Jakarta menempati urutan pertama dari 100 kota yang diprediksi paling rentan terhadap dampak dari krisis iklim berdasarkan laporan Verisk Maplecroft, lembaga riset global di bidang lingkungan. Beberapa bukti kerentanan kota Jakarta terhadap dampak dari krisis iklim adalah banjir besar yang terjadi pada awal tahun 2020, cuaca ekstrem, serta suhu kota yang semakin meninggi. Selain itu, ada juga bahaya dari meningkatnya muka air laut, di mana sudah ada peningkatan sebanyak kurang lebih tiga meter semenjak 30 tahun yang lalu. Bersama dengan penurunan muka tanah, hal ini akan menjadi bencana bagi kota Jakarta jika tidak ada langkah mitigasi yang diambil.

Salah satu cara untuk memitigasi krisis iklim tersebut adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Emisi karbon dioksida, yang dihasilkan dari kegiatan kita sehari-hari baik dari skala pribadi maupun industri, sudah terbukti menjadi salah satu pendorong krisis iklim.

Pemerintah Jakarta juga memiliki target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 30% di tahun 2030. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang sudah dilakukan misalnya memperbaiki sistem transportasi publik, meningkatkan pengelolaan sampah dari sumbernya, mengembangkan implementasi energi alternatif, dan melakukan pendekatan solusi berbasis alam dengan mengelola dan melindungi pohon.

Penelitian sudah membuktikan bahwa pohon adalah salah satu penyerap dan penyimpan karbon yang efektif, walaupun pohon hanya bagian kecil dalam salah satu cara hadapi krisis iklim. Selain itu, pepohonan yang berada di dalam kota juga dapat membantu untuk mengurangi polusi udara, menyejukkan kota, membantu regulasi air, dan memberikan ruang rekreasi bagi masyarakat kota. Di beberapa penelitian lain, keberadaan pohon dalam kota dapat berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan masyarakat perkotaan.

Untuk membuat solusi berbasis alam yang lebih tepat dan efisien, Pemerintah DKI Jakarta berkolaborasi dengan WRI Indonesia dalam program Cities4Forests. Salah satu hasilnya adalah diterbitkannya Peraturan Gubernur No.24/2021 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pohon telah disahkan pada Hari Bumi, 22 April 2021. Peraturan tersebut mengatur proses pengelolaan dan perlindungan pohon agar dapat dilaksanakan lebih terencana, sistematis, dan berbasis data sehingga dampaknya terhadap penanganan perubahan iklim dapat lebih terukur.

Inovasi Basis Data Pohon dan Skema Tanam Lebih Dahulu

Bagian yang paling penting dan inovatif dari peraturan gubernur ini adalah adanya pembentukan basis data pohon yang akan digunakan sebagai landasan dalam pengelolaan dan perlindungan pohon. Hal ini berarti pemerintah DKI Jakarta telah menganggap pohon sebagai aset publik yang perlu dilestarikan.

Beberapa data terkandung dalam basis data ini adalah: jenis pohon, jumlah pohon, lokasi pohon, identitas pohon, informasi jaringan utilitas yang tertanam/melintas tempat tumbuh pohon, dan informasi tata ruang dan pertanahan pohon. Seluruh data ini akan terintegrasi dan terpublikasi di portal resmi milik Pemprov DKI.

Pemprov DKI dapat menggunakan basis data ini untuk membuat analisis yang terkait dengan sebaran lokasi pohon di DKI Jakarta, identitas pohon sebagai aset publik (jenis, kesehatan, geo-tag, dll), perhitungan kapasitas serapan karbon dan polutan lain, serta kesesuaian jenis pohon dengan lingkungan tempat tumbuh. Selanjutnya, Pemerintah DKI Jakarta setidaknya akan menghasilkan tiga rencana pengelolaan pohon, yaitu: rencana penanaman dan pemeliharaan pohon, rencana perlindungan pohon, dan rencana pemanfaatan pohon. Ketiga hal ini sangat krusial dalam perencanaan tata kota Jakarta yang tangguh terhadap krisis iklim.

Selain itu, nilai ekologis beserta manfaat dari seluruh aset pohon yang ada di Jakarta, baik yang berada di lokasi privat maupun publik, juga dapat dihitung – bahkan dapat dinilai dengan uang. Hal ini memungkinkan dibentuknya sebuah skema pengelolaan pohon yang lebih terukur. Sebagai contoh, apabila ada pohon yang perlu ditebang karena usianya yang sudah tua atau membahayakan warga, Pemprov DKI dapat menghitung berapa biaya yang diperlukan untuk mengganti dan merawat pohon pengganti tersebut selama tiga bulan ke depan untuk memastikan pohon tersebut tumbuh dengan baik. Pohon pengganti ini juga akan ditanam lebih dahulu untuk memastikan jumlah pohon di Jakarta akan terus bertambah serta masyarakat dapat memperoleh manfaat dari pepohonan.

Untuk mencegah penebangan yang tidak sesuai dengan aturan, akan dilakukan kegiatan monitoring penggantian pohon secara spasial. Kegiatan monitoring dilakukan dengan memberikan nomor identitas pohon yang dilengkapi dengan informasi lokasi penanaman dan spesies pohon untuk memastikan data setiap pohon sesuai dengan ketentuan awal. Data ini akan dicakupkan dalam informasi spasial pohon.

Upaya lainnya yang digalakkan dari peraturan ini ialah kegiatan inventarisasi permasalahan pengelolaan pohon, pemeliharaan pohon yang rutin, sosialisasi pentingnya pohon ke masyarakat maupun badan pemerintah, serta melakukan penindakan bagi pelaku perusakan pohon sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga ditekankan kembali oleh Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, Ibu Suzi Marsitawati, “Melalui penetapan kebijakan ini, penambahan 200.000 pohon tersebut ditargetkan dapat terpenuhi pada tahun 2022. Hal ini juga sejalan dengan apa yang sudah disampaikan oleh Gubernur Anies Baswedan pada pertemuan daring C40 di hadapan Sekretaris Jenderal PBB.“

Direktur Yayasan Kota Kita, Ahmad Rifai, menyambut positif akan terbitnya kebijakan ini. Beliau mengatakan bahwa upaya pengelolaan dan perlindungan pohon menjadi sebuah langkah penting dan masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam upaya perlindungan pohon bersama pemerintah.

Melalui terobosan pada peraturan ini, pengelolaan dan perlindungan pohon di Jakarta akan dilaksanakan secara lebih terencana, sistematis, dan berbasis data sehingga dampaknya terhadap penanganan perubahan iklim dapat lebih terukur sehingga menjadikan Jakarta lebih tangguh terhadap dampak krisis iklim dan masyarakatnya terhindar dari bencana.