Sejak skema pengimbangan karbon sukarela mulai berkembang di tahun 2000-an, lebih dari 435,7 juta ton emisi karbon telah diserap atau dihindari melalui pasar pengimbangan karbon sukarela. Jumlah ini sama dengan emisi yang dihasilkan dari 300 juta mobil selama satu tahun. Meskipun terlihat banyak, para ilmuwan memperkirakan bahwa atmosfer tidak mampu menyerap lebih dari 420 GT C02 jika kita ingin mencapai target di bawah 1,5 derajat Celsius. Kalau tidak, kita akan menghadapi kepunahan ekosistem massal di seluruh dunia dan masalah pengungsian iklim hingga satu miliar orang di samping bencana lainnya.

Pengimbangan karbon merupakan konsep yang sederhana: untuk setiap emisi karbon yang Anda lepaskan, Anda perlu membayar untuk penyerapan atau pencegahan pelepasan emisi tersebut dalam bentuk lain di masa depan melalui beberapa cara, seperti menanam pohon atau menangkap emisi metana di TPA.

Lebih dari 70 persen emisi karbon di seluruh dunia dihasilkan oleh 100 perusahaan saja. Para ahli juga telah berulang kali mengingatkan bahwa para pelaku bisnis harus mengubah kebiasaan mereka jika kita ingin memerangi krisis iklim secara signifikan. Pemerintah dan perusahaan jelas perlu berusaha lebih keras untuk mewujudkan perubahan tersebut. Secara global, inisiatif seperti Science Based Targets (SBT) dan CDP (sebelumnya dikenal sebagai Proyek Pengungkapan Karbon) telah terbukti meningkatkan partisipasi perusahaan. Kedua inisiatif yang tengah dijalankan ini berfungsi sebagai kerangka kerja ilmiah insentif bagi sektor swasta untuk memimpin transparansi dan aksi lingkungan. Saat ini, belum ada perusahaan di Indonesia yang ikut serta dalam SBT. Pada Januari 2019, hanya ada tiga perusahaan di kawasan ASEAN yang memiliki target pengurangan emisi yang telah disetujui oleh SBTi, yaitu City Developments Limited (CDL), HK Electric Investments dan Singtel. Dalam ranah pengimbangan karbon, perusahaan dan pemerintah memiliki peluang dan tanggung jawab yang sangat besar sebagai penyedia, pembeli dan regulator dalam pengimbangan karbon tersebut.

Menghindari pelepasan emisi memang merupakan pilihan terbaik. Namun, ketika masih banyak emisi yang tidak bisa dihindari, seperti 2 persen emisi global (setara dengan 6,62 Gt CO2 di tahun 2018) dari perjalanan udara, pengimbangan karbon menjadi senjata ampuh untuk memerangi krisis iklim.

Di negara-negara di Belahan Bumi Selatan seperti Indonesia yang tidak memiliki pasar pengimbangan karbon yang diatur dan didukung oleh pemerintah, para pelaku bisnis mempunyai peluang besar untuk memulai kerja sama dengan pemerintah dalam membangun landasan bagi pengembangan pasar tersebut. Pelaku bisnis dapat mempelajari standar dan aturan pengimbangan dari pasar-pasar yang sudah mapan di California atau Korea Selatan untuk menghindari masalah-masalah yang biasa terjadi di pasar pengimbangan karbon terkait efektivitas, akuntabilitas dan transparansi.

Mewajibkan pembelian atau pembuatan proyek yang beragam dan sebagian besar dilaksanakan secara lokal sehingga berbagai manfaat tambahan dari proyek tersebut juga dapat didistribusikan secara lokal menjadi salah satu cara mudah untuk mengimplementasikan proyek pengimbangan karbon secara lebih efektif. Selain itu, dengan jarak geografis yang lebih dekat, manajemen dan pemantauan proyek tersebut juga lebih mudah dilakukan.

Ada banyak manfaat tambahan dari proyek yang menguntungkan lingkungan dan kehidupan masyarakat. Konservasi hutan di Kalimantan contohnya, tidak hanya mengurangi emisi terkait penebangan pohon, tetapi juga menciptakan sumber pendapatan yang lebih beragam melalui wanatani atau pariwisata.

Keterbukaan dan transparansi juga menjadi aspek penting dalam membentuk skema pengimbangan karbon yang efektif. Jika skema pengimbangan karbon dipantau, dilaporkan, dan diverifikasi secara terbuka, dan laporan tersebut dapat dengan mudah diakses oleh publik, pengimbangan karbon akan lebih efektif dan mudah dikelola. Lebih penting lagi, para pelaku bisnis juga dapat meningkatkan dukungan dari konsumen dan investor. Sebuah studi menemukan bahwa lebih dari 60 persen investor menganggap tata kelola perusahaan yang baik sebagai faktor penting dalam keputusan investasi. Tiga karakteristik tata kelola tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, dan arah perusahaan.

Jika para pelaku bisnis dapat menyediakan cara yang lebih mudah bagi konsumen untuk melakukan pengimbangan karbon, pasar pengimbangan karbon pun dapat dikembangkan dengan lebih cepat. Salah satu contoh sukses adalah inisiatif Qantas Airlines memberikan pilihan bagi konsumen untuk mengimbangi emisi penerbangan mereka. Sejak 2007, maskapai penerbangan terbesar Australia ini memberikan pilihan bagi penumpang untuk membayar biaya penerbangan tambahan, yang sebagian besar digunakan untuk konservasi hutan hujan dari deforestasi. Sebagai gantinya, mereka memberikan poin frequent flyer dan insentif. Sampai saat ini, mereka telah berhasil menghapuskan 3,1 juta ton emisi. Melalui inisiatif ini, pelaku bisnis membantu publik memahami konsep pengelolaan emisi karbon individu mereka dengan lebih baik dan memperkenalkan konsep ini ke masyarakat umum. Kesadaran dan dukungan konsumen yang lebih tinggi untuk program-program semacam itu menjadi landasan bagi kerangka kerja kelembagaan yang diperlukan untuk mulai mengembangkan pasar pengimbangan karbon.

Negara-negara di belahan bumi Selatan seperti seperti Indonesia berpeluang besar untuk menggagas pasar pengimbangan karbon yang kuat. Sebagai kontributor utama krisis iklim yang kita hadapi, para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk memanfaatkan berbagai sumber daya yang mereka miliki untuk menciptakan fondasi yang diperlukan untuk memastikan efektivitas skema pengimbangan karbon.

Industri semen telah terbukti menjadi pionir dalam inventarisasi dan pelaporan gas rumah kaca menggunakan inisiatif global yang disebut Peta Jalan Teknologi – Transisi Rendah Karbon di Industri Semen (Technology Roadmap – Low-Carbon Transition in the Cement Industry). Peta jalan ini menggalakkan penggunaan bahan biomassa dan limbah sebagai bahan bakar kiln semen untuk mengimbangi konsumsi bahan bakar fosil yang banyak menghasilkan karbon. Dengan kapasitas yang dimiliki dan rekam jejak yang sudah terbukti, industri semen dapat menjadi pionir penerapan penyeimbangan karbon. Dari sini, sektor bisnis lainnya dapat memetik pelajaran yang berharga dan ikut meningkatkan pengimbangan karbon.

Sementara itu, pemerintah Indonesia juga dapat berpartisipasi dengan memberikan insentif bagi pengimbangan karbon. Penetapan harga karbon, yang menerapkan biaya eksternal untuk emisi karbon, juga merupakan alternatif yang efektif. Skema ini merupakan contoh skema insentif yang dapat mendorong aksi iklim bersama dari sektor publik dan swasta. Salah satu kebijakan penetapan harga karbon yang paling umum digunakan adalah Skema Perdagangan Emisi (ETS). Dalam ETS Korea Selatan, pengimbangan internasional hanya berkontribusi sebesar 5 persen dari kewajiban penurunan emisi.

Dengan menerapkan beberapa langkah di atas, para pelaku bisnis telah mengambil langkah penting yang diperlukan untuk memerangi krisis iklim. Tata kelola yang baik dan proses yang dapat dipertanggungjawabkan sangat penting dalam penerapan pengimbangan emisi yang efektif. Hari ini, ketika kita merayakan Hari Tanpa Emisi, merupakan momentum yang tepat untuk melanjutkan upaya penurunan karbon yang telah dilakukan.