Serba guna, murah, dan sangat efisien untuk diproduksi, minyak kelapa sawit sangat diminati di seluruh dunia. Minyak nabati yang sangat menghasilkan ini digunakan dalam ribuan produk sehari-hari, dari makanan olahan hingga kosmetik, serta untuk bahan bakar nabati. Pada tahun 2045, Indonesia menargetkan untuk menghasilkan sekitar 60 juta ton Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) setiap tahun. Namun, tanpa pendekatan produksi minyak sawit yang baru, permintaan akan komoditas ini dapat berdampak negatif.

Di Indonesia, yang saat ini memasok 61 persen (36 juta ton) minyak kelapa sawit dunia, penanaman kelapa sawit yang terburu-buru sangat berbahaya bagi hutan dan lahan gambut nasional yang terus dibuka untuk perkebunan. Antara tahun 1995 hingga 2015, Indonesia kehilangan 2,3 juta hektar hutan untuk digunakan sebagai perkebunan kelapa sawit. Jika Indonesia ingin memenuhi target nasionalnya, produksi minyak kelapa sawit Indonesia perlu ditingkatkan pada tahun 2045. Dengan praktik yang digunakan saat ini, pemenuhan target tersebut membutuhkan tambahan lahan sekitar 8,2 juta hektar untuk budidaya – area seluas Pulau Papua. Dengan demikian, sebuah pendekatan baru jelas diperlukan.

Perkebunan kelapa sawit Indonesia sangat disoroti oleh pasar global dan dikritik karena praktik pertanian yang tidak berkelanjutan. Sebagai tanggapan, pemerintah telah berjanji untuk mengubah model bisnis saat ini untuk mencapai produksi 70 persen minyak kelapa sawit secara berkelanjutan pada tahun 2020. Kebijakan akan segera diberlakukan untuk mencapai target ini, termasuk nol deforestasi dan moratorium izin kelapa sawit. Akan tetapi, kebijakan tersebut akan mengakibatkan penurunan produksi minyak sawit.

Solusi: Intensifikasi

Untuk menjembatani kesenjangan antara target produksi dan perlindungan lingkungan, Indonesia dapat mencoba pendekatan baru untuk produksi kelapa sawit: mengoptimalkan produksi dan produktivitas tanpa membuka lebih banyak lahan untuk budidaya.Studi menunjukkan bahwa pendekatan ini, dikenal sebagai intensifikasi, memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil minyak kelapa sawit Indonesia. Intensifikasi dapat mencegah penurunan produksi yang drastis sementara mempertahankan daya saing Indonesia di pasar minyak kelapa sawit global.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah intensifikasi dengan berfokus pada pekebun rakyat, mengingat peran penting mereka dalam sektor kelapa sawit Indonesia. Pada tahun 2015, pekebun rakyat mengelola hingga 40 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, menyumbang 34 persen produksi CPO nasional. Akan tetapi, hasil panen mereka masih 50 persen lebih rendah daripada perusahaan komersial berskala besar. Kurangnya pengetahuan tentang Praktik Pengelolaan Terbaik dan terbatasnya akses terhadap pengetahuan pertanian berkualitas tinggi menjadi hambatan terbesar yang sering ditemukan dalam praktik budidaya pekebun rakyat. Jika kebutuhan ini dapat dipenuhi, dapat tercipta peluang besar untuk menghasilkan lebih banyak minyak kelapa sawit melalui program intensifikasi.

Peningkatan Produksi oleh Pekebun Rakyat Melalui Intensifikasi

Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, berpendapat bahwa perusahaan kelapa sawit dan pekebun rakyat memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit sebanyak 8.4 ton CPO per hektar per tahun melalui intensifikasi hasil panen. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan Praktik Pengelolaan Terbaik pada pohon kelapa sawit matang yang kurang menghasilkan buah sawit. Upaya ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penggunaan bibit berkualitas tinggi, penggunaan jumlah pupuk yang mencukupi, pengendalian hama dan penyakit, serta pengelolaan tanaman yang belum matang.

Dari 4,7 juta hektar area perkebunan yang dikelola oleh pekebun rakyat di Indonesia, 1,7 juta hektar berlokasi di kawasan hutan. Oleh karena itu, upaya intensifikasi oleh pemerintah dapat difokuskan pada sekitar 3 juta hektar perkebunan yang terletak di luar kawasan hutan. Berdasarkan target produktivitas ideal sejumlah 8,4 ton CPO per hektar, kami memperkirakan bahwa pekebun rakyat di Indonesia dapat memproduksi sekitar 25,6 juta ton CPO setiap tahun melalui intensifikasi yang dilakukan di luar kawasan hutan. Pekebun rakyat dapat memasok hingga 71 persen produksi minyak kelapa sawit nasional saat ini dan 43 persen dari produksi yang diproyeksikan pada tahun 2045 jika teknik intensifikasi berkelanjutan dilaksanakan. Karena persentase ini setara dengan proporsi area perkebunan yang dikelola pekebun saat ini, sisa produksi target (57 persen) dapat dipenuhi oleh perusahaan jika mereka juga menerapkan teknik yang sama.

Untuk memastikan bahwa para pekebun rakyat dapat mencapai situasi ideal tersebut, diperlukan,transformasi institusional dan sistemik dalam sistem pemerintahan nasional. Transformasi ini terdiri dari perbaikan kerangka regulasi, kolaborasi berbagai pihak di sepanjang rantai pasokan minyak sawit, dan peningkatan kapasitas pekebun rakyat.

Pada akhirnya, keberhasilan perubahan ke arah intensifikasi berkelanjutan dapat membantu Indonesia meraih dua manfaat: melipatgandakan produksi kelapa sawit oleh pekebun rakyat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pekebun, serta mencegah deforestasi dan degradasi gambut dari ekspansi kelapa sawit sebesar 8,2 juta hektar. Dengan demikian, investasi pada intensifikasi memiliki potensi untuk melindungi lingkungan, menjembatani kesenjangan antara produksi saat ini dan permintaan di masa depan, serta memastikan masa depan yang lebih baik bagi pekebun yang bergantung pada kelapa sawit sebagai mata pencaharian mereka.