Lahan gambut di Indonesia telah lama terancam akibat tingginya permintaan untuk ekspansi permukiman, pertanian, dan industri. Padahal, lahan gambut sangatlah sensitif sehingga harus dijaga kondisi alaminya. Jika gambut terdegradasi, maka bisa menimbulkan bencana dan kerugian yang tidak sedikit. Sebagai contoh, kebakaran hutan dan lahan gambut yang masif terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada tahun 2015, mengakibatkan 2,61 juta ha hutan dan lahan terbakar, 19 orang meninggal dunia, lebih dari 40 juta jiwa terpapar asap ratusan ribu jiwa menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Septianungrum, 2018), serta kerugian ekonomi mencapai Rp221 triliun (World Bank, 2016).

Restorasi lahan gambut muncul sebagai strategi penting untuk memperbaiki gambut yang terdegradasi dan mengembalikannya ke fungsi alaminya, yakni mendukung ekosistem lokal. Namun, penelitian tentang emisi karbon terkait gambut tropis yang dipulihkan masih relatif sedikit, terutama untuk gambut tropis (IPCC, 2014). Padahal, penelitian ini dibutuhkan untuk mendukung pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan di Indonesia. Riset ini akan memperkaya data dan informasi mengenai bagaimana aktivitas pembasahan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca di lahan gambut.

Untuk mengisi kekosongan ini, WRI Indonesia, bekerja sama dengan UK Centre for Ecology & Hydrology (UKCEH), Center for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memulai proyek penelitian emisi gas rumah kaca di lahan gambut Kalimantan Tengah.

Pada akhir Februari hingga awal Maret 2024, tim WRI Indonesia, bersama Universitas Palangka Raya melakukan kegiatan pengambilan sampel gas di area penelitian terpilih di Palangka Raya dan Kabupaten Pulang Pisau. Upaya ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang emisi gas rumah kaca, terutama CO2 (karbon dioksida), N2O (nitrogen oksida), dan CH4 (metana).

 Gambar 1. Tim peneliti WRI Indonesia dan CIMTROP mengarungi lahan gambut di Kelurahan Kereng Bengkirai, Kecamatan Sebangau, Kalimantan Tengah (Kredit foto: Levriana Yustriani/WRI Indonesia)
Gambar 1. Tim peneliti WRI Indonesia dan CIMTROP mengarungi lahan gambut di Kelurahan Kereng Bengkirai, Kecamatan Sebangau, Kalimantan Tengah (Kredit foto: Levriana Yustriani/WRI Indonesia)

Tim mengunjungi berbagai lokasi, termasuk area hutan dan semak dengan kondisi tanpa adanya Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG) dan dengan adanya IPG (sudah direstorasi). Secara total, 144 sampel gas dikumpulkan untuk analisis menggunakan gas chromatography (GC), sementara 72 sampel tambahan dikumpulkan untuk pengukuran di tempat. Gas chromatography (GC) adalah cara untuk memisahkan dan memeriksa campuran bahan kimia dengan melihat seberapa cepat mereka bergerak di udara.

Pengambilan Sampel Gas Gambut
Gambar 2. Dr.Untung Darung, peneliti senior di CIMTROP, mengambil sampel gas di Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG), Sebangau, Kalimantan Tengah (Kredit foto: Levriana Yustriani/WRI Indonesia)

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data yang dibutuhkan terutama dalam kaitannya dengan emisi GRK di lahan gambut terdegradasi dan lahan gambut yang sudah dibasahkan. Riset ini merupakan langkah penting untuk memahami dampak kegiatan restorasi hidrologis gambut terhadap penurunan emisi gas rumah kaca, yang berpotensi membuka jalan bagi upaya konservasi dan restorasi gambut yang lebih efektif di Indonesia.