Pantau Jejak: Indikasi Penebangan Hutan Ilegal di Indonesia adalah sebuah inisiatif yang dikembangkan untuk mengidentifikasi wilayah prioritas untuk dipantau di Indonesia yang terindikasi mengalami penebangan hutan ilegal. Daftar wilayah pantauan ini disusun dan diterbitkan setiap periode tiga bulanan agar dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap penebangan hutan illegal di Indonesia.

Metodologi Pantau Jejak adalah modifikasi minor dari metodologi Places to Watch untuk mengidentifikasi area yang terindikasi mengalami penebangan hutan secara illegal dalam skala besar. Penebangan hutan secara ilegal melingkupi penebangan dalam kawasan hutan tanpa izin yang sah dan penebangan dengan izin yang sah namun tidak sesuai dengan ketentuan dalam izin sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Namun demikian, karena keterbatasan data seperti rencana kerja perusahaan konsesi, Pantau Jejak saat ini baru mengakomodir lingkup ilegalitas yang pertama.

Metodologi Pantau Jejak mengidentifikasi area dengan jumlah peringatan kehilangan tutupan pohon mingguan tertinggi (menggunakan peringatan GLAD)1 pada daerah di mana penebangan hutan dilarang secara hukum. Berikut alur metodologi yang digunakan dalam Pantau Jejak:

Kami menggunakan ukuran sel grid 5x5 km, dan bukan ukuran 10x10 km seperti di Places to Watch, karena ukuran sel grid 5x5km lebih baik dalam menangkap penyebab kehilangan hutan secara individual. Kami menyaring area fokus yang terkait dengan penebangan hutan ilegal menggunakan lapisan di bawah ini:

  1. Tutupan hutan2 terdiri dari hutan primer dan sekunder dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tutupan hutan diekstrak dari data tutupan lahan yang diproduksi oleh KLHK, mengambil kelas tutupan hutan primer dan sekunder, dan mengeluarkan hutan tanaman industri. Kami melakukan tumpang susun peringatan GLAD dengan tutupan hutan untuk mengidentifikasi pembukaan di area dengan tutupan hutan secara biofisik, terlepas dari status hukum hutan tersebut. Definisi kelas tutupan hutan yang digunakan sebagai berikut: a) Hutan primer adalah hutan yang belum pernah atau sangat sedikit sekali mengalami gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, seperti penebangan pohon dan pembukaan jalan logging; b) Hutan sekunder adalah hutan yang telah mengalami gangguan yang cukup besar yang disebabkan oleh aktivitas manusia; c) Hutan tanaman industri adalah hutan yang ditanami tumbuhan secara monokultur yang akan dipanen dalam jangka waktu beberapa tahun, untuk kemudian ditanami kembali dengan tumbuhan yang sama di periode penanaman berikutnya. Di Indonesia, hutan tanaman biasanya ditanami tumbuhan sumber bahan baku industri bubur kertas seperti akasia.
  2. Kawasan hutan menunjukkan status legal kawasan hutan yang ditunjuk oleh KLHK. Kami menggunakan data ini untuk mengidentifikasi indikasi pembukaan secara ilegal di dalam kawasan hutan sesuai dengan fungsinya. Kawasan hutan adalah areal yang ditetapkan oleh Pemerintah, yaitu KLHK, sebagai hutan tetap sehingga tidak boleh digunakan untuk kegiatan non-kehutanan. Kawasan ini dibagi menjadi tiga fungsi utama, yaitu konservasi (pemeliharaan dan perlindungan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya), lindung (perlindungan sistem penyangga kehidupan seperti air, mitigasi bencana), serta produksi (produksi hasil hutan). Pemanfaatan kayu di kawasan konservasi sama sekali dilarang, dan kawasan lindung pada dasarnya tidak boleh dimanfaatkan kayunya kecuali ada izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Dalam kawasan hutan produksi, pemanfaatan kayu dapat diizinkan hanya di area yang memiliki izin konsesi untuk menebang kayu dan dengan penghutanan kembali. Sedangkan kegiatan di kawasan hutan produksi yang tidak memiliki izin merupakan kegiatan illegal.
  3. Izin konsesi. Data ini menunjukkan izin untuk berbagai konsesi termasuk izin tebang pilih atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (HTI), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Rakyat (HTR), hutan desa, Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Berdasarkan peraturan, pembukaan di dalam konsesi tersebut dapat dilakukan, sehingga kami menggunakan lapisan ini untuk mengeluarkan pembukaan hutan yang legal.

Langkah selanjutnya adalah melakukan tumpang susun peringatan GLAD dengan area fokus, dan sel 5x5km. Skor untuk setiap sel grid dihitung dengan melihat jumlah titik peringatan GLAD terhadap proporsi area fokus di setiap grid 5 km. Lalu, kami memilih 10 area teratas untuk diverifikasi lebih lanjut dengan citra satelit resolusi tinggi. Kemudian, kami menggunakan metode Queen's Case Neighborhood untuk mendeteksi lokasi 10 area teratas dengan mengidentifikasi lokasi yang memiliki sel saling berdempetan secara diagonal dan tegak lurus yang juga terdeteksi adanya peringatan GLAD dalam jumlah besar. Metode ini mengelompokkan sel 5x5km yang berdempetan ke dalam satu grup sel yang berdekatan. Seluruh area tersebut kemungkinan merepresentasikan penyebab kehilangan hutan spesifik yang serupa (misal karena kegiatan pertambangan, atau pembukaan untuk perkebunan). Areal 10 teratas kemudian diidentifikasi menggunakan citra satelit resolusi tinggi (Planet dan Google Earth Pro) yang dimaksudkan untuk dua tujuan: pertama untuk memverifikasi bahwa benar terjadi kehilangan tutupan hutan, dan kedua untuk mengidentifikasi indikasi penyebab kehilangan hutan.

Verifikasi atas peringatan GLAD dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi dimaksudkan untuk menghilangkan data positif palsu (false positive), yaitu wilayah dimana terdeteksi terjadi kehilangan tutupan hutan melalui data peringatan GLAD, tapi sebenarnya tidak terjadi kehilangan tutupan hutan. Data positif palsu dapat disebabkan oleh berapa hal:

  1. Kondisi tutupan awan yang tinggi

  1. Periode transisi musim penghujan dan musim kemarau

Setelah menghilangkan data positif palsu dan memastikan bahwa benar telah terjadi pembukaan hutan di wilayah yang diamati, kami mengidentifikasi penyebab pembukaan hutan di tiap-tiap wilayah. Kami melakukan verifikasi awal melalui studi literatur yang bertujuan untuk memberikan informasi tambahan dari data sekunder tentang perkembangan isu penebangan hutan ilegal di lima area teratas yang ditampilkan. Data sekunder dimaksud tentunya tidak dapat diartikan sebagai verifikasi final terhadap indikasi tersebut, tetapi dapat menjadi petunjuk awal untuk verifikasi lebih lanjut.


  1. Data peringatan GLAD dihasilkan dari University of Maryland dan dipublikasikan terbuka melalui Global Forest Watch. Peringatan GLAD menunjukkan kehilangan tutupan pohon mingguan berdasarkan piksel ukuran 30x30 meter, yang dianalisis dari citra satelit Landsat. Setiap peringatan GLAD mewakili piksel 30x30m dengan estimasi kehilangan kanopi 50% atau lebih pada area 0.01 hektar, seperti pada artikel ini. ↩︎

  2. Data tutupan hutan/lahan, kawasan hutan dan perizinan bersumber dari geoportal KLHK http://geoportal.menlhk.go.id/arcgis/rest/services/KLHK. Dimana data tutupan hutan/lahan diperbaharui setiap setahun sekali, sedangkan kawasan hutan setiap 6 bulan sekali dan perizinan tidak menentu. Setiap edisi blog di pantau jejak sudah menyesuaikan dengan data terbaru dari setiap lapisannya agar sesuai dengan konteks yang dekat dengan penebangan hutan ilegal. ↩︎