Palembang, 20 April 2018 - Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Penelitian yang tergabung dalam RESTORE+ mengajak pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, dan generasi muda di Sumatera Selatan untuk berpartisipasi dalam proses restorasi bentang lahan dengan mengumpulkan data kondisi bentang lahan melalui platform urun daya (crowdsourcing platform) RESTORE+. Platform berbasis teknologi ini dibangun untuk menangani kerusakan bentang lahan di Sumatera Selatan, di mana lebih dari 1,2 juta hektar areal Daerah Aliran Sungai Musi teridentifikasi sebagai areal yang mengalami degradasi berdasarkan hasil penelitian awal ICRAF dan WRI Indonesia sebelumnya.

Degradasi bentang lahan dan hutan berdampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat sekitar, seperti penurunan produksi pertanian. Melalui lokakarya bertajuk ‘Menuju Restorasi Bentang Lahan Berkelanjutan di Sumatera Selatan’, selama dua hari koalisi RESTORE+ menggalang aspirasi masyarakat Sumatera Selatan untuk membangun bersama platform yang dapat menjawab tantangan restorasi di provinsi.

“Restorasi bentang lahan dan hutan adalah sebuah proses panjang untuk meningkatkan fungsi ekologi sekaligus penghidupan masyarakat di hutan dan bentang lahan terdeforestasi atau terdegradasi. Untuk mendukung perencanaan dan pemantauan restorasi diperlukan partisipasi aktif dari seluruh bagian dari masyarakat, salah satu caranya adalah melalui platform urundaya ini,” ujar Satrio Adi Wicaksono, Manajer Restorasi Hutan dan Bentang Lahan WRI Indonesia.

Dalam lokakarya tersebut, para peserta membahas mengenai data yang berguna untuk upaya perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan restorasi, seperti kerapatan vegetasi, keanekaragaman hayati, dan kondisi sosial ekonomi pemungkin. Satrio lebih lanjut memaparkan bahwa, ”Restorasi perlu menjadi sebuah gerakan di mana lapisan masyarakat dapat turut serta menyukseskan restorasi. Untuk itu peningkatan pemahaman akan manfaat restorasi bentang lahan sangat penting.”

Setelah paparan dari WRI Indonesia, lebih dari 40 orang peserta mengidentifikasi data restorasi bentang lahan yang dapat dikumpulkan ke platform urun daya. Mereka juga bermusyawarah untuk menentukan prioritas data yang diperlukan di platform berdasarkan kebutuhan restorasi serta mendiskusikan metode pengumpulan data. Lokakarya ini merupakan lanjutan dari lokakarya hari pertama yang berfokus pada ‘Penguatan Kesepahaman dan Konsensus Bersama Mengenai Target dan Strategi Restorasi Hutan dan Bentang Lahan di Sumatera Selatan.’

Andree Ekadinata, Analis Perubahan Iklim, Pembangunan Hijau dan Penggunaan Lahan dari ICRAF Indonesia, menyatakan bahwa, “Aplikasi urun daya berbasis teknologi telah banyak digunakan di negara maju untuk membantu proses pengambilan kebijakan. Inovasi semacam ini patut dicoba di Sumatera Selatan untuk membantu meningkatkan pemahaman masyarakat akan restorasi sekaligus memperkuat basis data untuk pengambilan kebijakan berbasis lahan.”

Data-data yang terkumpul dalam lokakarya ini kemudian akan digabungkan dengan data-data dari daerah lain di Indonesia dan akan digunakan untuk mengembangkan platform urun daya RESTORE+. Komunikasi dan interaksi akan terus dibangun dengan masyarakat di Sumatera Selatan untuk terus meningkatkan partisipasi dan pemahaman mereka mengenai restorasi bentang lahan.