Artikel ini pertama kali dimuat di The Jakarta Post pada 28 Juni 2018.

Saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games keempat pada tahun 1962, Presiden Soekarno memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai momen penting perkembangan bangsa yang kala itu masih berusia belia. Stadion Gelora Bung Karno yang tersohor, Hotel Indonesia, Monumen Selamat Datang, Sarinah dan Simpang Semanggi dibangun khusus untuk menyambut perhelatan tersebut. Indonesia dengan bangga mengumumkan bahwa seluruh infrastruktur megah tersebut dibangun dalam waktu singkat. Hingga kini, ikon-ikon bersejarah tersebut masih berfungsi dengan baik dan menjadi bagian penting ibu kota.

Setelah dibangun, ikon-ikon tersebut tidak hanya mengubah citra kota Jakarta dari perkampungan luas menjadi kota kosmopolitan, tetapi juga membangkitkan rasa bangga warga Jakarta dan seluruh rakyat Indonesia.

Selama penyelenggaraan Asian Games tahun 1962, pesan yang disampaikan Indonesia ke dunia internasional, baik secara internal maupun eksternal, cukup lantang dan jelas: Indonesia adalah negara berkembang dengan proses modernisasi yang pesat.

Tahun ini, Indonesia kembali dipercaya untuk menjadi tuan rumah Asian Games, kali ini dengan mengangkat slogan Energy of Asia. Meskipun berbagai spanduk, gambar dan gedung pencakar langit menampilkan slogan tersebut di mana-mana, kita belum dapat memahami betul makna di balik slogan Energy of Asia itu sendiri.

Situs web resmi perhelatan ini secara singkat menjelaskan bahwa slogan tersebut menunjukkan keragaman budaya, bahasa dan sejarah bangsa yang bersama-sama akan mengangkat Indonesia menjadi suatu kekuatan global.

Sayangnya, pesan ini tidak pernah ditekankan dengan jelas. Sebagai salah satu ajang olahraga berbagai cabang yang melibatkan lebih dari 9.000 atlet dari 45 negara di Asia, penyelenggaraan Asian Games merupakan peluang besar untuk meningkatkan kesadaran dan memengaruhi opini publik mengenai isu-isu tertentu.

Bukan hanya karena Asian Games adalah sebuah perhelatan besar, tetapi juga karena olahraga merupakan kegiatan universal yang mampu menarik partisipasi, perhatian dan semangat dari semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, Asian Games seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai momen yang tepat untuk mengangkat isu-isu tertentu yang menjadi perhatian Indonesia dan dunia, termasuk isu keberlanjutan.

Pada kenyataannya, pemerintah telah mewujudkan sejumlah proyek ramah lingkungan pada Asian Games tahun ini. Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, dan Stadion Gelora Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, sendiri telah menggunakan lampu LED dan infrastruktur tenaga surya untuk menghemat energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kawasan hijau publik juga telah dibangun di sekitar infrastruktur olahraga di kedua kota tuan rumah. Meskipun langkah ini cukup menjanjikan, pesan mengenai keberlanjutan juga perlu disebarkan jauh keluar arena olahraga.

Hutan adalah salah satu ekosistem penting bagi pertumbuhan berkelanjutan yang sering terabaikan. Sebagai rumah bagi aneka ragam kekayaan hayati dan kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia adalah mitra strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim dunia. Sayangnya, Indonesia justru mencatatkan tingkat kehilangan tutupan pohon tertinggi saat ini.

Puncaknya, pada tahun 2012 Indonesia kehilangan tutupan pohon seluas 928.000 hektar dan pada tahun 2015 seluas 735.000 hektar, hampir lima kali lipat luas kota London.

Deforestasi juga sering disertai dengan kebakaran. Peristiwa kabut asap yang menghebohkan di tahun 2015 mengganggu Indonesia dan beberapa negara tetangganya, menimbulkan gangguan penerbangan dan gangguan pernapasan serta menghasilkan emisi CO2 yang amat besar.

Oleh karena itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menekankan pentingnya upaya pencegahan kebakaran dalam rangka menyambut Asian Games, mengingat rentannya Sumatera Selatan terhadap kebakaran. Menurut Global Forest Watch Fires, Sumatera Selatan mencatatkan jumlah kebakaran tertinggi pada tahun 2015, hingga 10.000 kebakaran. Tahun ini, Asian Games akan diselenggarakan di tengah musim kemarau, ketika tingkat kebakaran hutan cenderung meningkat.

Aksi perlindungan hutan tentunya membawa manfaat bagi masyarakat dunia. Sama seperti energi, hutan memegang banyak peranan. Hutan tropis berperan penting sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati, penyedia air bersih dan penangkap karbon, sehingga hutan menjadi elemen penting dalam strategi stabilitasi iklim. Oleh karena itu, kerusakan hutan sangat merugikan bagi masyarakat.

Sebagai contoh, daerah aliran sungai berhutan yang mengelilingi Jakarta biasanya mampu menyimpan dan melepaskan air secara perlahan, sehingga mempercepat proses pengisian akuifer serta menstabilkan tanah dan menghambat erosi.

Sayangnya, karena deforestasi yang terjadi di bagian hulu daerah aliran sungai, Jakarta terancam kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat sekaligus melindungi diri dari banjir, tanah longsor dan tekanan air.

Lalu bagaimana cara mewujudkan dan mengomunikasikan Green Energy of Asia?

Ke luar, slogan Energy of Asia dapat diterjemahkan untuk mengangkat jati diri Indonesia sebagai bangsa yang hijau dan ramah lingkungan. Contohnya melaui penekatan pada komitmen Indonesia dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, dimulai dari diikutsertakannya

kapasitas dukungan lingkungan dalam perencanaan pembangunan serta target penurunan emisi gas rumah kaca yang cukup ambisius, hingga restorasi hutan dan lahan gambut berskala besar. Pemerintah daerah, seperti pemerintah Sumatera Selatan, juga telah mendorong pertumbuhan hijau demi melindungi hutan dan lahan gambut sembari tetap mencari mata pencaharian alternatif bagi masyarakat untuk mencegah kebakaran.

Ke dalam, pesan hijau tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlindungan hutan dan pembangunan hijau serta mengimbau gaya hidup masyarakat yang lebih ramah lingkungan dan sehat. Sebagai contoh, pemerintah dapat menggalakkan kampanye untuk mengurangi sampah, membuang sampah pada tempatnya dan mendorong penggunaan kemasan daur ulang, terutama selama Asian Games berlangsung.

Demikian juga halnya dengan transportasi yang dapat dirancang lebih ramah lingkungan selama Asian Games berlangsung. Seiring inisiatif pemerintah untuk menyediakan kendaraan berbahan bakar nonfosil untuk akomodasi para atlet dan penonton di dalam kompleks olahraga, pemerintah juga dapat menggalakkan kampanye yang mendorong masyarakat untuk berjalan, bersepeda dan menggunakan transportasi umum seperti sistem light rapid transit (LRT) yang baru saja diresmikan.

Inisiatif-inisiatif ini diharapkan akan membangun kesadaran dan mengubah perilaku masyarakat yang dapat bertahan setelah penyelenggaraan Asian Games.

Kini, sejalan dengan para atlet yang tengah mempersiapkan energi mereka untuk menjuarai Asian Games, kita juga harus bersatu untuk menghijaukan Asian Games sebagai Energy of Asia.