Pengertian Kualitas Udara Jakarta: Tiga Analisis dari Paruh Pertama Tahun 2024
Blog ini menyajikan temuan utama dari analisis Catalyst terhadap data kualitas udara yang dikumpulkan selama paruh pertama tahun 2024, dari Januari hingga Juni. Melalui kombinasi teknik pemantauan dan analisis data, Catalyst menjelaskan pola-pola kritis, termasuk kenaikan tingkat PM2.5 selama musim kemarau dan tren hari-hari yang melebihi standar kualitas udara. Temuan ini sangat penting dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas udara Jakarta dan memandu upaya untuk mengurangi polusi bagi kesehatan dan kesejahteraan warganya.
Tim Catalyst menggunakan beberapa pendekatan analitis untuk memeriksa data yang dikumpulkan, termasuk rata-rata konsentrasi PM2.5 bulanan dan harian, perbandingan dengan Standar Kualitas Udara Ambien (NAAQS) Indonesia, dan visualisasi dalam diagram batang dan kalender untuk menyoroti pola yang signifikan. Analisis komprehensif ini berperan penting dalam memahami polusi udara di Jakarta dan mengembangkan intervensi yang ditargetkan untuk udara yang lebih bersih.
1.Peningkatan PM2.5 Selama Musim Kemarau
Konsentrasi PM2.5 di semua lokasi menunjukkan tren peningkatan selama transisi ke musim kemarau, yang biasanya terjadi antara Mei dan Oktober. Hal ini umumnya disebabkan oleh berkurangnya curah hujan. Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata dalam tiga bulan pertama berkisar antara 18 hingga 32 μg/m3, sedangkan pada bulan April hingga Juni, mencapai 36 hingga 57 μg/m3. Konsentrasi tertinggi terjadi pada bulan Mei, dengan tiga lokasi menunjukkan konsentrasi melebihi 50 μg/m3.
2.Meningkatnya Jumlah NAAQS yang Melebihi Hari Tidak Sehat di Jakarta Pada Periode Mei-Juni
Antara Mei dan Juni, Jakarta mengalami peningkatan polusi PM2.5 yang cukup signifikan, menyebabkan lebih banyak hari yang melebihi Standar Kualitas Udara Ambien Nasional (NAAQS) sebesar 55 μg/m³. Pada bulan Mei, lokasi pemantauan di Pulo Gebang mencatat 16 hari dengan konsentrasi PM2.5 melampaui BMUA, yang berarti bahwa lebih dari 50% hari dalam bulan tersebut memiliki kualitas udara yang tidak sehat.
Hasil pemantauan memang mengungkapkan tingkat PM2.5 yang tinggi secara konsisten sepanjang Mei dan Juni, dengan lonjakan signifikan tercatat pada minggu terakhir bulan April. Beberapa lokasi, termasuk Pulo Gebang, Marunda, dan Kebayoran Baru, mengalami puncak konsentrasi harian mencapai 70 μg/m³. Trenmengkhawatirkan ini berlanjut hingga Juni, dengan konsentrasi harian PM2.5 yang sebagian besar tetap di atas 30 μg/m³.
Akibat peningkatan konsentrasi PM2.5 selama periode Mei-Juni, jumlah hari yang dikategorikan sebagai "Tidak Sehat" berdasarkan Indeks Standar Polusi Udara (ISPU) meningkat signifikan sejak bulan Mei. Sementara beberapa hari di bulan-bulan sebelumnya masih diklasifikasikan sebagai "Baik", terutama di Kebon Sirih, hari-hari dengan kualitas udara baik menjadi semakin langka. Sebaliknya, hari-hari dengan kualitas udara yang tidak sehat meningkat tajam di seluruh lokasi pemantauan utama, kecuali Kebon Sirih.
3.Tidak Ada Perbedaan Signifikan Konsentrasi PM2.5 Antara Hari Kerja dan Akhir Pekan
Konsentrasi polusi PM2.5 tetap konsisten sepanjang minggu, tanpa perbedaan signifikan dalam antara hari kerja dan akhir pekan. Di Pulo Gebang, Marunda, dan Kebayoran Baru, konsentrasi berkisar antara 35-40 μg/m3, sedangkan di Kebon Sirih, berkisar antara 25-30 μg/m3. Memahami konsentrasi PM2.5 harian sangat penting untuk merumuskan rencana yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam menghadapi polusi udara. Rencana ini berfokus pada peningkatan kesadaran di antara orang-orang yang akan aktif pada hari itu, memungkinkan mereka untuk membekali diri dengan peralatan kesehatan yang memadai dan membuat pilihan yang tepat untuk mengurangi efek buruk dari polusi udara.
Variasi minimal dalam tingkat PM2.5 antara hari kerja dan akhir pekan menunjukkan bahwa sumber polusi konsisten sepanjang minggu. Ini menyoroti perlunya penyelidikan terperinci terhadap sumber emisi ini. Untuk mengatasi hal ini, tim Catalyst melakukan inventarisasi emisi dan analisis Source Apportionment untuk mengidentifikasi dan mengukur kontribusi dari berbagai sektor. Selain itu, Catalyst juga akan menganalisis bagaimana pola cuaca memengaruhi kualitas udara di Jakarta.
Memahami interaksi faktor-faktor ini sangat penting bagi semua pemangku kepentingan, termasuk publik. Dalam seri blog kami berikutnya, kami akan mengeksplorasi masalah ini lebih lanjut.
Nantikan edisi #KenaliUdaraJakarta berikutnya.