Dua tahun setelah dunia bersama-sama menyusun Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim, perwakilan dari seluruh dunia akan melakukan pertemuan di Bonn, Jerman, pada tanggal 6 November mendatang untuk melaksanakan diskusi Perserikatan Bangsa-Bangsa putaran selanjutnya. Konferensi tersebut merupakan sebuah batu loncatan yang sangat penting bagi aksi iklim global.

Gelombang bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim pada tahun ini (seperti angin topan, banjir, dan kebakaran hutan, baik di negara berkembang maupun negara maju) mempertegas urgensi untuk segera bergerak cepat dalam Konferensi Para Pihak ke-23 menuju Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim, atau secara informal dikenal sebagai COP23. Meningkatnya investasi publik dan swasta dalam peralihan menuju energi dan transportasi ramah lingkungan dalam memulihkan kawasan berhutan dan dalam kota-kota yang lebih berkelanjutan menunjukkan bahwa kemajuan yang signifikan dalam mengatasi perubahan iklim tengah dilakukan di tingkat nasional dan lokal. Negara-negara juga menegaskan kembali komitmennya terhadap aksi iklim sebagai sebuah prioritas (baik di dalam negeri maupun secara internasional), termasuk di dalamnya dukungan bagi Perjanjian Paris yang ditunjukkan pada pertemuan G7 dan G20 dan pada Konferensi Tingkat Menteri Afrika mengenai Lingkungan Hidup (AMCEN).

Namun demikian, progres yang stabil semata tidaklah cukup. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia harus mulai diturunkan dengan cepat. Emisi tersebut harus mencapai puncak pada tahun 2020 dan mencapai titik nol pada tahun 2050 dalam rangka memenuhi tujuan Perjanjian Paris untuk menjaga peningkatan suhu global tetap di bawah 2 derajat C (3,6 derajat C) dan secara optimal 1,5 derajat C (2,7 derajat C) di atas tingkat pra-industri. Mengingat opsi yang kita miliki saat ini, hal di atas menunjukkan bahwa masih ada sedikit kesempatan tersisa untuk melakukan peralihan menuju rendah karbon dengan cara yang dapat dikelola secara ekonomis dan teknis. COP23 harus terus memperkuat rezim iklim internasional yang mengirimkan sinyal pasar yang tepat, menegaskan kembali dukungan untuk implementasi yang lebih ambisius dan melibatkan transformasi, meningkatkan kesadaran akan dampak perubahan iklim yang terus berkembang, dan memobilisasi sejumlah pihak yang lebih banyak lagi agar bertindak saat ini juga sebelum terlambat untuk menghindari konsekuensi paling parah dari perubahan iklim.

Berikut ini adalah empat tanda yang diharapkan pada COP23:

1. Progres yang Nyata dan Konstruktif untuk Membuat Perjanjian Paris Dapat Dilaksanakan

Pedoman pelaksanaan Perjanjian ini, yang terkadang disebut sebagai buku pedoman, akan membuat perjanjian ini sepenuhnya dapat dilaksanakan jika sudah dirampungkan pada saat konferensi iklim di Polandia tahun depan. Di Bonn, para negosiator perlu mengidentifikasi poin-poin keputusan utama dan opsi-opsi penyelesaiannya, serta proses efektif untuk menyusun peraturan dan prosedur yang jelas mengenai berbagai persoalan yang ada. Proses ini mencakup kerangka transparansi yang meliputi persyaratan pelaporan dan tinjauan dalam Perjanjian ini, serta mekanisme ambisi untuk menilai progres dan meningkatkan aksi setiap lima tahun.

2. Dasar yang Kuat untuk tahun 2018, Momentum Pertama dalam Perjanjian Paris bagi Negara-Negara untuk Menilai Progres dan Memberikan Tanda Mengenai Kesiapan Mereka dalam Meningkatkan Aksi

Meningkatkan aksi iklim setiap lima tahun yang disertai dengan informasi melalui pembahasan mengenai progres yang dicapai dan pengidentifikasian peluang baru untuk melakukan aksi secara berkala adalah dasar pemikiran yang fundamental dari Perjanjian Paris. COP23 akan menggerakkan pelaksanaan pembahasan pertama tahun depan dalam dialog fasilitasi tahun 2018 yang saat ini disebut sebagai Dialog Talanoa. Dialog ini akan mengkaji progres dunia menuju pencapaian tujuan jangka panjang Perjanjian Paris, menyoroti berbagai peluang untuk meningkatkan aksi, dan membantu memacu negara-negara untuk terus maju dalam meningkatkan Kontribusi Nasional yang Diniatkan (NDC) pada tahun 2020.

Selain itu, kegiatan tahun depan seperti Global Climate Action Summit pada bulan September 2018, pertemuan pemerintah negara bagian, pemerintah kota, sektor usaha dan lainnya juga akan mengakui peran penentu dari para pelaku tersebut dan mendorong aksi yang lebih besar. Inisiatif lain yang akan datang seperti konferensi keuangan iklim pada bulan Desember yang digagas oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron akan berkontribusi terhadap peluncuran tahun 2018 sebagai tahun perubahan yang sangat penting dengan disertai momentum baru untuk menempatkan kita pada jalur yang benar sehingga mendorong investasi dan aksi yang diperlukan untuk mencapai masa depan yang berketahanan iklim.

3. Perhatian yang Meningkat terhadap Dampak dan Kerentanan Iklim, dan Langkah Nyata dan Praktis untuk Membantu Negara dan Masyarakat yang Rentan

Sebagai negara pulau kecil pertama yang memimpin konferensi iklim global, pemerintah Fiji telah menjadikan perlindungan terhadap pihak-pihak yang rentan sebagai fokus utama. Para negosiator harus sepakat mengenai cara untuk mengakui upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk beradaptasi terhadap dampak iklim yang meningkat, mengevaluasi efektivitas dan memobilisasi dukungan yang lebih besar. Hal ini mencakup bidang keuangan teknologi dan pembangunan kapasitas. Langkah penting dalam COP23 yang akan dilaksanakan adalah nanti menghubungkan Dana Adaptasi (yang telah berfokus pada membangun ketahanan di tingkat masyarakat) secara formal dengan Perjanjian Paris. Para negosiator juga perlu memberikan pedoman cara meningkatkan proporsi keuangan adaptasi karena negara maju melakukan scale up keuangan guna memenuhi komitmen mereka untuk memobilisasi 100 miliar dolar per tahun pada 2020. Para Pihak juga harus melakukan lebih banyak hal untuk menangani kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim, walaupun mereka menyadari perlunya membatasi emisi GRK dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

4. Gelombang Dukungan dari Pelaku Non Negara Bagian, Seperti Misalnya Pemerintah Kota, Sektor Usaha, dan Lainnya

Para pemangku kepentingan di luar kegiatan negosiasi telah muncul sebagai rekan yang sangat penting dalam perlawanan terhadap perubahan iklim. Di COP23, sektor usaha, pemerintah negara, pemerintah kota, dan lainnya dari seluruh dunia menunjukkan bagaimana mereka meningkatkan upaya mereka, berkutat seputar Perjanjian Paris dan berkontribusi pada tujuan iklim nasional. Dukungan luar biasa terhadap aksi iklim dari dalam Amerika Serikat (walaupun berkebalikan dengan upaya administrasi Presiden Trump) merupakan contoh yang terbaik. Negara bagian, kota, dan sektor usaha yang besarnya lebih dari separuh perekonomian Amerika Serikat telah mendeklarasikan dukungan terhadap Perjanjian Paris. Alih-alih mundur, mereka justru melangkah maju dan bersama mereka berpotensi memajukan aksi iklim Amerika Serikat secara signifikan.

Pada perundingan tentang perubahan iklim tahun lalu di Maroko, kami menyaksikan tekad keras seluruh dunia untuk meningkatkan aksi iklim meskipun hambatan yang mungkin timbul. COP23 adalah saatnya memajukan semangat tersebut dan membuat progres yang konkret dalam menyusun struktur Perjanjian Paris. Selain itu, COP23 adalah kesempatan untuk mempersiapkan tahapan untuk tahun 2018 ketika negara-negara dapat meningkatkan responsnya terhadap tantangan perubahan iklim dan mewariskan dunia yang dapat ditinggali untuk generasi mendatang.