Pangan laut berperan penting dalam mewujudkan katahanan pangan dan gizi, yang memenuhi 20% kebutuhan protein hewani bagi lebih dari tiga miliar orang. Pangan laut yang seringkali disebut sebagai pangan perairan – yang mencakup tumbuhan dan hewan yang ditanam atau dipanen dari air – menjadi sumber utama nutrisi penting bagi masyarakat rentan di seluruh dunia yang seringkali tidak memiliki akses ke berbagai pangan alternatif.

Masyarakat memancing di Pântano do Sul, Florianópolis, Brazil. Photo by Cassiano Psomas/Unsplash

Jumlah penduduk dunia yang terus bertambah disertai dengan konsumsi pangan laut meningkat dua kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Angka ini diperkirakan akan kembali berlipat ganda pada tahun 2050. Lebih dari sepertiga stok ikan dieksploitasi secara berlebihan dan 60% ditangkap secara maksimal (lebih dari separuh pangan laut yang kita konsumsi berasal dari hasil budidaya dan sisanya berasal dari tangkapan liar). Kondisi ini tentunya berdampak besar terhadap kesehatan ekosistem perairan.

Di sisi lain, sekitar sepertiga pangan laut terbuang.

Di beberapa negara, pangan laut umumnya terbuang dalam tahap pengolahan karena sebagian besar bagian-bagian tubuh ikan – kulit, tulang dan kepala ikan - sering kali tidak dimanfaatkan dan dibuang. Bagian-bagian tersebut seringkali disebut produk sampingan atau co-product dan setara dengan 30 - 70% dari tubuh ikan.

Untuk memaksimalkan gizi dan manfaat pangan laut bagi seluruh masyarakat, kita perlu memanfaatkan seluruh bagian tubuh ikan. Selain karena alasan ekonomi, praktik seperti ini juga sudah menjadi keharusan dari segi etika.

Susut dan limbah pangan sudah menjadi perhatian: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 12.3 menargetkan untuk mengurangi separuh limbah pangan pada tahun 2030. Selain itu, agenda aksi laut baru yang diusulkan oleh High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy pada bulan Desember lalu juga mengidentifikasi pengurangan mubazir pangan laut sebagai area prioritas.

Mengurangi Mubazir Pangan Laut 

Sebelum membahas topik ini secara lebih detail, kita perlu memahami pentingnya mencegah mubazir pangan laut – khususnya dalam tahap pengolahan. Ini akan berdampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan gizi, meningkatkan nilai ikan, dan nantinya akan mengurangi tekanan terhadap ekosistem perairan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyepakati definisi yang telah diterima secara luas dan metode pengukuran susut pangan.

Lima cara yang dapat digunakan untuk mempercepat pengurangan susut pangan, meningkatkan efisiensi pemulihan nutrisi, dan memaksimalkan nilai pangan laut adalah:

1) "Apa yang Diukur Akan Dikelola": Mengumpulkan dan Menganalisis Data.

Laporan menunjukkan bahwa ketersediaan data terbaru mengenai susut dan limbah pangan pangan masih terbatas — atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Kita perlu mengidentifikasi tahap di mana susut tersebut terjadi, jenis susut (bagian tubuh ikan) yang terjadi, dan faktor penyebab susut tersebut (mis. inefisiensi, pasar yang terbatas, atau kesulitan dalam menjaga kualitas) untuk mengatasi masalah ini. 

Identifikasi susut yang terjadi dalam pengolahan pangan laut menjadi langkah penting. Perusahaan, negara, dan kota dapat mengukur dan melaporkan susut dan limbah pangan dengan Food Loss and Waste Protocol, serta menyediakan metodologi standar dan praktik terbaik yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan data.

Kolaborasi multipihak juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas data dan mengurangi biaya pengumpulan data.

2) Pertukaran Data dan Pembelajaran terkait Susut dan Limbah Pangan Laut.

Pertukaran data antar sektor mengenai pangan laut yang terbuang dapat mendukung penelitian – inisiatif seperti ini perlu melibatkan pengolah hingga lembaga penelitian, organisasi masyarakat sipil hingga lembaga pemerintah. Data mengenai jenis dan jumlah produk sampingan yang diproduksi, serta nilai produk sampingan, akan membantu para pelaku menyiapkan justifikasi untuk meningkatkan pemanfaatan produk sampingan.

Untuk meningkatkan keahlian teknis mengenai cara mengurangi susut dan menggunakan kembali produk sampingan dari proses pengolahan, pelajaran yang dipetik dapat dibagikan kepada seluruh pemangku kepentingan — seperti yang telah dilakukan oleh 100% Fish initiative,  dari Iceland Ocean Cluster, yang menghubungkan berbagai sektor, termasuk akademisi dan perusahaan rintisan (start-up). Iceland Ocean Cluster memimpin Ocean Cluster Network serta menunjukkan bahwa pertukaran informasi dan co-ideation lintas sektor dapat mendorong inovasi dalam penggunaan produk sampingan pangan laut untuk kebutuhan non-pangan.

3) Meningkatkan Efisiensi Operasional.

Perbaikan operasional juga menjadi faktor kunci untuk mengurangi susut pangan — bagi produsen skala kecil maupun perusahaan besar. Perbaikan tersebut dilakukan dengan meningkatkan efisiensi pengolahan dan cold chain management untuk menjaga kualitas pangan laut. Berbagai solusi inovatif juga telah dikembangkan oleh produsen skala kecil, seperti freezer bertenaga surya yang digunakan oleh perempuan desa di Kepulauan Solomon.

Agar dapat meningkatkan efisiensi, pengolah ikan harus memiliki sumber daya atau kapasitas untuk meningkatkan kegiatan operasional mereka. Ini akan membutuhkan investasi yang cukup besar, tetapi investasi tersebut akan membuahkan hasil: Banyak perusahaan di Eropa dan Amerika Utara telah berinvestasi untuk meningkatkan efisiensi operasional, yang sering kali mendorong pengurangan limbah, dan di kemudian hari dapat meningkatkan efektivitas biaya. Analisis World Resources Institute terkait susut dan limbah pangan menemukan bahwa perusahaan, negara, dan kota akan memperoleh manfaat dari pengurangan susut dan limbah pangan.

Para pekerja sedang mengolah ikan di Vietnam. Foto by the World Bank/Flickr

4) Membuat Produk Baru, dengan Produk Sampingan. 

Cara inovatif untuk menggunakan kembali produk sampingan pangan laut yang dibuang dalam tahap pengolahan akan memberikan manfaat lingkungan, sosial dan nutrisi. Selain itu, penggunaan kembali juga dapat memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan: sebuah studi tentang budidaya ikan di Skotlandia menunjukkan bahwa penggunaan produk sampingan untuk dikonsumsi manusia dan pakan ternak dapat menghasilkan pendapatan tambahan sebesar £23,7 juta ($32 juta) per tahun.

Sebagai contoh, produk sampingan dapat diolah menjadi tepung ikan dan minyak ikan serta digunakan sebagai pakan ternak, pupuk dan suplemen untuk meningkatkan kesehatan manusia.

Ekonomi sirkular juga mendorong penggunaan produk sampingan dengan cara yang inovatif, seperti dompet kulit ikan, minuman olahraga, kosmetik, dan biofuel. Banyak dokter telah berhasil menggunakan kulit ikan untuk mengobati luka bakar. Kulit ikan kaya akan kolagen dan cukup lembab sehingga lebih efektif daripada perban.

Walaupun pemulihan dan penggunaan produk sampingan sudah menjadi hal yang lazim di beberapa rantai pasokan, praktik seperti ini masih perlu ditingkatkan, diadaptasi, dan direplikasi agar dapat menjangkau lebih banyak pengolah pangan laut di seluruh dunia. Pasar untuk produk sampingan juga perlu dikembangkan.

5) Meningkatkan Permintaan akan Bagian-Bagian Tubuh Ikan yang Kurang Dimanfaatkan.

Kolaborasi multipihak dapat meningkatkan permintaan akan bagian-bagian tubuh ikan yang masih kurang dimanfaatkan.

Program edukasi tentang nilai gizi pangan laut dapat membantu mengurangi mubazir pangan laut dan meningkatkan pemanfaatan bagian-bagian tubuh ikan yang kurang populer. Edukasi tersebut dapat disampaikan dengan menjelaskan nilai gizi dan cara mengolah bagian-bagian tersebut. Sebagai contoh, FairFishing membantu mempopulerkan pemanfaatan bagian-bagian tubuh ikan yang kurang banyak dimanfaatkan sebagai “praktik terbaik” bagi konsumen dan perusahaan di Somaliland, karena mereka menyadari bahwa langkah tersebut dapat mengurangi limbah pangan laut dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi.

Upaya untuk meningkatkan permintaan juga melibatkan organisasi masyarakat sipil dan influencer media sosial yang berkolaborasi untuk mempromosikan hidangan yang dibuat dari bagian-bagian pangan laut yang lain dari biasanya. Koki-koki kreatif berupaya memanfaatkan bagian-bagian tubuh ikan yang kurang dimanfaatkan dan biasanya dibuang, dengan mempromosikan pola makan fin-to-gill dan membuat buku resep yang secara khusus membahas topik tersebut.

Kolaborasi adalah Kunci untuk Mengurangi Mubazir Pangan Laut

Pangan laut yang terbuang adalah masalah lintas sektoral dan solusi yang diusulkan, yakni memanfaatkan seluruh bagian tubuh ikan, dapat memberikan banyak manfaat. Kolaborasi untuk mengatasi pangan laut yang terbuang dan kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi dapat mengurangi tekanan terhadap sektor perikanan sekaligus meningkatkan nilai ikan.

Kita hidup di Bumi yang terbatas. Oleh karena itu, kolaborasi dalam mengatasi pangan laut yang terbuang dan menggunakan 100% pangan laut dari tangkapan liar atau hasil budidaya akan membantu melindungi sumber daya alam, mendapatkan dan membagi nutrisi secara efisien, serta berpotensi meningkatkan pendapatan dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.