Daftar ini merupakan edisi pertama dari rangkaian artikel Wilayah untuk Dipantau (Places to Watch) tentang Penebangan Hutan Ilegal di Indonesia. Artikel ini secara berkala mengidentifikasi lima wilayah teratas di Indonesia yang terindikasi mengalami penebangan hutan ilegal. Daftar ini disusun agar dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap penebangan hutan illegal di Indonesia.

Pemberantasan pembalakan liar merupakan salah satu agenda prioritas Indonesia yang masuk dalam Nawacita pemerintah Joko Widodo serta sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019.

Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pembalakan liar melingkupi seluruh kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara ilegal di sepanjang rantai pasokan kayu, mulai dari kegiatan penebangan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pemasaran, penjualan, pembelian, hingga pemanfaatan kayu secara ilegal. Sementara itu, penebangan hutan secara ilegal meliputi penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa izin yang sah atau dengan izin yang sah namun tidak sesuai dengan ketentuan dalam izin.

Peta interaktif Kelima Wilayah Teratas untuk Dipantau dalam Edisi Indikasi Penebangan Hutan Ilegal di Indonesia dapat diakses melalui bit.ly/PlacesToWatch

Metode Penentuan Lima Wilayah Teratas yang Terindikasi Penebangan Hutan Ilegal di Indonesia:

Lima Wilayah Teratas ditentukan berdasarkan pemeringkatan GLAD Alerts1 yang muncul selama periode Januari-Maret 2018 di seluruh kawasan hutan di Indonesia yang tidak dibebani izin penebangan hutan, meliputi: IUPHHK-HT, IUPHHK-HA, IUPHHK-HTR, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, dan Izin Pinjam Pakai.2 Pemeringkatan GLAD Alerts dilakukan melalui 3 tahap:

1. Pengelompokan (clustering) piksel-piksel GLAD Alerts dalam grid berukuran 25 km2;

2. Menghitung concern score: mengalikan persentase Kawasan Hutan yang tidak dibebani izin penebangan hutan dengan jumlah piksel GLAD Alerts dalam masing-masing grid;

3. Memilih 5 Wilayah Teratas melalui analisis concern score dengan metode statistik. Serangkaian metode tersebut menghasilkan 5 Wilayah Teratas untuk Dipantau di mana terindikasi penebangan hutan yang paling marak terjadi di Indonesia pada periode Januari-Maret 2018. Lalu, kami memverifikasi dengan citra satelit resolusi tinggi pada 3 - 6 bulan terakhir yang tersedia secara publik untuk melihat kondisi lapangan dengan melihat pola aktivitas manusia, seperti perkebunan, pertanian, dan jalan.

Indikasi penebangan hutan ilegal dalam edisi ini menggunakan kriteria pertama, yaitu penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa izin yang sah pada periode Januari-Maret 2018. Kriteria kedua belum dapat terakomodir karena keterbatasan akses data terhadap data rencana kerja izin perusahaan.

#1 Indikasi Penebangan Hutan Ilegal Seluas 70 Ha untuk Perluasan Wilayah Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah

Penebangan hutan seluas 70 Ha atau setara dengan 65 kali luas lapangan sepak bola di wilayah ini terindikasi terjadi untuk perluasan wilayah tambang, yang berlokasi di Kecamatan Sepang Simin Kabupaten Gunung Mas dan Kecamatan Banama Tingang Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Pola deforestasi yang terlihat adalah hilangnya tutupan hutan menjadi tanah terbuka (bare soil) di pinggir wilayah pertambangan terbuka yang sudah ada sebelumnya.

Pertambangan ilegal marak terjadi di Kabupaten Gunung Mas dan Pulang Pisau, termasuk di kedua kecamatan yang terindikasi.

#2 Indikasi Penebangan Hutan Ilegal Seluas 58 Ha untuk Perluasan Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Kawasan Hutan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat

Penebangan hutan seluas 58 Ha ini terindikasi terjadi di Kecamatan Lunang, Pancung Soal, dan Basa Ampek Balai Tapan, Sumatera Barat, yang bersebelahan dengan perkebunan kelapa sawit yang sudah ada sebelumnya, sehingga terlihat tanda-tanda untuk perluasan perkebunan tersebut.

Penebangan liar dan pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non-kehutanan diakui oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan sebagai salah satu tantangan utama dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan di Kabupaten tersebut.

#3 Indikasi Penebangan Hutan Ilegal Seluas 14 Ha untuk Pembukaan Lahan Pertanian di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Kecamatan Monta Kabupaten Dompu dan Kecamatan Hu’u Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat

Indikasi penebangan hutan seluas 14 Ha ini terlihat melalui citra satelit untuk perluasan kegiatan pertanian. Citra satelit di bawah ini menunjukkan perubahan fungsi lahan dari hutan, pembukaan lahan, hingga penanaman untuk pertanian.

Pembukaan kawasan hutan untuk bercocok tanam diberitakan marak terjadi di Kabupaten Dompu dan Bima. Pembukaan lahan tak terkendali ini disinyalir sebagai penyebab terjadinya bencana banjir yang kerap terjadi di kedua Kabupaten tersebut, termasuk Kecamatan Monta dan Hu’u.

#4 Indikasi Penebangan Hutan Ilegal Seluas 14 Ha untuk Pembukaan Lahan Pertanian Kawasan Hutan Produksi yang terletak di Kabupaten Muko-Muko (Bengkulu) dan Kabupaten Kerinci (Jambi), serta Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (TNKS) Pertanian Kawasan Hutan Produksi yang terletak di Kabupaten Muko-Muko (Bengkulu) dan Kabupaten Kerinci (Jambi), serta Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (TNKS). Pola penebangan hutan untuk pembukaan lahan pertanian terlihat dalam rekaman citra satelit. Wilayah terindikasi meliputi Kecamatan Selagan Raya (Kab. Muko-Muko), Jangkat (Kab Merangin), dan Gunung Raya (Kab. Kerinci).

TNKS merupakan salah satu taman nasional yang ditetapkan UNESCO pada tahun 2004 sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera (Tropical Rainforest Heritage of Sumatera). Namun, pada tahun 2011, UNESCO menetapkan situs tersebut sebagai Warisan Dunia dalam Ancaman (Wold Heritage in Danger). Ancaman yang menjadi faktor penetapan tersebut adalah, antara lain, perambahan untuk pertanian dan pembalakan liar. Menurut data kehilangan tutupan pohon 2017 yang dirilis oleh Global Forest Watch, TNKS juga mengalami peningkatan kehilangan hutan primer seluas 7.500 hektar. Ketiga kecamatan yang masuk dalam wilayah terindikasi meliputi TNKS yang berbatasan dengan kawasan hutan produksi.

#5 Indikasi Penebangan Hutan Ilegal Seluas 12 Ha untuk Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (logging) Tanpa Izin di Kawasan Hutan Produksi yang terletak pada Kecamatan Rokan IV Koto dan Pendalian V Koto, Kabupaten Rokan Hulu Riau.

Berdasarkan data citra resolusi tinggi, dalam periode Desember 2017-Maret 2018, terdapat pola pembukaan hutan seluas 12 Ha yang tidak disertai pertumbuhan vegetasi kembali. Wilayah terindikasi melingkupi Kecamatan Rokan IV Koto dan Pendalian V Koto.

Kepolisian Hutan Kabupaten Rokan Hulu menyatakan bahwa Kecamatan Rokan IV Koto dan Pendalian V Koto merupakan salah satu zona yang paling rawan terjadinya pembalakan liar, yang bahkan dilakukan secara massal.

Langkah Selanjutnya

Daftar Wilayah Teratas ini masih bersifat indikasi namun dapat menjadi instrumen untuk menentukan wilayah prioritas untuk dipantau. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh segera.

1. Verifikasi Lapangan dan Tindakan Untuk Mencegah Perluasan Kegiatan Penebangan Hutan Ilegal di Kelima Wilayah Terindikasi

Kelima wilayah terindikasi menunjukkan sebuah tren bahwa penebangan hutan bukanlah pelopor di daerahnya, melainkan perluasan dari kegiatan yang sudah ada sebelumnya. Wilayah terindikasi berisiko mengalami penebangan yang terus meluas hingga merambah ke hutan di sekitarnya.

Dengan demikian, pejabat yang berwenang dalam melakukan perlindungan kawasan hutan di Wilayah Terindikasi tersebut perlu segera melakukan verifikasi lapangan dan tindakan segera untuk mencegah perluasan penebangan dan pemanfaatan hutan ilegal. Urun daya masyarakat dalam memberikan informasi dari lapangan dapat memperkuat proses verifikasi tersebut. Semakin luas kawasan hutan yang telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kegiatan non-kehutanan, akan semakin sulit pula upaya penanggulangan dan pemulihannya.

2. Setelah verifikasi, upaya penanganan harus mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Indikasi penebangan hutan ilegal di kelima wilayah tersebut sarat dengan kegiatan ekonomi berskala kecil. Oleh karena itu, setelah verifikasi, upaya penanganan perlu mempertimbangan aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat. Mekanisme penanganan tersebut dapat memuat skema penyelesaian konflik, perhutanan sosial, dan penegakan hukum yang logis dan adil. Tidak hanya itu, penelusuran pelaku juga perlu dilakukan sampai kepada sang dalang (pelaku intelektual) dari perambahan hutan, yang terorganisasi mengambil keuntungan utama dari kegiatan penebangan hutan secara ilegal.


  1. GLAD Alerts merupakan sistem peringatan yang dikembangkan oleh Universitas Maryland dalam platform Global Forest Watch. GLAD Alerts menunjukkan hilangnya tutupan hutan dalam resolusi 30 m secara mingguan dalam bentuk pixel-pixel. Satu pixel merepresentasikan hilangnya 50% atau lebih tutupan hutan pada wilayah seluas sekitar 0.01 hektar. ↩︎

  2. Data Kawasan Hutan dan Izin Penebangan Hutan bersumber dari geoportal KLHK http://geoportal.menlhk.go.id/arcgis/rest/services/KLHK yang diakses pada bulan Maret 2018. ↩︎