Saat ini, beberapa negara sedang mencari cara untuk meningkatkan rencana iklim nasional mereka dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Sayangnya, mereka sepertinya melupakan salah satu pemain terbaik yang mereka miliki di bangku cadangan: hutan.

Hutan adalah paru-paru dunia yang membersihkan udara dan menyaring karbon. Bahkan, pemulihan hutan–upaya untuk memperbaiki kondisi ekologis bentang alam yang terdeforestasi atau terdegradasi melalui penanaman pohon dan cara lainnya–serta solusi iklim alami lain memiliki potensi besar untuk mengurangi sekitar sepertiga emisi global sehingga pemanasan global dapat ditekan di bawah dua derajat Celsius. Oleh karena itu, restorasi merupakan kandidat unggulan dalam mitigasi perubahan iklim, sekaligus strategi penting yang perlu disertakan oleh sejumlah negara dalam janji mereka di bawah Persetujuan Paris mengenai perubahan iklim.

Beberapa negara telah berpartisipasi dalam gerakan pemulihan hutan, khususnya Bonn Challenge. Namun masih sedikit negara yang menyelaraskan program pemulihan hutan dengan komitmen iklim mereka. Padahal penyelarasan keduanya otomatis akan membuat bumi lebih hijau—dan udara lebih bersih—dengan lebih cepat.

Absennya Pemulihan Hutan dalam Komitmen Iklim

Mengingat keterkaitan pemulihan hutan dan mitigasi iklim yang kuat, sudah selayaknya negara-negara tersebut mencantumkan janji dan kebijakan pemulihan mereka dalam Komitmen Kontribusi Nasional (NDC) yang mencakup target, kebijakan dan tindakan yang diambil oleh negara-negara di bawah Persetujuan Paris sebagai kontribusi mereka dalam upaya global untuk mencegah perubahan iklim.

Hampir semua negara-tepatnya 137 negara-menyinggung masalah pemulihan hutan di dalam NDC mereka. Namun kurang dari sepertiga—hanya 43 negara—yang menyertakan angka target pemulihan hutan mereka dalam rangka mitigasi karbon.

Keterkaitan Pemulihan Hutan dengan Bonn Challenge

Pada kenyataannya, sejumlah negara telah berkomitmen untuk melaksanakan pemulihan hutan. Hanya saja mereka belum menyelaraskan komitmen pemulihan tersebut dengan komitmen iklim mereka. Padahal, ini adalah sebuah kesempatan untuk mencapai sinergi.

Pemerintah Jerman dan IUCN telah memulai Bonn Challenge pada tahun 2011 dalam upayanya untuk mempercepat pemulihan hutan dan bentang alam. Mereka menargetkan pemulihan sekitar 150 juta hektar lahan terdegradasi pada tahun 2020 dan 350 juta hektar pada tahun 2030. Melalui inisiatif pendukung seperti Inisiatif 20x20 dan AFR100, hingga saat ini sudah 39 pemerintah nasional memberikan janji pemulihan hutan sebagai bagian dari Bonn Challenge, dengan target pemulihan sebesar 160 juta hektar.

Menurut perhitungan Bonn Challenge, potensi penyerapan karbon tahunan dari pemulihan (berdasarkan komitmen yang tercatat saat ini) kira-kira setara dengan sepertiga dari total emisi di tahun 2016. Namun dari 39 negara tersebut, hanya 20 negara yang secara gamblang menyebutkan pemulihan hutan sebagai salah satu strategi mitigasi iklim yang mereka jalankan di dalam NDC. Hanya tiga negara yang mencantumkan target kuantitatif pemulihan yang konsisten dengan apa yang tertera pada janji Bonn Challenge, sementara 16 negara lainnya memiliki target kuantitatif yang berbeda. Sementara itu, tidak satu negara pun mereferensikan Bonn Challenge di dalam NDC mereka.

Mengapa Pemulihan Hutan Penting bagi NDC

<p>Barisan bibit siap ditanam di Kosta Rika (Foto oleh Luciana Gallardo, WRI)</p>

Barisan bibit siap ditanam di Kosta Rika (Foto oleh Luciana Gallardo, WRI)

Mengingat kebijakan internasional, letak geografis dan komitmen terkait perubahan iklim yang berbeda-beda, mungking memang tidak masuk akal jika mengharapkan semua negara untuk menyertakan pemulihan atau komitmen Bonn Challenge dalam NDC mereka. Beberapa negara bahkan hanya menyertakan target ekonomi saja dalam NDC mereka dan tidak menjelaskan langkah—seperti pemulihan hutan-yang telah mereka rencanakan.

Meskipun demikian, banyak alasan mengapa pemulihan hutan harus disertakan dalam NDC. Mengingat adanya mekanisme untuk menyerahkan NDC baru atau pembaruan NDC setiap lima tahun di bawah Perjanjian Paris, dengan batas waktu yang jelas mulai tahun 2020, masih belum terlambat bagi negara-negara untuk memanfaatkan peluang ini. Berikut alasannya:

1. Pentingnya Sinergi Kebijakan untuk Tata Kelola yang Efektif

Saat pemerintah menyatakan komitmen mereka dan membuat kebijakan untuk mengatasi berbagai isu nasional, mereka perlu memastikan bahwa komitmen dan kebijakan ini selaras dengan maksud dan dampak yang mereka inginkan. Tanpa adanya sinergi, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara-negara ini akan saling bertentangan dan tidak terarah, sehingga tata kelola yang dilakukan dapat tertunda dan/atau menjadi tidak efektif.

Dalam hal pemulihan, timbul keraguan mengenai komitmen negara-negara terhadap pemulihan hutan dan kontribusi mereka terhadap kebijakan iklim ketika mereka menandatangani Bonn Challenge, namun tidak menyertakan target mereka di dalam NDC. Apalagi mengingat bahwa pemulihan hutan memiliki keterkaitan yang erat dengan mitigasi iklim.

2. Akses untuk Memanfaatkan Pendanaan Aksi Iklim untuk Pemulihan Hutan

Pendanaan aksi iklim berperan penting dalam mengatasi kesenjangan dalam pendanaan pemulihan hutan. Saat mengevaluasi sebuah proyek untuk memberikan pendanaan, lembaga keuangan iklim seperti Dana Iklim Hijau dan Bank Dunia akan melihat sejauh mana proyek ini dapat mendukung pencapaian NDC negara tersebut. (Informasi lebih lanjut dapat dilihat dalam laporan Future of the Funds WRI.) Penyertaan komitmen Bonn Challenge dalam NDC yang diajukan pada putaran peningkatan NDC yang akan datang dapat menjadi cara bagi negara-negara tersebut untuk secara jelas menunjukkan kepada para pemodal iklim bahwa pemulihan hutan merupakan bagian penting dari strategi mitigasi iklim mereka. Hal ini dapat memperbesar peluang mereka untuk memperoleh pembiayaan bagi proyek pemulihan hutan.

Kesempatan yang belum dimanfaatkan ini dapat dibilang sangat penting. Pada tahun 2015-2016, rata-rata pendanaan publik global untuk mitigasi iklim mencapai US$110 miliar per tahun. Kurang dari 3 persen dana tersebut dialirkan untuk proyek pertanian, kehutanan dan pemanfaatan lahan, dimana dana untuk pemulihan hutan bahkan jauh lebih kecil dibanding dana untuk proyek lainnya.

Sejumlah indikasi, seperti proses pendanaan Bank Dunia yang lebih cepat untuk proyek-proyek iklim, menunjukkan semakin besarnya ketersediaan pendanaan iklim; dengan menyertakan komitmen pemulihan hutan dalam NDC, lebih mudah bagi negara-negara ini untuk memperoleh pendanaan yang terus bertambah ini.

Di tengah persiapan pembaruan NDC dalam dua tahun ke depan menuju 2020, negara-negara ini perlu menyertakan target, kebijakan dan tindakan untuk pemulihan hutan, termasuk komitmen Bonn Challenge mereka jika berlaku. Jika mereka dapat mengomunikasikan upaya pemulihan hutan sebagai bagian dari strategi iklim, negara-negara tersebut dapat menyelaraskan komitmen mereka dan memperoleh akses kepada sumber pendanaan iklim, sehingga dapat membantu gerakan pemulihan global dan penggunaan pemulihan hutan sebagai salah satu strategi iklim utama.