“Isu gender sudah menjadi pertimbangan kami dalam perencanaan kegiatan, tetapi kami harus memastikan bahwa kami sudah benar-benar memahaminya,” kata salah satu staf WRI Indonesia di awal pelatihan gender.

Orang-orang yang bekerja dalam sektor pembangunan harus memahami konsep penggabungan aspek sensitivitas gender ke dalam program mereka. Sebagai suatu pusat penelitian yang bekerja dalam spektrum bidang yang luas, dari kehutanan, energi terbarukan, iklim, kota dan transportasi, maka niscaya elemen gender sebagai identitas seseorang merupakan suatu isu lintas bidang. Akan tetapi apakah kita tahu bagaimana tepatnya mengukur keberhasilan dalam memastikan keadilan gender dalam implementasi kegiatan?

Tidak sekadar bicara, WRI Indonesia mengundang Leslie Dwyer, Kepala dan Direktur Pusat Studi Gender dan Konflik di Universitas George Mason untuk menyampaikan pelatihan gender bagi semua staf.

Pelatihan dimulai dengan membedah asumsi kita mengenai apa itu gender dan memastikan semua staf memiliki pemahaman yang sama. Semua staf dilatih agar sensitif gender terhadap fakta bahwa lelaki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sebagai contohnya, salah satu topik yang dibahas adalah gender dan sawit. Istri menyumbangkan penghasilan dengan bekerja di perkebunan kelapa sawit, tetapi tetap memegang peran tradisional mengurus rumah dan anak. Meski memiliki keterlibatan ini dalam kehidupan sehari-hari, perempuan jarang mendapatkan ruang dalam pembuatan keputusan di keluarganya.

Kemudian semua staf dibagi ke dalam kelompok dan menyusun rencana mengintegrasikan gender ke dalam siklus program. Leslie menekankan bahwa isu gender bukan sekedar “tambahan yang baik untuk diikutsertakan” atau renungan susulan dalam suatu proyek, tetapi isu gender harus dipertimbangkan sejak kajian awal dan pengembangan baseline. Sebagai contoh, perencana proyek harus menganalisis peran apa yang diambil oleh lelaki dan perempuan dalam memobilisasi anggota masyarakat lannya untuk menanggapi permasalahan, apa saja kapasitas dan pengaruh relatif mereka, dan bagaimana dinamika gender mengenai peran gender dimanfaatkan untuk memobilisasikan orang.

Staf tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari pelatihan, tetapi juga bersenang dengan rekan kerjanya karena pelatihan ini juga menggunakan permainan, bermain peran, dan kuis untuk mempraktikkan teori. Di penghujung pelatihan, Leslie juga memberikan kuis akhir untuk menguji pemahaman kami.

Nilai kuis terbaik diberikan kepada Clorinda Wibowo, Spesialis Energi. Berikut kutipan dari komentar Clorinda mengenai pelatihan ini:

“Saya datang ke pelatihan ini dengan pengetahuan minimal mengenai gender dan tanpa memahami bahwa ketidakadilan gender ada di masyarakat kita. Sekarang saya lebih percaya diri untuk mengikutsertakan aspek gender ke dalam pekerjaan saya dan menciptakan dampak substansial untuk perempuan dan juga lelaki, tidak hanya sekedar menghitung berapa peserta perempuan yang datang ke suatu acara diskusi kelompok terarah.”