Setiap tahun, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mengumpulkan ilmuwan dari seluruh dunia untuk mengukur besarnya ‘kesenjangan emisi’ gas rumah kaca (GRK), selisih antara tingkat emisi yang sudah dijanjikan tercapai oleh sejumlah negara berdasarkan perjanjian internasional dan tingkat emisi tersebut sesuai dengan pembatasan peningkatan suhu hingga di bawah 2derajat C (3,6 derajat F). Tolok ukur ini ada karena peningkatan suhu di atas 1,5 hingga 2 derajat C akan menyebabkan dampak bencana yang semakin parah. (Pelajari lebih lanjut di artikel kami yang menjelaskan tentang ‘anggaran karbon’ dunia).

Jadi apa yang ditunjukkan oleh Laporan Kesenjangan tersebut untuk tahun 2017? Lima grafik ini akan menjelaskannya.

1. Emisi GRK Global terus meningkat.

Pada tahun 2016, emisi GRK global mencapai sekitar 52 gigaton (Gt CO2e/tahun). Total emisi GRK global telah menjadi sekitar dua kali lipat sejak tahun 1970, dan bahkan telah meningkat secara dramatis sejak tahun 2000. Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil, semen, dan proses lain berkontribusi paling banyak, yaitu sekitar 70% dari total emisi.

Kabar baiknya, pertumbuhan emisi global pada tahun 2015 dan 2016 merupakan yang paling lambat sejak awal 1990-an (kecuali tahun-tahun resesi ekonomi global), dan emisi global CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen tetap stabil baik pada tahun 2015 maupun 2016. Akan tetapi, harus tetap dipantau apakah tren ini akan bersifat permanen.

2. Penghasil emisi terbesar di dunia secara keseluruhan berada di jalur yang tepat untuk mencapai pengurangan emisi yang telah dijanjikannya untuk tahun 2020, namun beberapa negara masih perlu meningkatkan upayanya.

Pada tahun 2009 dan 2010, 73 Pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) telah mengikrarkan janji mengenai emisi GRK untuk tahun 2020. Untuk negara-negara G20 yang bertanggung jawab atas sekitar tiga perempat emisi global, Laporan Kesenjangan Emisi ini membandingkan antara perkiraan emisi pada tahun 2020 dan yang telah dijanjikan. Diketahui bahwa tujuh anggota G20 (Australia, Brasil, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang dan Rusia) berada di jalur yang tepat untuk memenuhi janji tahun 2020 mereka; lima anggota G20 (Kanada, Meksiko, Republik Korea, Afrika Selatan dan Amerika Serikat) mungkin masih memerlukan aksi lebih lanjut atau harus menutup kekurangan; dan tiga anggota G20 lainnya (Argentina, Arab Saudi dan Turki) tidak berjanji mengurangi emisinya untuk 2020. Walaupun secara keseluruhan tidak semua anggota G20 berada di jalur yang tepat untuk memenuhi janji mereka, emisi tahun 2020 diharapkan berkurang dalam kisaran yang telah dijanjikan.

3. Untuk mempertahankan peningkatan suhu antara 1,5 dan 2 derajat C, maka emisi tahun 2030 perlu diturunkan hingga jauh lebih rendah daripada yang telah diperkirakan.

Untuk mengukur besarnya kesenjangan emisi, para ahli meninjau skenario yang tersedia di literatur ilmiah yang menunjukkan bagaimana emisi harus dikurangi dalam rangka membatasi peningkatan suhu agar tidak lebih dari 2 dan 1,5 derajat C yang merupakan target suhu yang tercantum dalam Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim. Para ahli membandingkan kisaran ini terhadap kisaran yang dapat dicapai berdasarkan janji yang diikrarkan oleh 166 Pihak dalam Perjanjian Paris, dan terhadap jumlah emisi yang diperkirakan akan dihasilkan jika kebijakan yang ada saat ini terus berlaku (tanpa diperkuat untuk memenuhi janji tersebut). Mereka menemukan bahwa masih ada kesenjangan yang signifikan antara emisi yang sesuai dengan Perjanjian Paris pada 2030 dan kedua skenario tersebut.

Jika menggunakan tolok ukur kemungkinan peluang peningkatan suhu sebesar 2 derajat C, maka kesenjangan antara tujuan Perjanjian Paris dan janji pengurangan emisi tersebut adalah 11-13,5 GtCO2e. Sedangkan jika menggunakan tolok ukur dari median atau kemungkinan peluang peningkatan suhu sebesar 1,5 derajat C, maka kesenjangannya adalah sebesar 16-19 GtCO2e. Kesenjangan antara target suhu Perjanjian Paris dan skenario kebijakan yang berlaku saat ini masih lebih tinggi, mengingat banyak negara belum berada di jalurnya untuk memenuhi janji pengurangan emisi mereka. Tetapi, kondisi ini harus diperkirakan karena janji yang berlanjut hingga tahun 2030 ini terbilang masih cukup baru.

4. Solusi yang ada dapat mengatasi kesenjangan emisi jika diterapkan secepatnya

Laporan ini menunjukkan bahwa teknologi yang telah teruji, walaupun dengan asumsi konservatif, dapat menurunkan emisi sebesar 33 GtCO2e/tahun pada tahun 2030. Jika teknologi yang lebih baru diikutsertakan, potensi tersebut meningkat menjadi 38 GtCO2e/tahun pada tahun 2030. Angka tersebut lebih dari yang diperlukan untuk menutup kesenjangan emisi dan mempertahankan peningkatan suhu di bawah 1,5 °C.

Lebih dari setengah potensi ini berasal dari sejumlah kategori (energi matahari dan angin, mobil penumpang yang efisien, penghijauan dan penghentian deforestasi). Potensi tersebut membutuhkan pengurangan dengan cepat akan ketergantungannya terhadap energi batu bara yang tidak dilengkapi dengan penangkapan dan penyimpanan karbon, dan kemudian segera menghilangkan ketergantungan tersebut.

5. Pembatasan peningkatan suhu hingga 1,5-2 derajat C juga bergantung pada pendekatan penghilangan emisi karbon dioksida dan emisi negatif.

Laporan ini menekankan bahwa laju penipisan anggaran karbon ini akan memaksa kita untuk semakin bergantung pada teknologi dan pendekatan penghilangan karbon dioksida yang menghilangkan dan menyerap karbon dioksida. Namun demikian, terdapat sejumlah risiko yang signifikan terkait teknologi dan pendekatan tersebut, termasuk di dalamnya ketidakpastian pada penyimpanan karbonnya, konsekuensi penyebaran skala besar, dan biaya dan kelayakannya.

Skenario yang memenuhi target 1,5 derajat C pada tahun 2100 memprediksi ketersediaan skala besar dari teknologi emisi negatif, seperti misalnya bioenergi yang dikombinasikan dengan penangkapan dan penyimpanan karbon. Teknologi ini akan disebarluaskan dengan cepat. Pada tahun 2100, rata-rata penghilangan karbon dioksida melalui teknologi emisi negatif akan mencapai 810 GtCO2e di mana jumlah ini setara dengan emisi global yang dihasilkan selama hampir dua dekade pada laju saat ini. Di samping itu, terdapat sejumlah kecil skenario yang juga dapat mencapai target 2 derajat C tanpa menggunakan teknologi emisi negatif.

Jika teknologi-teknologi di atas tidak dapat disebarluaskan pada laju dan skala tersebut (di mana hal ini belum terbukti terjadi), maka kemampuan kita untuk mencapai target suhu tersebut menjadi dikorbankan secara signifikan.

Menutup Kesenjangan

Laporan Kesenjangan Emisi di atas sekali lagi menggarisbawahi urgensi untuk melipatgandakan upaya kita untuk menurunkan emisi. Laporan tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian untuk persoalan ini benar-benar ada, dan jika penyelesaian tersebut diadopsi dengan cepat, maka kita dapat memperbaiki situasi saat ini. Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya tahun penantian kita dan setiap publikasi Laporan Kesenjangan Emisi UNEP mendatang, kemampuan kita untuk membatasi perubahan iklim yang berbahaya menjadi semakin sulit, berisiko, dan mahal.