Surabaya, 24 November 2023 - Kolaborasi Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Ikatan Ahli Perencana (IAP), dan World Resources Institute (WRI) Indonesia, yang didukung oleh Pemerintah Kota Surabaya, memfasilitasi sesi diskusi dan berbagi pengetahuan kota-kota di Indonesia tentang inisiasi hingga kelanjutan kinerja pengarusutamaan Solusi Berbasis Alam (SBA) ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota-kota Indonesia. Pengimplementasian SBA menjadi fokus utama karena potensinya mendukung pembangunan dan tata ruang yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan daya dukung lingkungan hidup, guna memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim serta risiko bencana.

“Forum Kepala Bappeda dan Tata Ruang” yang diselenggarakan oleh APEKSI, berkolaborasi dengan IAP, dan WRI Indonesia, didukung oleh Pemerintah Kota Surabaya hari ini menjadi tonggak penting. Mengingat segera berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di banyak daerah, serta mendekatnya pemilihan kepala daerah serentak nasional pada tahun 2024, terdapat kebutuhan mendesak untuk memastikan kontinuitas perencanaan dan pembangunan. Forum ini membuka saluran komunikasi terkini antara pemerintah kota-kota Indonesia, memperkuat perencanaan daerah dan tata ruang, serta memfasilitasi aspirasi daerah kepada pemerintah pusat.

Dalam sambutannya, Walikota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, “Saat ini kota-kota Indonesia tengah mengalami tantangan yang kurang lebih sama yaitu pesatnya peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan ruang, serta aktivitas masyarakat yang meningkat di sektor jasa dan perdagangan. Oleh karena itu, penataan ruang kota yang melindungi fungsi ruang dan mencegah dampak negatif lingkungan menjadi sebuah keharusan.” Selanjutnya, beliau menambahkan, “Dalam melaksanakan pembangunan, Kota Surabaya telah menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan yang memiliki tiga pilar aspek yaitu keberlanjutan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Terkhusus pengembangan lingkungan, Surabaya telah mengambil langkah konkrit lewat komitmen Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik sebesar 20% dan RTH privat sebesar 10% dari luas kota.”

Bima Arya, Ketua Dewan Pengurus APEKSI dan Walikota Bogor dalam sambutannya menggarisbawahi pentingnya konsistensi dan kolaborasi pemerintah kota-kota di Indonesia dalam mencapai target pembangunan kota yang berkelanjutan baik dari segi ekonomi, pembangunan manusia, dan pembangunan lingkungan. “Dalam melakukan perencanaan dan pembangunan kota, pemerintah kota-kota di Indonesia perlu terus memperhatikan peranan dan relevansi kota dalam menjawab tantangan global dan berkontribusi terhadap pencapaian nasional dalam mengatasi perubahan iklim,” kata Bima Arya. Bima menambahkan, “Kota harus digerakkan oleh visi besar berdasarkan potensi dan karakteristik masing-masing kota.”

Dalam kesempatan yang sama Deputy Director on Climate, Energy, Cities, and the Ocean WRI Indonesia Almo Pradana turut menyampaikan, “Integrasi SBA ke dalam perencanaan tata ruang kota membawa harapan bagi kota untuk menciptakan strategi adaptasi yang lebih baik lagi bagi kota dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Penerapan SBA di perencanaan kota memerlukan kolaborasi antar pihak sebagai landasan utama pelaksanaan di tingkat daerah hingga nasional. Lewat kesempatan ini, WRI Indonesia beserta IAP sangat menyambut positif kerja sama dengan APEKSI dalam memfasilitasi pertukaran informasi antar kota-kota di Indonesia dan memperkuat sinergi dalam mengarusutamakan solusi berbasis alam untuk perkotaan.”

Di forum ini disampaikan sebuah hasil studi Pengarusutamaan Solusi Berbasis Alam dalam pembangunan kota berupa policy brief dari WRI Indonesia dan IAP kepada Ketua APEKSI/Walikota Bogor, Bima Arya, Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, serta Drs. Pelopor, M. Eng. Sc. selaku Direktur Perencanaan Tata Ruang Nasional Kementerian ATR/BPN, Drs. Bob F. Sagala, Kepala Subdit Evaluasi dan Perencanaan wilayah II, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Pada kesempatan hari ini juga telah ditandatangani Nota Kesepakatan antara IAP dan APEKSI.

Dalam sesi diskusi panel, Drs. Pelopor, M. Eng. Sc., Direktur Perencanaan Tata Ruang Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN menyampaikan catatannya bahwa hingga saat ini sekitar 400 daerah sudah menyusun RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat pentingnya memastikan perizinan dikeluarkan hanya setelah prasyarat rekomendasi yang memastikan kegiatan tersebut sesuai dengan tata ruang, telah dipenuhi. RPJMD pun perlu merujuk kepada Rencana Tata dan setelah RTRW diselesaikan dan disusul dengan RDTR. 

Drs. Bob F.Sagala, Kepala Subdit Evaluasi dan Perencanaan wilayah II, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, menegaskan, “Bahwa arah kebijakan dan sasaran pokok menjadi dasar rancangan teknokrat RPJMD yang menjadi pijakan calon kepala daerah untuk menyusun visi misi. Rancanganan teknokrat RPJMD mengacu pada rancangan RPJPD, dimana RPJPD sebagai pengikat keberlanjutan pembangunan daerah”. Bob menambahkan, “Tahun 2023 dan 2024 juga merupakan tahun perencanaan. Daerah harus menyusun RPD 2025-2026, RPJPD 2025-20245, naskah teknokratik RPJMD 2025-2029”.

Selanjutnya, Ketua Umum IAP, Hendricus Andy Simarmata menekankan pentingnya pemanfaatan SBA sebagai strategi keterkaitan tata ruang dan rencana pembangunan, “IAP memiliki inisiatif One Plan yang menempatkan rencana tata ruang sebagai kerangka spasial di RPJPD dan RPJMD."

"Kami juga menekankan pentingnya mekanisme penyusunan RDTR yang dapat melibatkan swasta dalam berkonsorsium," tutup Hendricus Andy Simarmata.

Berbagai isu strategis telah diungkap oleh para Kepala Bappeda dan Tata Ruang dalam forum tersebut. Beberapa hal strategis tersebut akan menjadi agenda advokasi lebih lanjut kepada kementerian terkait khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. APEKSI akan menindaklanjuti dengan melakukan advokasi kebijakan, penguatan kapasitas dan memfasilitasi pendampingan pemerintah pusat kepada pemerintah kota.