Data terbaru dari PBB menunjukkan bahwa kaum muda mencakup sekitar 16 persen dari keseluruhan populasi dunia. Di Indonesia, persentasenya bahkan lebih tinggi, yakni mencapai 24 persen pada tahun 2022. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat. Namun, masa depan dan kesejahteraan generasi muda terancam oleh memburuknya Bumi akibat krisis iklim.

Ketidakadilan yang dialami oleh kaum muda akibat krisis iklim amat nyata. Rusaknya alam saat ini banyak disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh generasi terdahulu, tetapi justru kaum muda yang akan merasakan akibat terparah dalam tahun-tahun mendatang. Hal ini telah banyak disadari oleh para generasi muda, terlebih mereka yang terpapar media sosial dan dunia maya. Fenomena ini terjadi di berbagai belahan dunia. Misalnya, Greta Thunberg dengan gerakan Fridays for Future yang muncul pada 2018. Gerakan tersebut dianggap menginspirasi kaum muda di seluruh dunia, hingga Greta pun dinobatkan sebagai Time Person of the Year termuda.

Fridays for Future
Aksi Fridays for Future di Bonn, Jerman pada 2019.
Kredit foto: Mika Baumeister/Unsplash  

Gerakan lingkungan dan iklim juga bermunculan di Indonesia, seperti Bye-Bye Plastic Bags yang diinisiasi oleh Melati Wijsen dan Isabel Wijsen, kakak beradik dari Bali. Pada 2013, mereka berhasil membuat kesepakatan dengan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika yang menjabat saat itu untuk mewujudkan Bali tanpa kantong plastik pada Januari 2018. Hal ini berhasil terwujud lantaran aksi konsisten yang mereka lakukan, mulai dari menggerakkan orang-orang untuk bersama-sama membersihkan pantai, membuat petisi, bahkan melakukan mogok makan. Kesepakatan tersebut kemudian mendorong Gubernur Bali I Wayan Koster mengeluarkan Pergub No. 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang berlaku mulai 1 Januari 2019. Kini Bye-Bye Plastic Bags telah memiliki lebih dari 50 tim beranggotakan anak muda yang tersebar di berbagai kota di dunia.

Hal ini memperlihatkan bahwa kaum muda memiliki keinginan yang besar untuk ambil bagian dalam menciptakan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, upaya untuk mendorong partisipasi kaum muda dalam langkah menjaga lingkungan dan melawan krisis iklim sangatlah penting. Pemikiran ini yang melatarbelakangi kegiatan pemberdayaan kaum muda yang bertajuk “Muda Melangkah”.

Muda Melangkah Sumatra Barat
Peserta dan panitia Muda Melangkah di Bukittinggi.

Muda Melangkah adalah program pendampingan individu dan kelompok pemuda yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, dampingan, dan sumber daya kepada mereka agar dapat memacu gerakan terkait lingkungan dan iklim di sekitar mereka. Di bawah dukungan proyek Think Climate Indonesia – International Development Research Centre (TCI – IDRC), Muda Melangkah memberikan ruang bagi kaum muda untuk meningkatkan kemampuan, saling berbagi pengalaman, berdiskusi, serta mengajukan solusi yang sesuai dengan konteks di sekitar mereka.

Mulai Juli 2022 hingga Juli 2023, kegiatan Muda Melangkah melibatkan lebih dari 80 kaum muda dalam 4 kegiatan Muda Melangkah yang berlangsung di Bukittinggi, Sumatra Barat; Takengon, Aceh; Jayapura, Papua; dan Jakarta.

Muda Melangkah di Jayapura
Salah satu kegiatan tukar pikiran dalam rangkaian Muda Melangkah di Jayapura.

Muda Melangkah pertama di Bukittinggi pada Agustus 2022 berfokus pada pelatihan jurnalistik untuk masyarakat (jurnalisme warga/citizen journalism) untuk meningkatkan kemampuan peserta dalam berbagi pengetahuan terkait usaha-usaha masyarakat dalam memanfaatkan hutan di sekitar mereka secara berkelanjutan. Fokus yang sama juga diterapkan pada Muda Melangkah kedua yang diselenggarakan di Takengon pada November 2022.

Muda Melangkah ketiga yang diselenggarakan di Jayapura pada Maret 2023 berfokus pada topik peranan kaum muda dalam menjaga hutan, termasuk hutan yang berada di dalam, sekitar, dan jauh dari kota. Di Ibu Kota Jakarta, materi-materi yang diberikan lebih berfokus pada peningkatan pemahaman dan empati peserta akan ketimpangan iklim yang terjadi di masyarakat perkotaan.

Meskipun dengan fokus topik yang berbeda-beda, seluruh seri Muda Melangkah memiliki pendekatan serupa. Melalui metode interaktif, pelatihan dibuka dengan penjelasan tentang perspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial (gender equity and social inclusion/GESI) yang disesuaikan dengan topik yang diangkat. Misalnya, sesi GESI di Aceh mengajak peserta bermain peran sebagai perempuan, kaum muda, dan tetua yang sedang berupaya menyelesaikan konflik lahan dalam pengelolaan hutan mereka.

Selain itu, pelatihan dilakukan tidak hanya di dalam ruangan, tetapi pengetahuan yang mereka dapatkan selama pelatihan harus diimplementasikan secara langsung dalam masyarakat. Para peserta di Sumatra Barat berkunjung ke hutan masyarakat di Nagari Pagadih, di Aceh berkunjung ke kelompok perhutanan sosial di Bener Meriah, di Papua berkunjung ke hutan adat di Kampung Enggros, dan di Jakarta berkunjung ke kawasan pesisir Cilincing.

Transect walk di Aceh
Peserta Muda Melangkah saat mengunjungi wilayah Perhutanan Sosial di Bener Meriah.

Dengan metode transect walk, lahirlah sejumlah lebih dari 80 karya, baik berupa tulisan, foto, maupun video dan konten digital yang menggambarkan kondisi masyarakat dari kacamata kaum muda. Karya tersebut kemudian dipamerkan secara digital melalui Instagram. Di Jakarta, karya peserta juga diperlihatkan secara langsung kepada warga dalam pameran yang berlangsung di Taman Lapangan Banteng.

Muda Melangkah Jakarta
Pelaksanaan pameran karya Muda Melangkah di Taman Lapangan Banteng, Jakarta.

Berdasarkan evaluasi kegiatan, seluruh peserta merasa rangkaian kegiatan Muda Melangkah bermanfaat bagi mereka dan berharap kegiatan ini dapat berlanjut. “Materi yang dipilih sangat menarik dan sesuai dengan kebutuhan anak muda yang ingin berkontribusi dalam konservasi,” ujar salah satu peserta Muda Melangkah di Jayapura.

Selain materi dan rangkaian kegiatan, hal lain yang dirasa bermanfaat bagi peserta adalah kesempatan berjejaring dengan anak muda lainnya yang memiliki kepedulian dan misi serupa. Dengan berkenalan dan bertukar pikiran, mereka mendapat ide dan inspirasi untuk berkolaborasi dalam melakukan inisiatif-inisiatif pelestarian lingkungan di wilayah tempat tinggal masing-masing.

Salah satu peserta Muda Melangkah di Jakarta mengatakan, “Saya senang dapat dipertemukan dengan orang-orang yang sangat inspiratif dan juga suportif dalam kegiatan ini. Lewat merekalah saya dapat memperluas perspektif dan mendapatkan semacam support system. Kami saling mendukung satu sama lain tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang yang ada.”

Hadirnya gerakan anak-anak muda ini bukan berarti tanggung jawab untuk menjaga alam hanya terletak pada pundak kaum muda, melainkan penting untuk menciptakan kerja sama antargenerasi, di mana generasi yang lebih tua dan lebih muda berkolaborasi untuk sama-sama mengatasi krisis iklim.