Agricultural development is the largest driver of deforestation in Indonesia. Photo by Achmad Rabin Taim/Wikimedia Commons.

Indonesia memiliki dua target besar untuk tahun 2020 yang mungkin terlihat bertentangan: Mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak setidaknya 26 persen, dan mendorong produksi beberapa komoditas pertanian utama, termasuk melipatgandakan produksi kelapa sawit. Karena pertanian merupakan satu-satunya faktor pendorong terbesar deforestasi secara global dan di Indonesia, banyak yang bertanya: Bagaimana Indonesia melakukannya?

Sebuah studi baru dari Duke University dan WRI menjawab pertanyaan tersebut. Studi tersebut menemukan bahwa di wilayah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, perlindungan terhadap hutan yang sangat bernilai dan mengurangi emisi sebanyak 35 persen dengan hanya sedikit mengurangi keuntungan merupakan hal yang bisa dicapai.

Memilih Masa Depan: 5 Kebijakan untuk Kelapa Sawit Kalimantan

Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dimana pulau Kalimantan menampung sekitar sepertiga perkebunan kelapa sawit. Produksi kelapa sawit di Kalimantan diperkirakan telah berkontribusi terhadap 3 – 12 persen emisi GRK nasional pada tahun 2000 – 2010, sehingga intervensi-intervensi yang dilakukan di wilayah tersebut bisa berkontribusi secara signifikan terhadap target nasional penurunan Gas Rumah Kaca (GRK).

Data

Studi tersebut membandingkan dampak-dampak emisi pada lima opsi kebijakan perluasan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan pada tahun 2010 – 2020 terhadap data baseline business-as-usual. Studi tersebut juga memperkirakan efektivitas biaya untuk masing-masing opsi dengan mengukur dampak-dampak yang muncul terkait dengan keuntungan (lihat Tabel). Temuan dari studi tersebut menunjukkan bahwa Kalimantan bisa mencapai pengurangan GRK yang signifikan dengan pengurangan laba yang hanya sedikit sampai dengan sedang, sehingga hal ini mendukung pembuktian yang terus berkembang bahwa kepentingan bisnis dan lingkungan bisa sejajar.

Data

Hitungan perkiraan menunjukkan bahwa melindungi seluruh lahan gambut yang kaya karbon, beserta hutan primer dan sekunder dari ekspansi pertanian – skenario kebijakan “perlindungan mutlak terhadap gambut dan hutan primer/sekunder” – bisa menjadi langkah yang paling hemat biaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan industri. Langkah ini bisa mengurangi emisi GRK sebanyak 35 persen, dan hanya akan mengurangi laba sebanyak 4 persen. Hal ini juga akan mempertahankan lahan seluas 18,1 juta hektar (44,7 juta akre) tersedia bagi ekspansi kelapa sawit – cukup untuk mengakomodasi 9 juta hektar (22 juta akre) sesuai dengan perizinan yang ada dan menyediakan ruang untuk ekspansi lebih luas.

Bagaimana Kalimantan bisa Berhasil dalam Skenario Win-Win?

Pemerintah Indonesia sudah bergerak ke arah yang tepat dengan melakukan perpanjangan moratorium selama dua tahun terakhir untuk mencegah konsesi baru di hutan primer dan lahan gambut. Analisis sebelumnya memperkirakan bahwa moratorium tersebut bisa mengurangi emisi Indonesia sebanyak 1-2,5 persen selama empat tahun ke depan, dan akan mendorong pengurangan emisi yang lebih banyak lagi semakin lama diterapkan. Studi kami menunjukkan bahwa perpanjangan moratorium selama satu dekade bisa mencapai 9-10 persen penurunan emisi GRK dari industri kelapa sawit.

Perluasan moratorium juga akan melindungi hutan sekunder – hutan yang sudah tumbuh kembali setelah adanya gangguan yang signifikan seperti penebangan, kebakaran, atau serangan hama – dan hutan di dalam wilayah konsesi bisa tercakup dalam kebijakan “perlindungan sepenuhnya pada gambut dan hutan primer / sekunder” sebagaimana dijelaskan di atas. Hal ini juga akan menambahkan potensi pengurangan emisi GRK sebanyak lebih dari tiga kali lipat selama dekade yang sama, meskipun hanya membawa sedikit pengaruh terhadap pemasukan.

Pada saat yang sama, lebih dari 50 perusahaan multinasional telah berjanji untuk menghapuskan deforestasi dari rantai pasokan mereka. Menindaklanjuti komitmen-komitmen tersebut bisa membantu Indonesia mencapai skenario ini. Pemerintah Indonesia bisa mendukung janji bebas-deforestasi dengan mengizinkan perusahaan-perusahaan untuk mengesampingkan izin-izin yang sekarang berlokasi di hutan atau lahan gambut tanpa takut kehilangan izin-izin tersebut, atau menukarnya dengan lahan terdegradasi dan/atau memiliki stok karbon yang rendah.

Mengawinkan Laba dan Perlindungan

Ada lebih banyak bukti yang menunjukkan bahwa manfaat lingkungan dan ekonomi bisa dicapai bersama. Pada kenyataannya, reformasi tata guna lahan sebenarnya bisa memperkuat vitalitas jangka panjang industri kelapa sawit. Pada kasus Indonesia – dan terutama Kalimantan – melindungi hutan primer dan sekunder, dan lahan gambut seharusnya bisa menjadi prioritas utama untuk mencapai sasaran ganda nasional yaitu pengurangan emisi dan produktivitas pertanian.