Tulisan ini sebelumnya diterbitkan di The Jakarta Post.

Hasil survei global terbaru mengenai tutupan pohon yang dirilis oleh Global Forest Watch cukup mengkhawatirkan: dunia kehilangan 3,6 juta hektar hutan hujan primer atau seukuran Belgia hilang pada tahun 2018. Namun ada satu negara yang kisahnya terbilang sukses: Indonesia dilaporkan mengalami penurunan tingkat kehilangan hutan yang signifikan dalam dua tahun berturut-turut. Meskipun tingkat kehilangan hutan absolut tetap tinggi (340.000 hektar/840.000 hektar di tahun 2018), Indonesia sepertinya bergerak ke arah yang benar. Keberhasilan Indonesia dapat tercapai atas upaya-upaya yang kuat dari pemerintahan Presiden Jokowi, termasuk larangan sementara terhadap ekspansi perkebunan kelapa sawit ke hutan dan lahan gambut.

Sejumlah hutan hujan tropis utuh dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi berada di Indonesia. Hutan-hutan tersebut memiliki peran penting di dunia. Misalnya, hutan-hutan di Papua dan Papua Barat merupakan rumah bagi "burung cenderawasih" yang ikonik, di samping segudang spesies lainnya. Hutan-hutan ini merupakan sumber mata pencaharian berkelanjutan dan akar identitas budaya bagi masyarakat adat di wilayah tersebut. Hutan dan lahan gambut Indonesia juga menyimpan jumlah karbon yang sangat besar, sehingga hutan-hutan tersebut pemegang peran penting dalam upaya dunia untuk memerangi perubahan iklim.

Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon Indonesia yang dipimpin oleh Profesor Dr. Bambang Brodjonegoro di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) baru-baru ini menemukan bahwa Indonesia dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 43% pada tahun 2030, sambil tetap mempertahankan pertumbuhan produk domestik bruto di tingkat 6% per tahun hingga tahun 2045. Masa depan rendah karbon ini tentunya tidak dapat tercapai di Indonesia tanpa komitmen terhadap hutan ketika kehilangan hutan dan perubahan penggunaan lahan menyumbang 55% dari emisi gas rumah kaca nasional. Untuk mencapai skenario ambisius yang ditetapkan oleh inisiatif Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, diperlukan pemulihan 1 juta hektar lahan terdegradasi setiap tahunnya hingga tahun 2024.

Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon Indonesia telah menetapkan lima langkah agar hutan-hutan di Indonesia dapat dilindungi dan dipulihkan, yaitu:

<p> Seekor burung cenderawasih ikonis Indonesia. Flickr/Pavel Kirillov </p>

Seekor burung cenderawasih ikonis Indonesia. Flickr/Pavel Kirillov

1. Memperpanjang moratorium hutan dan lahan gambut di Indonesia.

Pertama, pemerintah Indonesia dapat secara permanen memperluas moratorium, atau melarang ekspansi lahan kelapa sawit dan pertanian lainnya ke wilayah hutan primer dan lahan gambut. Moratorium ini merupakan langkah pertama yang penting untuk memastikan terpenuhinya target pengurangan emisi Inisiatif PRK. Antara tahun 2016 dan 2017, kehilangan hutan primer di lahan gambut yang dilindungi menurun sebesar 88% ke level terendah sepanjang sejarah.

2. Menyelesaikan konflik tata guna lahan.

Kedua, Inisiatif PRK merujuk pada inisiatif "Satu Peta" yang tengah diterapkan di Indonesia. Inisiatif ini merupakan upaya rekonsiliasi klaim dan kebutuhan masyarakat dan pemegang konsesi pertambangan, pertanian, perikanan dan kehutanan yang berbenturan atas lahan dan laut. Keberhasilan penerapan kebijakan Satu Peta dapat membantu memenuhi target pemulihan hutan Inisiatif PRK yang ambisius dengan menyelesaikan konflik masyarakat yang terjadi dan mengidentifikasi wilayah-wilayah yang paling tepat untuk pemulihan.

3. Menggunakan model finansial baru untuk konservasi dan pemulihan.

Ketiga, keuangan perlu dialirkan ke provinsi dan kabupaten yang paling membutuhkan perlindungan dan pemulihan hutan. Hal ini dapat dicapai melalui skema “transfer fiskal berbasis ekologi”, seperti yang pertama kali dilakukan di India. Di sana, pemerintah nasional memberikan penghargaan kepada negara bagian dengan tutupan hutan yang tinggi atas keberhasilan mereka menjaga hutan yang dimiliki. Tahun lalu, puluhan kabupaten kaya hutan di Indonesia meminta pemerintah untuk membangun mekanisme serupa. Untuk mendukung langkah ini, subsidi pertanian juga dapat dialihkan sehingga secara jelas melekat kepada hasil barang publik seperti wilayah hutan yang dilindungi atau tengah dipulihkan.

4. Memperbaiki rantai nilai pertanian serta mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan.

Keempat, rantai nilai pertanian Indonesia dapat dibuat lebih produktif dan adil dengan meningkatkan infrastruktur dan akses petani kepada pasar. Upaya ini dapat menciptakan pendapatan yang lebih baik bagi buruh tani dan mengurangi kehilangan pangan dan limbah pangan (termasuk sayuran dan ikan). Petani yang lebih produktif dan terlatih juga memiliki kemampuan lebih untuk melakukan praktik pertanian yang baik dan berkelanjutan, sehingga dapat memosisikan Indonesia sebagai pemasok komoditas berkelanjutan, kayu legal dan agen pengurangan emisi.

5. Meningkatkan upaya ketahanan gizi dan pangan.

Kelima dan terakhir, cakupan upaya-upaya secara nasional perlu diperluas untuk menyediakan pilihan makanan yang lebih sehat dan beragam bagi masyarakat Indonesia, sehingga dapat mengatasi tingginya angka kekurangan gizi dan obesitas. Sekitar 37 persen balita di Indonesia berperawakan pendek (stunting). Peran hutan dalam menyediakan produksi pangan yang berkelanjutan dan bergizi sangat penting, namun sering kali diabaikan. Hutan utuh membantu memastikan curah hujan yang memadai bagi pertanian, sementara sistem wanatani menyediakan makanan bergizi seperti kacang-kacangan dan nanas untuk konsumsi manusia.

Hutan yang Lebih Sehat & Masa Depan yang Lebih Cerah bagi Masyarakat Indonesia

Indonesia memiliki peluang yang sangat baik untuk melangkah maju dalam upaya pengurangan deforestasi, pemulihan hutan yang terdegradasi dan pembentukan sistem penggunaan pangan dan lahan berkelanjutan. Jika hal-hal ini dapat tercapai, Indonesia dapat menjadi contoh kepemimpinan yang baik bagi dunia. Koalisi Pangan dan Penggunaan Lahan (The Food and Land Use Coalition), sebuah inisiatif global untuk mengubah sistem pangan dan penggunaan lahan di dunia, telah mengakui Indonesia sebagai negara pelopor. Sebagai hasil dari LCDI, kelima rekomendasi di atas diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan pemerintah mengenai pangan dan penggunaan lahan sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan nasional dan daerah yang akan datang.

Jika lima langkah ini dapat menjadi komitmen dan ditindaklanjuti, hutan-hutan di Indonesia serta seluruh rakyat yang bergantung padanya masih memiliki masa depan yang cerah.