Menurut data dari University of Maryland (UMD), yang dapat diakses melalui Global Forest Watch, pada tahun 2017 terjadi kehilangan tutupan pohon hutan tropis terburuk kedua sepanjang masa. Berbeda dengan tren peningkatan kehilangan tutupan pohon di dunia, data UMD dan data deforestasi resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia justru menurun dari tahun sebelumnya. Meskipun kedua data tersebut menunjukkan tren penurunan, masing-masing menyebutkan angka kehilangan yang berbeda. Dalam blog ini, kami mencoba menjelaskan perbedaan antara data kehilangan tutupan pohon dari UMD dan data deforestasi nasional Indonesia.

Apa yang dapat kita pelajari dari data UMD?

Menurut data UMD, 1,3 juta hektar tutupan pohon di Indonesia hilang pada tahun 2017. Pada dasarnya, data total kehilangan yang terjadi di Indonesia ini dapat dibandingkan dengan total kehilangan di negara-negara lain di dunia. Namun, mengingat tingginya tingkat kepadatan hutan tanam di Indonesia, data tersebut mungkin tidak dapat dijadikan acuan dalam memahami perubahan hutan di Indonesia. Meski demikian, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari data kehilangan tutupan pohon Indonesia yang dikeluarkan oleh UMD.

Jika melihat jumlah kehilangan hutan alam (tidak termasuk kehilangan di perkebunan yang dipetakan pada periode 2013/2014), kita dapat memahami lebih jauh perubahan hutan yang sedang terjadi di dalam negeri. Menurut metrik tersebut, data UMD menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kehilangan tutupan pohon seluas 1 juta hektar pada tahun 2017.

Untuk melihat kehilangan yang terjadi di hutan-hutan terpenting, kita dapat menyaring data untuk menunjukkan perubahan pada hutan primer saja (sebagaimana didefinisikan oleh Margono et al). Data UMD menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kehilangan hutan primer seluas 0,4 juta hektar pada tahun 2017.

Sementara KLHK melaporkan kehilangan hutan primer sebesar 0,5 juta hektar pada tahun 2017, dimana kriteria yang berbeda digunakan untuk menaksir kehilangan pada hutan primer, hutan sekunder dan perkebunan Akasia.

2017 Indonesia Loss by Forest TypeGambar 1: Perbandingan data kehilangan hutan KLHK dan data kehilangan tutupan pohon UMD berdasarkan jenis hutan.

Mengapa angkanya berbeda?

Metode analisis kehilangan

UMD menghitung kehilangan tutupan pohon dengan mengukur kehilangan total (yang dikenal dengan istilah stand replacement disturbance) dari tutupan kanopi pada resolusi 30 kali 30 meter, ukuran setiap piksel Landsat. Kehilangan ini dapat disebabkan oleh aktivitas manusia, termasuk kegiatan kehutanan seperti penebangan kayu atau deforestasi (alihguna hutan alam untuk penggunaan lahan lainnya), atau proses alami seperti wabah penyakit atau kerusakan akibat badai. Kebakaran hutan juga menjadi salah satu penyebab utama kehilangan tutupan pohon yang dapat terjadi secara alami maupun karena kegiatan manusia.

Di sisi lain, KLHK mendefinisikan deforestasi sebagai kehilangan yang terjadi pada tujuh kelas hutan berdasarkan peta tutupan lahan KLHK. Peta tutupan lahan tersebut dibuat melalui interpretasi visual atas citra satelit Landsat pada wilayah pemetaan seluas 6,25 hektar.

KLHK melaporkan jumlah kehilangan kotor setiap tahunnya, dengan mempertimbangkan tutupan pohon baru di perkebunan kayu yang muncul ketika pohon mencapai usia dewasa (biasanya dalam 5 sampai 7 tahun). Sebaliknya, data kehilangan tutupan pohon UMD tidak memperhitungkan tutupan pohon baru.

Tahun deteksi kehilangan tutupan pohon

Data UMD dibuat berdasarkan citra satelit. Dalam data UMD, satu tahun data diartikan sebagai satu tahun kalender (Januari hingga Desember). Pada citra satelit, tutupan awan tebal dapat mengganggu deteksi perubahan yang terjadi, sehingga kehilangan tutupan pohon kadang baru terdeteksi satu tahun setelahnya. Karena kebanyakan kebakaran hutan terjadi pada akhir tahun, UMD mungkin baru dapat mendeteksi kebakaran tersebut melalui citra satelit pada awal tahun berikutnya.

Sementara, periode satu tahun dalam pengolahan data KLHK dimulai pada bulan Juli tahun sebelumnya hingga bulan Juni tahun berikutnya sehingga keterlambatan deteksi ini tidak terjadi.

Definisi cakupan hutan

UMD mendefinisikan cakupan hutan sebagai ukuran biofisik tutupan pohon lebih dari 30 persen pada tahun 2000. Dengan ukuran biofisik ini, cakupan hutan menjadi jauh lebih luas dari definisi cakupan hutan primer yang dibuat oleh KLHK (1,61 juta hektar dan bukan 105 juta hektar). Namun, apabila data kehilangan tutupan pohon UMD dibaca menggunakan definisi luas hutan KLHK, angka kehilangan berdasarkan data UMD pada tahun 2017 menjadi 0,4 juta hektar – hampir sama dengan angka kehilangan sebesar 0,5 juta hektar yang dilaporkan oleh KLHK.

Kehilangan Tutupan Pohon (Hansen/UMD/Google/USGS/NASA) Deforestasi (Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan)
Cakupan Area Tutupan pohon: vegetasi kayu dengan tinggi lebih dari 5 meter, dengan tutupan kanopi lebih dari 30%

Hutan alam: semua area tutupan pohon tidak termasuk perkebunan yang telah dipetakan

Hutan primer: area tutupan pohon yang bersinggungan dengan cakupan hutan primer utuh yang ditetapkan pada tahun 2000 maupun yang terdegradasi (sebagaimana didefinisikan oleh Margono, et al.)

Lahan seluas lebih dari 6,25 hektar dengan pepohonan dewasa yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih dari 30%

Hutan: termasuk tujuh kelas tutupan lahan: Lahan kering primer, hutan bakau dan rawa, Lahan kering sekunder, hutan bakau dan rawa, Hutan perkebunan industri (perkebunan bubur kertas dan kertas)

Definisi Kehilangan Penebangan atau kematian tutupan pohon yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penebangan mekanis, kebakaran, wabah penyakit atau kerusakan akibat badai. Oleh karena itu, "kehilangan" tidak sama dengan deforestasi Perubahan tujuh kelas tutupan lahan hutan menjadi kelas non-hutan (misalnya semak belukar, perkebunan) yang terdeteksi
Area Observasi Termasuk semak belukar, pohon karet dan pohon palem serta hutan alam Pohon karet dan pohon kelapa sawit tidak termasuk, perkebunan kayu termasuk
Metodologi Algoritme pembelajaran yang diawasi Visual (digitalisasi manual)
Luas Pemetaan Minimum 0.09 ha (30 x 30 m) 6.25 ha (250 x 250 m)
Periode Observasi Januari – Desember Juli – Juni
Penghitungan Deforestasi Kotor Bersih (kehilangan – penambahan)

Kehilangan yang tidak dilaporkan oleh KLHK mungkin terjadi dalam 30 tahun terakhir di wilayah hutan yang masih muda atau hutan yang terdegradasi (dan tidak diikutsertakan dalam data hutan primer), namun masih relevan dalam statistik deforestasi. Dengan menggunakan kedua data dari KLHK dan UMD, kita dapat memahami perubahan tutupan pohon di Indonesia dengan lebih baik.

Meskipun terdapat perbedaan definisi, deteksi dan skala, masing-masing data baik dari KLHK maupun UMD menunjukkan jenis-jenis kehilangan yang penting dan tren serupa.

Dalam data UMD, deforestasi akibat pembukaan perkebunan di luar hutan primer dianggap sebagai kehilangan.

FOTO SPANDUK: Hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah. Oleh: WRI/Flickr.