Sebagaimana banyak negara berkembang lainnya di dunia, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkembang seiring dengan lonjakan permintaan masyarakat akan transportasi. Mengingat sebagian besar kendaraan di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil, yang merupakan sumber emisi CO2, maka mencegah dampak ekstrem dari perubahan iklim menjadi suatu tantangan dalam menuju transisi rendah karbon. Indonesia telah berusaha untuk menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan emisi karbon selama beberapa tahun ini.  

Secara teoretis, pengurangan konsumsi energi transportasi jalan raya akan bergantung pada kombinasi antara kebijakan tata guna lahan yang efisien (untuk meminimalisir perjalanan) dan menyediakan pilihan mobilitas rendah karbon (berjalan kaki, bersepeda, serta menggunakan angkutan umum). Hal ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan, terutama jika kita melihat fakta transportasi jalan raya yang ada di Indonesia. Pertama, pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor berada pada tingkat rata-rata yang mengkhawatirkan, yaitu sebesar 8,3% per bulan. Kondisi ini disebabkan oleh faktor perekonomian yang lebih baik, sehingga mendorong peningkatan daya beli masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor pribadi. Adapun proporsi jenis kendaraan bermotor pribadi tertinggi adalah kendaraan roda dua, yang dapat menyebabkan tingkat kecelakaan dan kematian yang lebih tinggi. Kemudian, banyak kota di Indonesia memiliki pangsa angkutan umum yang rendah, yaitu sekitar 2-5%, dan mayoritas bukan angkutan massal. Pengecualian untuk Jakarta, di mana pangsa angkutan umumnya mencapai 10%. 

Subsektor transportasi jalan raya mengonsumsi sekitar 90% dari total energi yang digunakan oleh sektor transportasi. Dengan demikian, subsektor ini menjadi kontributor emisi terbesar di sektor transportasi. Sebagai bagian dari tiga besar penyumbang emisi dalam sektor energi, sektor transportasi berkontribusi sebesar 27% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia. Oleh karena itu, mentransformasikan sistem transportasi jalan raya agar sejalan dengan visi nol emisi merupakan tantangan besar yang harus dihadapi. Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang kuat untuk merealisasikan visi tersebut.  

Menyadari tantangan besar tersebut, pemerintah telah memberikan prioritas pada peningkatan kualitas mobilitas. Inisiatif ini bertujuan untuk memindahkan orang dan barang secara efisien, sekaligus memberikan manfaat tambahan berupa udara yang lebih bersih, masyarakat yang lebih sehat, dan kota yang lebih baik. Mengingat sifat sistem transportasi yang saling terhubung, mendorong perubahan dalam sistem ini tidak hanya akan memberikan dampak positif di dalamnya, tetapi juga menciptakan eksternalitas positif terhadap sektor lain, seperti pada sektor energi dan tata guna lahan. 

Jadi, apa yang dapat kita lakukan untuk mempersiapkan kebijakan transportasi menuju kondisi nol emisi di masa depan? Di sinilah inventarisasi emisi memegang peran penting.  

Inventarisasi emisi memiliki peran krusial dalam menghitung emisi dari subsektor transportasi jalan raya. Hal ini bermanfaat besar bagi para pembuat kebijakan transportasi dalam merumuskan langkah-langkah kebijakan yang efektif dan konkret. Mengingat belum adanya peraturan formal dan standar terkait perhitungan emisi dari sektor transportasi di Indonesia, WRI Indonesia berkomitmen untuk mendukung pengembangan kerangka kerja inventarisasi emisi, khususnya pada subsektor transportasi jalan raya, mengingat kegiatan pada subsektor tersebut paling banyak melibatkan manusia dan memengaruhinya secara langsung. Dukungan tersebut dilakukan melalui Program Kota Masa Depan UK PACT  yang didanai oleh Pemerintah Britania Raya.  

Langkah kunci untuk memulai proses inventarisasi emisi adalah menetapkan konsensus mengenai kategori kendaraan dan nilai parameter yang digunakan untuk menghitung emisi transportasi di jalan raya, seperti efisiensi bahan bakar, faktor emisi, dan jarak tempuh kendaraan. Memahami hubungan antara variabel-variabel tersebut menjadi dasar dalam menentukan target penurunan emisi. 

Peran Indonesia dalam Menurunkan Emisi untuk Mempercepat Pembangunan Berkelanjutan

Sebagai negara berpenduduk padat dengan 278 juta penduduk, Indonesia berada di garis depan upaya penurunan emisi global. Indonesia menyadari pentingnya transportasi yang berkelanjutan untuk mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 dan Perjanjian Paris. Indonesia telah menandatangani Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri, melalui target penurunan emisi karbon yang ambisius tercantum dalam komitmen Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) Indonesia. 

Pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan telah meningkatkan mobilitas perkotaan. Adanya keterbatasan pilihan transportasi umum di banyak kota Indonesia telah menyebabkan  peningkatan pengguna kendaraan bermotor pribadi. Lonjakan jumlah kendaraan bermotor dalam dekade trakhir telah mendorong Indonesia merevisi target penurunan emisi yang diuraikan dalam dokumen Enhanced NDC (ENDC). Target penurunan emisi ditingkatkan dari 29% menjadi 31,89% tanpa bantuan internasional dan 41% menjadi 43,20% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Menurut Kementerian ESDM, dalam dokumen Peta Jalan Emisi Nol Bersih (NZE) Sektor Energi Indonesia 2060, sektor transportasi diharapkan memiliki tingkat emisi sebesar 52 juta ton CO2 pada 2060. 

Sejalan dengan target ambisius NDC, sektor transportasi diharapkan melakukan aksi mitigasi terkait isu perubahan iklim. Aksi mitigasi ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 8/2023 tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di Sektor Transportasi untuk Mencapai Target NDC. Dokumen resmi ini mencakup beberapa kebijakan aksi mitigasi, seperti pengembangan angkutan umum perkotaan berbasis jalan dan rel, penggunaan ATCS (Area Traffic Control System), pengembangan kawasan berbasis transit (TOD), pengembangan transportasi tidak bermotor (NMT), mendorong penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan fasilitas stasiun pengisian daya (charging station), penerapan Electronic Road Pricing (ERP), dan lain sebagainya. 

Data, perhitungan, dan pedoman yang valid dan terstandardisasi diperlukan untuk mengukur penurunan emisi transportasi jalan raya yang dicapai melalui aksi mitigasi dalam skenario Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol bersih. Perhitungan emisi transportasi jalan raya saat ini hanya mengandalkan data konsumsi bahan bakar. Hal ini tidak cukup untuk memberikan pandangan yang komprehensif mengenai transportasi jalan raya karena tidak menyertakan aktivitas perjalanan dan sumber emisi dalam perhitungan. 

Perhitungan Emisi Transportasi Jalan Raya dan Tantangan yang Dihadapi

Secara umum, metode perhitungan emisi transportasi jalan melibatkan serangkaian proses, dimulai dari inventarisasi sumber emisi, proyeksi skenario Business as Usual (BaU) sebagai baseline, penentuan target penurunan emisi, penyusunan rencana aksi mitigasi, hingga pelaksanaan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) secara berkala. 

5 stages to calculate road transport emission

Inventarisasi emisi merupakan serangkaian perhitungan emisi yang mencakup identifikasi jenis dan sumber emisi pada lokasi dan waktu tertentu, serta penggunaan metodologi perhitungan emisi yang akurat. Melalui inventarisasi emisi, para pembuat kebijakan dapat menentukan tingkat penurunan emisi, mengidentifikasi sumber emisi, dan menetapkan target kebijakan, serta memantau kemajuan penurunan dengan menghitung emisi. 

Namun, situasinya menjadi rumit karena setiap kendaraan menghasilkan jumlah emisi yang berbeda. Selain itu, perbedaan parameter emisi, termasuk jenis dan ukuran kendaraan, jarak tempuh, efisiensi bahan bakar, serta jenis bahan bakar yang digunakan suatu kendaraan, pun memengaruhi nilai faktor emisi. 

The interrelated categories in emission calculation

Tidak hanya itu, data rinci dan informasi terkait untuk setiap parameter emisi sangat terbatas. Oleh karenanya, dengan merujuk pada praktik terbaik internasional dan data terbaik yang tersedia, perlu dilakukan pengelompokan jenis kendaraan terlebih dahulu. Selanjutnya, dilakukan penentuan standar nilai parameter emisi atau referensi, yang disesuaikan dengan konteks Indonesia, untuk setiap jenis kategori kendaraan, termasuk faktor emisi, sebelum melangkah ke langkah selanjutnya, yaitu menghitung emisi transportasi jalan raya. 

Mengapa kita membutuhkan kategorisasi kendaraan dan nilai referensi parameter emisi? Bagaimana data tersebut dapat digunakan untuk kebijakan transportasi yang lebih berkelanjutan di Indonesia?

Saat ini, inventarisasi emisi transportasi jalan raya dan skenario dasar (baseline) di Indonesia belum pernah ditetapkan secara resmi. Inventarisasi emisi merupakan langkah penting menuju sistem transportasi berkelanjutan karena data yang dihasilkannya memberikan masukan bagi para pengambil keputusan. Data ini memandu perumusan dan evaluasi kebijakan, memantau kemajuan penurunan emisi, dan mendorong inovasi. Oleh karena itu, menentukan nilai faktor emisi lokal, serta menentukan kategorisasi kendaraan dan parameter emisi lainnya, sangat penting sebagai tahap awal dalam merumuskan inventarisasi emisi. 

Selanjutnya, perhitungan emisi transportasi jalan raya secara nasional di Indonesia harus sesuai dengan standar perhitungan internasional. Dengan menyelaraskan standar ini, data emisi yang dihasilkan akan mendapatkan pengakuan global, sehingga memungkinkan untuk dibandingkan secara efektif, dan dipantau progresnya dalam skala nasional dan internasional. WRI Indonesia, di bawah Program Kota Masa Depan UK PACT, telah melakukan beberapa upaya seperti yang diilustrasikan dalam gambar berikut.

5 considerable taken actions by WRI Indonesia to develop road transportation emission calculation

Pada bulan Oktober lalu, WRI Indonesia, bekerja sama dengan Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB) Kementerian Perhubungan, mengadakan seminar dan bimbingan teknis terkait aksi mitigasi perubahan iklim transportasi jalan raya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas staf Kementerian Perhubungan dan memberikan pelatihan kepada mereka dalam menggunakan peranti perhitungan dan pemantauan emisi. Dalam kegiatan tersebut, peranti perhitungan emisi transportasi jalan raya telah diserahkan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, dan selanjutnya diberikan kepada Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan. 

Peranti ini dikembangkan untuk mendukung para pembuat kebijakan dalam mengambil tindakan yang terukur, berbasis data dan ilmu pengetahuan dalam rangka dekarbonisasi sektor transportasi. Dalam kegiatan tersebut, target penurunan GRK nasional turut dibahas melalui presentasi dan diskusi dengan dua fokus utama yang mengacu pada Keputusan Menteri perhubungan No. KM 8/2023. Fokus tersebut adalah strategi dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengembangan Bus Rapid Transit (BRT) dan adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Presentasi dan diskusi tersebut turut serta melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta PT. Transportasi Jakarta sebagai narasumber. 

Emission Calculation and Monitoring Tool Hand Over from WRI Indonesia to the Ministry of Transportation, 2023
Penyerahan Peranti Perhitungan dan Pemantauan Emisi oleh WRI Indonesia kepada Kementerian Perhubungan (2023)

Bagaimana langkah selanjutnya?

Setelah melalui serangkaian langkah penting di atas, maka penting untuk mencapai kesepakatan mengenai hasilnya, terutama terkait kategorisasi kendaraan dan parameter emisi transportasi jalan raya melalui mekanisme institusional, seperti surat edaran menteri atau keputusan menteri. Produk hukum ini sangat vital untuk memastikan adanya standar perhitungan emisi yang konsisten dan obyektif, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dengan demikian, strategi penurunan emisi, berupa aksi korektif yang tertuang dalam kebijakan transportasi dapat dilakukan secara efektif.  

Terlebih lagi, upaya untuk melakukan aksi mitigasi perubahan iklim di subsektor transportasi jalan raya tidak dapat lepas dari upaya kolaboratif antar aktor, baik pemerintah (Kementerian Perhubungan dan kementerian lainnya yang terkait, seperti Kemen ESDM, KLHK, dsb), pemerintah daerah, operator transportasi jalan, serta organisasi terkait lainnya. Aksi kolaboratif ini memungkinkan sinkronisasi upaya untuk mencapai target penurunan emisi, serta mendorong pendekatan integratif yang dapat menyusun target untuk mengembangkan alternatif transportasi berkelanjutan, selaras dengan tujuan nasional dan komitmen internasional. 

Ketika data kolektif diperoleh dari proses yang terukur dan terumuskan dengan baik (misalnya, faktor emisi lokal yang seragam di Indonesia), sesuai dengan standar internasional, dan dilengkapi dengan dikungan lintas sektor dari kementerian dan aktor lainnya, diharapkan dukungan formal yang menggambarkan kerangka kerja inventarisasi emisi yang kuat dan pedoman operasional dalam birokrasi dapat dilaksanakan. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengatasi dampak buruk perubahan iklim dan mendorong perumusan kebijakan dan langkah-langkah yang berdampak besar untuk mencapai target penurunan emisi transportasi jalan raya. Semua hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan aksi mitigasi perubahan iklim dari sektor transportasi secara keseluruhan, sehingga kebijakan transportasi yang berkelanjutan di Indonesia dapat tercapai. 


Tentang UK PACT Future Cities

UK PACT (Partnering for Accelerated Climate Transitions) adalah program yang dikelola dan didanai bersama antara Foreign, Commonwealth and Development Office (FCDO) Pemerintah Inggris dan Departemen Keamanan Energi dan Nol Bersih (DESNZ) melalui International Climate Finance Inggris. Di Indonesia, lembaga tersebut bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan melalui Program Kota Masa Depan untuk meningkatkan kebijakan transportasi kota-kota metropolitan dengan parameter ambisius guna meningkatkan keselamatan masyarakat, mencapai emisi transportasi berbasis jalan raya yang rendah, mendorong aksesibilitas dan inklusivitas yang lebih baik, serta meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. dampak.