Pembangunan Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan, ditandai dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di atas 5 persen pada tahun 2016 dan 2017, penurunan tingkat kemiskinan, dan menipisnya kesenjangan ekonomi. Namun demikian, masih terdapat berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi. Saat ini, pembangunan Indonesia masih bergantung pada eksploitasi sumber daya yang tidak efisien. Eksploitasi tersebut membuat sumber daya alam semakin terkuras dan dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.

Korupsi di sektor sumber daya alam menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Penambahan energi terbarukan hanya 200 megawatt pada 2015-2018 dari target pemerintah sebesar 45 giga watt pada tahun 2025. Kebakaran lahan dan hutan pada 2015 mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 221 triliun rupiah, tingginya angka masyarakat yang terdampak penyakit pernapasan, terhambatnya pendidikan karena ditutupnya sekolah, serta rusaknya lingkungan dan besarnya emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan Indonesia.

Permasalahan tersebut terjadi karena selama ini, lingkungan tidak dimasukkan secara sadar ke dalam perencanaan pembangunan. Padahal faktanya, lingkungan adalah entitas yang menentukan arah dan potensi pembangunan. Sebagai contoh, untuk mencapai ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan, pendekatan yang berorientasi pada perluasan lahan dengan merambah hutan tidak akan berkelanjutan karena lama kelamaan, hutan akan habis dan dengan demikian lahan pertanian dan perkebunan pun akan terdampak.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, pembangunan berkelanjutan/rendah karbon adalah jawabannya. Pembangunan rendah karbon adalah perencanaan pembangunan yang menekankan keseimbangan pada tiga pilar, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Pembangunan tersebut berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui upaya pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan dan juga dengan menjaga kualitas lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang.

Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Presiden di tahun 2019, dan pada 17 Februari 2019, akan diselenggarakan debat Calon Presiden dengan tema Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup. Untuk memastikan kesiapan pemimpin Indonesia dalam mengelola sumber daya alam dan mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa merusak kekayaan lingkungan hidup, penting bagi masyarakat dan CSOs untuk terus menyuarakan isu pelestarian sumber daya alam.

Berkaca dari hal tersebut, WRI Indonesia bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Society for Indonesian Environmental Journalism (SIEJ) mengadakan sesi media briefing mengenai isu-isu yang patut disuarakan dan dipantau saat debat Calon Presiden 2019 pada 17 Februari mendatang.

Pembicara:

  • Yuyun Harmono, Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI

  • Nirarta Samadhi, Direktur WRI Indonesia