Menurut perkiraan yang diterbitkan minggu ini oleh Guido van der Werf di Global Fire Emission Database, jumlah titik api yang terdeteksi di Indonesia hingga saat ini di tahun 2015 sudah hampir mencapai angka 100.000, dan sejak bulan September, titik-titik api ini setiap harinya menghasilkan emisi yang jumlahnya melampaui rata-rata emisi harian seluruh kegiatan perekonomian A.S. Setelah terjadinya kebakaran yang sangat buruk belakangan ini, yaitu pada bulan Juni 2013, Maret 2014, dan November 2014, Indonesia saat ini menuju keadaan dimana kebakaran akan lebih banyak terjadi tahun ini dibandingkan dengan yang pernah terjadi pada musim kebakaran tahun 2006. Kebakaran tahun ini juga merupakan salah satu kebakaran terburuk yang pernah terjadi di Indonesia.

data

Selama 26 hari dalam 44 hari terakhir (yang ditunjukkan dalam warna emas), perkiraan emisi harian Gas Rumah Kaca (GRK) dari kebakaran di Indonesia sudah melebihi emisi harian rata-rata perekonomian A.S. secara keseluruhan (sekitar 15,95 Mt CO2 per hari). Peningkatan tajam jumlah emisi dapata dilihat pada tanggal 14 Oktober ketika muncul 4.719 titik api.

data

Perkiraan emisi api berdasarkan Global Fire Emission Database (GFED4s, >www.globalfiredata.org<) yang diperbaharui untuk tahun 2015 dengan menggunakan data kebakaran aktif NASA MODIS (Diagram di atas merupakan hak milik Guido van der Werf).

Lonjakan Emisi Akibat Kebakaran di Lahan Gambut

Global Forest Watch Fires menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari kebakaran ini terjadi di wilayah lahan gambut, yang terpusat terutama di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Tengah, dan Papua. Wilayah-wilayah tersebut terus mengalami kebakaran besar sebagaimana ditunjukkan pada peta kepadatan peringatan kebakaran dibawah ini, dengan beberapa petunjuk bahwa beberapa peristiwa mulai mereda.

data

data

Peta titik api Global Forest Watch menunjukkan wilayah-wilayah dengan konsentrasi api tertinggi.

Kebakaran lahan gambut tropis sangat signifikan bagi emisi gas rumah kaca karena gambut adalah salah satu penyimpan karbon tertinggi di bumi, yang tertimbun selama ribuan tahun. Pengeringan dan pembakaran lahan-lahan tersebut untuk pembukaan lahan pertanian (seperti konversi menjadi perkebunan kelapa sawit atau akasia) telah mengakibatkan peningkatan tajam emisi gas rumah kaca. Kebakaran hutan juga melepaskan gas metana, gas rumah kaca yang 21 kali lebih beracun daripada karbon dioksida (CO2), namun kebakaran gambut bisa melepaskan metana 10 kali lipat dibandingkan kebakaran di jenis lahan lainnya. Secara total, dampak kebakaran lahan gambut terhadap pemanasan global bisa mencapai lebih dari 200 kali lebih besar daripada kebakaran pada jenis lahan lainnya.

Memasukkan Data ke Dalam Perspektif

Bagaimanakah wujud bencana iklim di konteks dunia nyata? Sejak bulan September, emisi harian dari kebakaran di Indonesia telah melampaui emisi harian kegiatan perekonomian A.S. secara keseluruhan selama 26 hari. Padahal, perekonomian A.S. 20 kali lebih besar daripada Indonesia. Van der Werf, di laporan yang baru saja diterbitkan, menekankan bahwa emisi dari kebakaran yang berlangsung selama lebih dari tiga minggu ini juga sudah melebihi total emisi CO2 tahunan Jerman.

data

data

Pada tanggal 14 Oktober, yaitu saat kebakaran mencapai angka tertinggi tahun ini dengan 4.718 titik api, citra MODIS Terra menunjukkan kabut asap yang membumbung dari kebakaran besar di lahan gambut di Kalimantan.

Bagi Indonesia, Tantangan Iklim adalah Tantangan Pengelolaan Lahan

Bagaimana kita membandingkan antara emisi yang dihasilkan dari kebakaran di Indonesia dengan emisi A.S.?

Tim peneliti Van der Werf membuat perkiraan kasar mengenai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kebakaran yang baru-baru ini terjadi di Indonesia dengan menggunaan perkiraan dari beberapa tahun sebelumnya berdasarkan data satelit dan model emisi kebakaran. Mereka memperhitungkan bahwa 96.937 kebakaran di Indonesia yang dicatat hingga hari ini sudah melepaskan sekitar 1.043 juta metrik ton emisi yang setara dengan karbon dioksida (Mt CO2eq) secara kumulatif. Berdasarkan model yang menghubungkan antara titik api dengan emisi, emisi harian bisa dihitung berdasarkan jumlah titik api yang muncul pada hari tertentu.

Menggunakan informasi ini, menjadi jelas bahwa selama 26 hari dari 44 hari belakangan (sampai dengan tanggal 14 Oktober), perkiraan emisi harian gas rumah kaca yang dihasilkan dari kebakaran di Indonesia sudah melampaui rata-rata emisi harian dari kegiatan perekonomian AS secara keseluruhan (kira-kira 15,95 Mt CO2 per hari).

Pengurangan emisi dari kebakaran merupakan tantangan yang signifikan. Bulan lalu, Indonesia mengeluarkan draf rencana perubahan iklim yang baru, atau Kontribusi Nasional yang Diniatkan (Intended Nationally Determined Contribution (INDC)), sebelum berlangsungnya negosiasi iklim di COP Paris pada bulan Desember. Draf rancangan INDC menargetkan pengurangan emisi setidaknya sebesar 29 persen dari business-as-usual pada tahun 2030 – dan mencapai 41 persen pengurangan dengan dukungan dan kerjasama internasional. Meskipun data yang baru menunjukkan tantangan besar untuk mencapai target ini, Indonesia masih bisa mencapai kemajuan jika pemerintah fokus pada perencanaan lahan yang lebih baik, peningkatan penegakan hukum, dan alternatif-alternatif bagi para petani kecil selain membakar lahan. Jika Indonesia ingin mencapai komitmen iklimnya, berinvestasi dengan sungguh-sungguh di area-area ini untuk mencegah terjadinya kebakaran di masa depan harus menjadi langkah pertama.

Catatan Editor: Versi awal artikel ini tidak menyertakan kata “juta” dari angka keseluruhan emisi dari kebakaran di Indonesia tahun ini. Angka tersebut sudah diperbarui menjadi “1.043 juta metrik ton.”