Postingan ini awalnya dipublikasikan di Grist.org.

Pada pertemuan antara Presiden Obama dan Presiden Indonesia, Joko Widodo, hari ini, perubahan iklim akan menjadi prioritas agenda mereka. Isu lain yang relevan dan tidak terduga, yaitu kebakaran hutan dan lahan yang besar, seharusnya juga masuk dalam radar diskusi dua pemimpin negara tersebut, mengingat bencana kebakaran telah berkembang menjadi krisis nasional, regional dan sekarang global bagi administrasi pemerintah Indonesia yang baru.

Kebakaran di Indonesia sudah benar-benar tidak bisa dikendalikan, dan beberapa minggu belakangan ini, kebakaran sudah melonjak hingga mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 300.000 warga Indonesia sudah mencari bantuan medis untuk menangani penyakit pernafasan akibat tersedak kabut asap. Tingkat polusi sudah mencapai lima kali diatas batas angka bahaya yang diterapkan oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO). Beberapa sekolah dan bandara sudah ditutup. Pemerintah Indonesia sudah menghabiskan USD 200 juta untuk bertarung melawan kebakaran dan baru-baru ini juga menerima bantuan dari Singapura, Malaysia, dan Australia. Meskipun demikian, api kemungkinan akan terus berkobar tahun ini, setidaknya sampai dengan bulan depan. Total kerugian ekonomi diperkiraan melebihi lebih dari USD 14 miliar.

Selain itu, kebakaran, yang sebagian besar berkobar pada lahan gambut dengan kandungan karbon yang tinggi, telah mengakibatkan lonjakan emisi gas rumah kaca. Analisis terbaru menemukan bahwa beberapa hari belakangan ini, emisi gas rumah kaca di Indonesia yang disebabkan oleh kebakaran hutan sudah melampaui emisi harian perekonomian A.S. secara keseluruhan.

Kebakaran di Indonesia ini tidak terjadi secara natural. Kebakaran sebagian besar diakibatkan oleh pengelolaan lahan yang merusak yang telah terjadi dalam jangka waktu lama, lemahnya penegakan hukum, persiapan yang tidak memadai, dan sedikit nasib buruk dengan adanya kemarau yang berkepanjangan akibat El Nino yang pada saat ini mengacaukan pola cuaca secara global.

Pada saat kedua presiden tersebut bertemu, mereka sebaiknya bekerjasama untuk menanggapi krisis ini dan mengurangi risiko kebakaran di masa depan. A.S. bisa membantu Indonesia memperbaiki pengelolaan lahan melalui tiga cara berikut ini:

1. Mendorong mekanisme pasar dan insentif keuangan yang bertanggung jawab: “Amerika Serikat dapat bergabung dalam upaya global untuk mendorong produksi komoditas yang lebih berkelanjutan seperti kayu, pulp dan kertas, dan kelapa sawit. Analisis berikutnya dari World Resources Institute menunjukkan bahwa konsesi-konsesi perusahaan yang memiliki sertifikasi “berkelanjutan” dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) terbukti memiliki jumlah kebakaran yang jauh lebih rendah. Standar sertifikasi yang kokoh juga tersedia untuk produk-produk lainnya termasuk kayu dan kertas. Para konsumen di Amerika Serikat, termasuk pemerintah, membeli kertas, kemasan, dan berbagai produk yang mengandung kelapa sawit dalam jumlah besar. Produk-produk ini dapat ditermukan mulai di shampo sampai dengan permen cokelat batangan. Para konsumen ini dapat mengutamakan para produsen yang mengambil suplai bahan yang bersertifikat. Hal ini akan mengirimkan sinyal bagi para produsen di Indonesia yang mengelola wilayah lahan yang amat luas. Sebuah langkah yang lebih berani adalah Amerika Serikat dapat bergabung dengan Norwegia dalam berkontribusi dalam insentif “pembayaran atas kinerja” (“pay-for-performance”) jika Indonesia berhasil meraih pencapaian-pencapaian utama dalam memperbaiki pengelolaan hutannya dan mengurangi emisi.

2. Menyediakan dukungan teknis dan ilmiah: Pemerintah A.S. dapat memperluas dukungan teknisnya ke Indonesia, seperti proyek-proyek yang dijalankan oleh U.S. Agency for International Development (USAID / Lembaga Pembangungan Internasional A.S.), yang terkait dengan pengelolaan penggunaan lahan dan pengurangan emisi. Konflik lahan sering menjadi penyebab mendasar adanya kebakaran di Indonesia. Sumber daya yang lebih besar diperlukan bagi inisiatif Satu Peta Indonesia untuk menyelesaikan berbagai konflik lahan dengan menciptakan sebuah peta tunggal yang menjelaskan penggunaan dan kepemilikan lahan yang konsisten dan selaras yang bisa digunakan sebagai acuan bagi seluruh lembaga pemerintah. Selain itu, Indonesia juga membutuhkan dukungan agar bisa memantau emisi yang dihasilkan oleh dekomposisi dan kebakaran lahan gambut. Salah satu yang bisa dijadikan gagasan adalah menciptakan kompetisi pendanaan di kalangan universitas-universitas A.S. dan Indonesia untuk menciptakan solusi kreatif bagi tantangan-tantangan teknis yang rumit ini.

3. Teknologi inovatif terkemuka: Dukungan teknologi yang lebih besar dari A.S. sebaiknya didorong. Perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka, termasuk Google, Esri, dan operator satelit Digital Globe, sudah mulai membantu upaya pemadaman kebakaran dengan menyediakan teknologi dan tenaga ahli bagi Global Forest Watch, suatu platform yang dikoordinasikan oleh WRI yang menyediakan peta dan informasi terbaru yang nyaris seketika terkait kebakaran. Suatu sistem perizinan elektronik di Indonesia akan sangat bermanfaat untuk melancarkan dunia perizinan dan pemetaan yang suram bagi konsesi kelapa sawit, akasia dan kayu, yang mencakup leih dari setengah lahan hutan di Indonesia. Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk mengembangkan prosedur-prosedur dan sistem-sistem perizinan penggunaan lahan yang transparan dan bebas korupsi.

Pemilihan waktu kunjungan antara Obama dan Widodo merupakan suatu kebetulan. Obama, tentu saja sangat familiar dengan Indonesia, karena menghabiskan masa kecilnya di negara tersebut. Saat ini Obama berkesempatan untuk memperkuat hubungan antara Amerika dan Indonesia, yang merupakan negara demokrasi terbesar kedua di Asia dan memiliki jumlah populasi terbesar keempat di dunia. Bersama-sama, kedua pemimpin ini bisa memperdalam kemitraan yang dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia, mengurangi emisi gas rumah kaca, mendorong produksi komoditas yang berkelanjutan, dan menciptakan dunia yang lebih sehat bagi kita semua.