Tulisan ini awalnya dipublikasikan di World Economic Forum Agenda.


Dunia ini belum pernah menyaksikan adanya momentum politik untuk melindungi hutan-hutan planet kita seperti ini. Berdasarkan lembaga Supply Change sejumlah 366 perusahaan dunia yang bernilai USD 2,9 triliun telah berkomitmen untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasok mereka. Grup seperti Tropical Forest Alliance 2020, Consumer Goods Forum dan Banking Environment Initiative bertujuan membantu perusahaan-perusahaan tersebut untuk mencapai tujuan ini.

Akan tetapi komitmen untuk menghilangkan deforestasi hanya satu sisi saja. Merupakan hal yang lebih kompleks bagi perusahaan global untuk benar-benar melaksanakan komitmen tersebut.

Sekitar 70 persen deforestasi dunia masih terjadi sebagai akibat dari produksi minyak sawit, kedelai, daging sapi, kakao dan komoditas pertanian lainnya, dan rantai pasoknya bersifat kompleks. Perusahaan global seperti Cargill misalnya mendapatkan pasokan kelapa sawit, kedelai dan kakao dari hampir 2000 PKS dan pemasok dan mengandalkan ratusan ribu petani. Selain itu, banyak produk yang diperdagangkan di pasar di tempat (on spot market) sehingga rantai pasok dapat berubah dari hari ke hari. Skala dan kompleksitas yang demikian membuat perusahaan global kesulitan untuk menelusuri pemasok perorangan dan menghilangkan oknum yang ada dari rantai pasok.

Namun demikian, dengan adanya kemajuan di bidang teknologi dan mahadata (big data), deforestasi menjadi lebih mudah untuk diekspos dan perusahaan akan lebih sulit untuk mengabaikan keberadaan praktik tidak lestari dalam rantai pasoknya.

Salah satu contohnya adalah Global Forest Watch (GFW), sebuah kemitraan yang dihimpun oleh WRI. Kemitraan ini menggunakan satelit dan algoritma untuk melacak hilangnya tutupan pohon nyaris seketika. Setiap orang yang memiliki ponsel dan koneksi internet kini dapat mengecek apakah ada areal hutan, walaupun hanya sebesar kotak penalti sepak bola, telah dibuka di belahan dunia manapun sejak 2001. GFW telah mulai bekerja sama dengan perusahaan seperti Mars, Unilever, Cargill dan Mondelēz untuk mengkaji risiko deforestasi di areal lahan seluas Negara Meksiko.

Perusahaan lain juga menggunakan kemajuan teknologi untuk melacak dan mengurangi deforestasi. Walmart, Carrefour dan McDonalds telah bekerja sama dengan pemasok daging sapi utamanya untuk memetakahn hutan di sekitar peternakan di Amazon untuk mengidentifikasi risiko yang ada dan menerapkan dan memonitor perubahannya. Bank Banco do Brasil dan Rabobank kini tengah memetakan lokasi klien mereka dengan menggunakan aplikasi berbasis ponsel dengan tujuan untuk mematuhi persyaratan legal setempat dan komitmen perusahaan. Selain itu, Trase, yang merupakan perangkat jejaring (web tool) telah memublikasikan wilayah pemasok kedelai dengan cara menganalisis set data yang tersedia dalam jumlah yang sangat besar dan perangkat tersebut mengekspos risiko deforestasi yang ada di rantai pasok tersebut.

Pendekatan Baru bagi Komoditas Pertanian

Upaya ini menunjukkan bahwa mahadata dapat membantu menanggulangi deforestasi. Akan tetapi upaya yang sendiri-sendiri tidaklah memadai.

Untuk memberikan dampak perubahan yang nyata dalam industri ini, kita perlu membuat teknologi yang mudah digunakan, dapat digunakan secara global dan dapat diakses secara penuh oleh pelaku yang lebih kecil dan pada saat bersamaan melakukan pembangunan berdasarkan pengalaman perusahaan pelopor. Kita juga perlu mempertimbangkan kompleksitas dan dinamika pasar komoditas pertanian. Dengan kata lain, perusahaan perlu untuk memadukan persoalan ini ke dalam strategi bisnis intinya dengan cara memonitor deforestasi secara konsisten sebagaimana perusahaan tersebut melacak pasar saham.

Dengan mengingat berbagai tantangan tersebut, WRI bersama kemitraan pedagang besar, peritel, pengolah makanan, lembaga keuangan dan LSM kini tengah membangun sistem pendukung keputusan global ke global untuk monitoring dan pengelolaan kinerja lestari terkait lahan dengan fokus pada komitmen deforestasi. Mitra sejak awal kami antara lain Bunge, Cargill, Walmart, Carrefour, Mars, Mondelēz, the Inter-American Investment Corporation, the Nature Conservancy, Rainforest Alliance dan lebih banyak lagi.

Dengan menggunakan platform ini, suatu perusahaan akan dapat memetakan lokasi ribuan PKS, lahan pertanian atau kota madya; mengakses peringatan dan *dashboard* situs untuk melacak permasalahan seperti misalnya hilangnya tutupan pohon dan kebakaran yang terjadi di areal tersebut; dan kemudian mengambil tindakan. Demikian pula bank akan dapat memetakan evolusi risiko deforestasi di seluruh portofolionya. Hal ini menunjukkan bahwa para investor semakin memberikan tuntutannya.

Dengan satu klik saja, untuk menanggulangi deforestasi pengambil keputusan akan dapat memprioritaskan kawasan geografis tertentu yang paling membutuhkan, seperti misalnya memberikan sertifikat bagi kegiatan operasional lestari, bermitra dengan masyarakat setempat atau membeli dari produsen yang memasok dari areal yang melaksanakan praktik yang lestari. Teknologi yang demikian juga akan menciptakan peluang usaha, seperti contohnya dengan cara memungkinkan perusahaan perdagangan untuk dapat mengidentifikasi konsentrasi geografis kegiatan operasionalnya atau memungkinkan lembaga keuangan untuk menciptakan lini kredit hijau baru.

Inisiatif baru ini akan sangat berbeda dengan perangkat lain. Inisiatif ini tidak hanya akan menjadi sumber informasi, tetapi juga sistem pengelolaan yang dapat dioperasikan secara penuh. Perangkat ini juga akan “menggunakan bahasa” pengguna target, mulai dari CEO bank hingga koperasi petani.

Kita sudah memahami akan adanya kebutuhan untuk melawan deforestasi untuk melindungi modal alam, menahan perubahan iklim dan menyediakan pangan secara berkelanjutan bagi dunia. Keinginan politik telah ada. Sekarang adalah saatnya untuk menggunakan kekuatan teknologi informasi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan cara melibatkan semua jenis aktor sembari menciptakan peluang usaha lestari. Hal tersebut benar-benar dapat mengubah dunia.