Dubai, Uni Emirat Arab – 1 Desember 2023 – Pada Conference of Parties (COP) ke 28, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) berkolaborasi dengan Indonesia Plastic Action Partnership (NPAP) yang diimplementasikan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia dalam menyelengarakan dialog panel bertajuk “Collaborative Approach on Waste Economic Circularity Towards Climate Action in Indonesia” di Pavilion Indonesia. Acara ini bertujuan untuk memaparkan implementasi model ekonomi sirkular secara kolaboratif terhadap pengelolaan sampah di Indonesia.

"Sejumlah inovasi dan penerapan teknologi dalam pengelolaan sampah terus didorong untuk mempercepat proses transformasi ini hingga dapat mengolah sampah menjadi berbagai produk yang bermanfaat secara ekonomi dan mengurangi ketergantungan kepada TPA (tempat pembuangan akhir). Inovasi tersebut antara lain melalui berbagai skema pengurangan timbulan sampah, pengumpulan dan pendauran ulang, konversi menjadi RDF (Refuse Derived Fuel), waste-to-energy, serta composting" terang Nani Hendiarti, Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenkomarves.

Indonesia sudah berkomitmen untuk mengadopsi ekonomi sirkular di berbagai sektor utama seperti plastik dan perindustrian. Didasari oleh Perintah Presiden No. 83/2018 tentang penanganan sampah laut, Kemenkomarves mempelopori pembentukan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (2017 – 2025) yang menargetkan mengurangi sampah plastik sebesar 70% pada tahun 2025 dan mencapai kebocoran mendekati nol atau near-zero leakage sampah plastik pada tahun 2040. Pada bulan Desember 2022, Indonesia telah mencapai pengurangan plastik sebesar 35.36% dan pemerintah optimis akan melebihi angka 40% pada akhir 2023.

“Dalam beberapa tahun terakhir, kami berfokus ke sektor hulu, sehingga kita fokus kepada sumber masalah pengelolaan sampah di Indonesia.“ Ucap Tony Worby, Chief Scientist, Minderoo Foundation. “Daur ulang merupakan salah satu komponen terpenting di Indonesia karena banyak sekali TPA dan pembakaran (sampah) terbuka seharusnya dapat dimitigasi dampaknya terhadap lingkungan apabila materialnya didaur ulang.”

Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia NPAP di tahun 2020, sekitar 175 ribu ton sampah padat diproduksi per hari atau 64 juta ton per tahun di mana 70% sampah plastik (sekitar 4.8 juta ton per tahun) tidak dikelola dengan baik – 48% dibakar secara terbuka, 13% dibuang ke tempat TPA, dan 9% bocor ke saluran air dan lautan. Dibutuhkan suatu perubahan sistemik dan terintegrasi dari hulu ke hilir untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengelola sampah rumah tangga dan limbah perindustrian.

“Kami merancang solusi yang sesuai dengan permasalahan lokal, yang tentunya juga bekerja sama dengan pemimpin komunitas lokal.” Kata Professor Richard Thompson, Leader of Plastic Litter Team of PISCES Partnership – Plymouth University. “Riset pilot kami bertujuan untuk mengidentifikasi halangan-halangan, agar mempercepat adopsi dan implementasi sirkularitas sejalan dengan kebijakan dan extended producer responsibility (EPR), termasuk infrastruktur dan dukungan pembiayaan untuk mendaur ulang sampah.”

Sampah organik menyumbang sekitar 60% dari total sampah padat di Indonesia. Saat terurai, sampah organik menghasilkan gas metana (CH4) yang berkontribusi secara signifikan terhadap pemanasan global. Walaupun hanya bertahan sepuluh tahun di atmosfir, metana memiliki efek pemanasan 28 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida (CO2) dalam skala waktu 100 tahun (dan 80 kali lipat dalam 20 tahun). Di dunia, limbah padat dan air limbah perkotaan merupakan sumber emisi metana terbesar ketiga dari aktivitas manusia dengan kontribusi hampir 20%.

“Salah satu peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah untuk memberikan insentif pasar untuk materi organik.” Ujar Jeremy Douglas, Director of Partnerships Delterra. “Seperti yang dilakukan di standar bahan bakar minyak (BBM) dengan harus memiliki 10% etanol, hal yang serupa dapat dilakukan di sektor agrikultur untuk mendorong sistem regeneratif dan menstimulasi sektor hilir segregasi pengumpulan sampah organik.”

Dari laporan Indonesia NPAP (2020), Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar US$18 miliar untuk mencapai mencapai kebocoran mendekati nol atau near-zero leakage sampah plastik pada tahun 2040. Kemitraan sektor publik dan swasta dapat memobilisasikan pendanaan yang dibutuhkan sistem pengolaan sampah.

“Hal terpenting yang kita lakukan selain mendanai start-up adalah mendukung platform nasional yang terdiri dari pemerintah dan sektor swasta seperti asosiasi industri, untuk bekerja sama menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi start-up ketika memasuki pasar.” Kata Robyn McGuckin, Executive Director for Partnership for Green Growth and Global Goals 2030 (P4G), WRI. “Sebuah start-up inovatif dengan kapital operasional terbatas tentunya menghadapi tantangan yang sangat sulit Ketika memasuki pasar. Tetapi disitulah kemitraan seperti P4G hadir dengan non-returnable grant, untuk membantu memitigasi resiko tersebut.”

Indonesia juga berkomitmen untuk menelusuri solusi non-konvensional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan mengenalkan skema co-firing meggunakan RDF sebagai pengganti batu bara yang diolah dari limbah sisa pembakaran PLTU, Indonesia telah merubah limbah industri menjadi komoditas berharga. Tentunya, hal ini membantu mengurangi kebergantungan terhadap bahan bakar fosil dan berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi sirkular.

“FABA telah digunakan sebagai substusi parsial semen tanpa mengurangi kekuatan dan kualitas, dengan rasio 20% sampai 30%. Kedepanya PLN berencana untuk bekerja sama dengan KLHK dalam memberikan standar ultilisasi FABA. Selain itu, kami juga mengajukan penggunaan FABA untuk proyek pemerintah seperti KCIC, tol Semarang-Yogja, dan IKN.” Ujar Andi Makkasau, Vice President Management and Utilization of Fly Ash Bottom Ash Management, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Para panelis menyampaikan apresiasi kepada upaya Indonesia dalam penanganan sampah dan polusi sampah plastik laut. Panel diskusi dimoderatori oleh Alfredo Giron, Head of World Economic Forum (WEF) Ocean Action Agenda and Friend of Ocean Action, dan dihadiri oleh para pembicara global yaitu Tony Worby, Chief Scientist, Minderoo Foundation; Professor Richard Thompson, Leader of Plastic Litter Team of PISCES Partneship-Plymoth University; Jeremy Douglas, Director of Partnerships Delterra; Rubyn McGuckin, Executive Directior P4G-WRI; dan Andi Makkasau, Vice President Management and Utilization of Fly Ash Bottom Ash Management, PT PLN.