Artikel ini pernah dimuat di CityMetric.


Ketika Rose Molokoane berbicara di World Urban Forum di Kuala Lumpur pada bulan Februari, dia menantang para pembuat kebijakan, praktisi dan peneliti yang hadir.

“Saya telah menghadiri setiap World Urban Forum dan setiap kalinya, saya selalu mendengar pemerintah mengangkat pentingnya kerja sama yang lebih baik,” jelas wakil presiden Shack/Slum Dwellers International tersebut. Agaknya kalimat tersebut langsung menarik perhatian para hadirin yang sebagian besar merupakan pejabat pemerintah.

“Kami sudah sering mendengar para pemimpin berbicara mengenai kepercayaan, integritas dan partisipasi,” lanjutnya. “Saya tidak tahu partisipasi siapa yang dimaksud, karena jelas bukan partisipasi kita.”

Bergerak ke Arah yang Salah

Molokoane adalah satu dari 881 juta orang yang hidup di daerah kumuh, tanpa akses kepada fasilitas dasar seperti air, sanitasi dan perumahan. Jika tidak ada perubahan dalam pola pertumbuhan kota, kami memperkirakan jumlah penduduk daerah kumuh akan mencapai 1,2 miliar di tahun 2050.

Berbagai tren urban lainnya juga mengkhawatirkan. Lebih dari 70 persen emisi karbon dari penggunaan energi final berasal dari daerah perkotaan. Ketika populasi dan ekonomi perkotaan bertumbuh, emisi gas rumah kaca juga terus meningkat.

Perkotaan juga terus berkembang: jumlah lahan yang digunakan untuk pembangunan perkotaan diprediksi meningkat tiga kali lipat dari tahun 2000 hingga 2050. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem alami dan lahan pertanian produktif. Penduduk kota-kota berkembang juga menghabiskan banyak waktu dalam perjalanan ke kantor, tempat pelayanan dan fasilitas, sehingga penggunaan energi cenderung tidak efisien.

Membuat Perubahan

Molokoane dan aktivis lainnya ikut terlibat dalam penyusunan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Perjanjian Paris dan Agenda Perkotaan Baru. Perjanjian-perjanjian global ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.

Sayangnya, masih panjang perjalanan kota-kota dunia untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan di perkotaan terus meningkat, begitu juga dengan jejak lingkungan kota. Karena itu, diperlukan perubahan besar-besaran untuk membuat perubahan menuju pembangunan perkotaan yang lebih hijau dan inklusif.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan berkomitmen untuk memberantas segala bentuk kemiskinan di tahun 2030. Untuk mewujudkan aspirasi tersebut, pemerintah harus menyediakan perumahan yang layak, air minum bersih, sistem sanitasi yang dapat diandalkan serta energi bersih bagi penduduk urban yang kurang mampu. Pada akhirnya, jumlah penghuni kawasan kumuh akan menurun sebesar 50-60 juta orang per tahun meskipun populasi kota terus meningkat.

Perjanjian Paris berkomitmen untuk menghapus emisi global bersih pada tahun 2050. Untuk mengurangi emisi karbon perkotaan, pemerintah harus menggerakkan investasi energi terbarukan, transportasi umum, bangunan hemat energi dan pengelolaan limbah padat dalam skala besar. Sebagian besar investasi tersebut akan digunakan di perkotaan untuk mengurangi emisi hingga 4-5 persen setiap tahunnya.

Cara lahan perkotaan digunakan merupakan kunci untuk mencapai perjanjian-perjanjian global di atas. Penduduk di kota-kota yang lebih efektif dan terhubung memiliki akses yang lebih baik kepada pekerjaan, layanan dan fasilitas. Mereka juga tidak perlu melakukan perjalanan jauh, sehingga emisi transportasi yang menyebabkan perubahan iklim dan memengaruhi kualitas udara dapat dikurangi Untuk itu, perkotaan harus menghindari penggunaan lahan berlebih dan berfokus membangun kota yang lebih efisien dan inklusif.

Mewujudkan Agenda Melalui Tindakan

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Perjanjian Paris ditandatangani pada tahun 2015, sementara Agenda Perkotaan Baru ditandatangani di tahun 2016. Sudah saatnya kita mengambil tindakan nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah dibuat. Namun, kita harus menyadari bahwa perubahan yang radikal diperlukan dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Untuk membuat perubahan, peningkatan kebijakan atau investasi infrastruktur saja tidak cukup. Pertumbuhan perkotaan harus diatur agar dapat memenuhi kebutuhan para penduduk kota, mengurangi penggunaan sumber daya dan mempertahankan pembangunan ekonomi.

CSemua perubahan ini harus dilakukan di perkotaan dan memerlukan kontribusi berbagai pihak. Pemerintah nasional perlu menciptakan kerangka kerja untuk mengoordinasikan berbagai pihak di perkotaan. Pembiayaan swasta merupakan kunci untuk memenuhi kebutuhan investasi infrastruktur.

Anggota masyarakat seperti Molokoane harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaannya, mengingat para penduduklah yang paling memahami kota mereka sendiri dan harus menanggung akibatnya di akhir hari.