameter meteorologi seperti kecepatan angin, arah angin, suhu, kelembaban, dan tekanan barometrik. Data ini dapat berguna dalam penentuan potensi lokasi sumber polusi serta pengaruh cuaca terhadap kualitas udara. 

Metode Pemantauan Apa yang Digunakan?

Secara umum terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur komposisi dan jumlah pencemar di udara:

Metode tingkat referensi (Reference-Grade) adalah pengukuran dengan akurasi yang sudah diakui. Menurut US EPA, metode ini dianggap sebagai "standar emas" sistem pemantauan kualitas udara. Meskipun monitor Reference-Grade diakui tingkat akurasinya, peralatan ini membutuhkan operator terlatih dan memiliki biaya yang cukup mahal. 

Metode indikatif adalah alternatif yang lebih terjangkau dan mudah digunakan yang menggunakan sensor berbiaya rendah. Namun, teknologi ini memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah dan memerlukan kalibrasi ekstensif dengan instrumen Reference-Grade untuk memastikan tingkat akurasinya.

Studi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jakarta, menetapkan bahwa Jakarta membutuhkan setidaknya 25 stasiun pemantauan tingkat referensi untuk mengelola dan mengatur kualitas udara, serta tambahan pemantauan pelengkap melalui jaringan sensor berbiaya rendah. Pada tahun 2023, Catalyst memasang peralatan baru di beberapa wilayah kota, sehingga jumlah total stasiun menjadi 12, atau sekitar setengah dari jangkauan yang direkomendasikan.

Di Mana Lokasi Monitor Catalyst?  

Instrumen pemantauan kualitas udara Catalyst ditempatkan di tujuh lokasi di seluruh Jakarta, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

 

Instrumen CAC

 

Tiga stasiun baru dibangun di lokasi-lokasi berikut:

1. Lokasi Pemantauan Kembangan Selatan (CAC1), terletak di atap Gedung Kantor Wali Kota Jakarta Barat di kawasan bisnis dan pemukiman. Lokasi ini dipilih karena masyarakat di daerah sekitarnya dilaporkan mengalami sejumlah penyakit pernapasan dan untuk mendapatkan wawasan tentang polutan lintas batas yang berasal dari Barat, dengan mengukur tingkat PM2.5 serta parameter meteorologi. 

2. Lokasi Pemantauan Pulo Gebang (CAC2), terletak di atap Gedung Kantor Wali Kota Jakarta Timur, yang merupakan kawasan pemukiman pinggiran kota yang dekat dengan kawasan industri dan berbatasan dengan wilayah Bekasi di bagian timur. Situs ini dipilih untuk mendapatkan wawasan tentang polutan lintas batas yang berasal dari timur dengan mengukur konsentrasi PM2.5 dan Black Carbon serta parameter meteorologi. Stasiun "super-site" ini juga memiliki alat pemantauan tambahan untuk studi source apportionment.

3. Lokasi Pemantauan Marunda (CAC3), yang terletak di lantai 5 Klaster D Rusunawa Marunda berada di kawasan industri dan pesisir yang sebelumnya tidak memiliki alat pemantauan kualitas udara. Masyarakat di daerah ini terpapar pencemar udara yang berasal dari pelabuhan terdekat di sisi utara Jakarta, dikombinasikan dengan aerosol garam laut yang dapat memperburuk polusi udara. PM2.5 dan instrumen meteorologi juga dipasang di lokasi ini.

Selain itu, Catalyst juga meningkatkan kapasitas stasiun pemantau kualitas udaramilik Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jakarta dengan memasang instrumen pengukuran Black Carbon di empat lokasi, yaitu wilayah Timur, Barat, Selatan, dan Utara.

 

CAC instrumen

(C 12 Monitor Karbon Hitam)

 

Bagaimana Polusi Ditentukan Di Indonesia?

Konsentrasi polutan di udara dievaluasi berdasarkan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA),  yaitu nilai ambang batas yang jika terlampaui dapat dikategorikan sebagai polusi udara. Pada tahun 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat revisi terhadap pedoman kualitas udaranya, yang merupakan pembaruan substansial pertama dalam 15 tahun terakhir. Rekomendasi yang direvisi ini selaras dengan fakta bahwa tidak ada tingkat polusi udara yang benar-benar aman bagi kesehatan manusia. Berdasarkan pembaruan tersebut, konsentrasi tahunan rata-rata PM2.5 yang direkomendasikan adalah 5 μg/m³, jauh lebih ketat dibandingkan BMUA Indonesia yang sekarang berlaku, yaitu 15 μg/m³ (Setara dengan target interim 3 WHO).

Pemerintah Indonesia menerjemahkan konsentrasi (jumlah polutan aktual di udara) ke dalam Indeks Standar Polutan Udara (ISPU) Indonesia. 

 

(Sumber berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara, Udara.Jakarta.go.id dan rekomendasi aktivitas yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Jakarta sesuai dengan PERMEN LHK No 14/2020)

(Sumber berdasarkan Indeks Standar Polusi Udara, Udara.Jakarta.go.id dan rekomendasi kegiatan yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta)

Selama tahun 2023, rata-rata tahunan konsentrasi polutan seperti  PM2.5 dan ozon (O3) jauh melebihi BMUA (39,6 μg/m³ untuk PM2.5 dan 93 μg/m³ untuk O3), dua kali lipat lebih tinggi dari BMUA. Berdasarkan ISPU, sebagian besar hari diklasifikasikan sebagai "Sedang" atau "Tidak Sehat." Selama musim kemarau 2023, karena kombinasi cuaca dan kondisi polusi, Jakarta menduduki puncak daftar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Mendorong Aksi Udara Bersih dengan Pemantauan Kualitas Udara

Data yang dikumpulkan oleh pemantau kualitas udara Catalyst memberikan wawasan penting tentang pola polusi di seluruh Jakarta. Dengan menganalisis konsentrasi polutan bulanan dan harian seperti PM2.5, Catalyst membantu mengidentifikasi kecenderungan dan menentukan sumber polusi paling signifikan di berbagai area. Analisis ini memungkinkan otoritas lokal dan pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang tepat mengenai intervensi yang paling diperlukan untuk mengurangi polusi. 

Selain itu, dengan secara teratur membagikan wawasan ini melalui seri #KenaliKualitasUdaraJakarta, Catalyst berfokus pada peningkatan kesadaran publik tentang dampak kesehatan dari polusi udara, dan memberdayakan masyarakat untuk mendukung inisiatif udara bersih. Data tersebut juga akan berperan penting dalam mengevaluasi keberhasilan intervensi dari waktu ke waktu, membantu menyempurnakan strategi untuk memastikan usaha peningkatan kualitas udara Jakarta terus berjalan.