A significant part of Indonesia's geothermal potential is located in its forests. Photo credit: CIFOR/Flickr
Sebagian besar potensi panas bumi Indonesia terletak di dalam hutan. Sumber foto: CIFOR/Flickr

Negara-negara berkembang akan membutuhkan sekitar $531 miliar tambahan investasi setiap tahunnya di teknologi energi ramah lingkungan, untuk membatasi peningkatan suhu udara global sebesar 2oC di atas suhu sebelum era industri, sehingga mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Untuk menarik investasi hingga memenuhi skala tersebut, pemerintah negara-negara berkembang, dengan dukungan dari negara-negara maju, harus melakukan kegiatan-kegiatan “persiapan” yang akan mendorong investor-investor untuk menanamkan modal mereka di dalam proyek-proyek ramah lingkungan.

6 seri blog WRI Global, Menggerakkan Pendanaan Energi Ramah Lingkungan, menggaris-bawahi pengalaman negara-negara berkembang dalam meningkatkan investasi di energy ramah lingkungan dan menjelaskan peran pendanaan iklim dalam menyelesaikan hambatan-hambatan investasi. Kasus-kasus tersebut tercermin dalam laporan terbaru WRI, Menggerakkan Investasi Iklim.

Pengembangan sektor energi panas bumi di Indonesia – serta hambatan dan kemajuan yang mereka alami – memberikan studi kasus yang menarik, bagaimana mempersiapkan diri untuk energy rendah karbon. Dengan mengatasi hambatan-hambatan seperti penetapan harga dan risiko eksplorasi sumber daya, Indonesia telah mulai menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi panas bumi.

Sejarah Energi Panas Bumi di Indonesia

Indonesia memiliki sumber energi panas bumi terbesar di dunia, dengan estimasi potensial sebesar 27 GW. Namun demikian, kurang dari 5 persen potensi tersebut yang baru dikembangkan hingga saat ini. Indonesia mulai mengembangkan sumber daya panas bumi mereka di tahun 1970an, dengan dukungan beberapa negara maju. Indonesia membuat kemajuan dalam meningkatkan pengembangan energi panas bumi pada tahun 1990an. Namun demikian, pengembangan terhenti karena krisis finansial tahun 1997-1998 dan mengalami pemulihan yang lambat setelahnya.

Pada awal 2000an, beberapa hambatan membatasi investasi di sektor ini, termasuk sebuah kerangka kebijakan yang lebih menguntungkan energi konvensional yang berbasis batu bara di atas panas bumi. Selain itu, risiko dan biaya tinggi yang identik dengan eksplorasi panas bumi menghalangi calon investor di sektor ini, serta mempersulit akses terhadap pinjaman bank.

Pemerintah Indonesia mengambil beberapa langkah untuk memajukkan pengembangan energi panas bumi dan telah menerima dukungan dari berbagai mitra internasional, termasuk berbagai bank pembangunan internasional dan pemerintah negara-negara maju. Di tahun 2003, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang untuk mempromosikan investasi di sektor panas bumi, menetapkan target instalasi berkapasitas 6.000 MW di tahun 2020.

Forum Energi Ramah Lingkungan Asia

Forum Energi Ramah Lingkungan Asia ke-8 akan berlangsung minggu ini di Manila, Filipina. Forum ini mendatangkan berbagai kelompok ahli dari pemerintah, bank nasional dan internasional, sektor swasta, masyarakat, dan lainnya untuk saling berbagi best practices dalam pembentukan kebijakan, teknologi, dan pendanaan untuk menghadapi tantangan iklim dan keamanan energi di kawasan. Para ahli dari WRI sedang terlibat di dalam beberapa diskusi panel. Aman Srivastava akan berbicara mengenai topik di dalam laporan terbaru WRI: Mobilizing Climate Finance: The Role of Climate Finance in Creating an Enabling Environment for Investment in Clean Energy.

Meskipun Undang-Undang yang baru merupakan sebuah langkah maju, regulasi harga energi panas bumi terus menghalangi calon pengembang, karena tidak ada kepastian kalau mereka dapat menjual energi yang mereka hasilkan hingga mengembalikan modal mereka.

Terlebih lagi, di bawah Undang-Undang tahun 2003, pengembang harus menanggung seluruh biaya eksplorasi di situs yang berpotensi memiliki panas bumi – menanggung risiko yang cukup tinggi kalau situs tersebut ternyata tidak memiliki potensi untuk pengembangan panas bumi.

Di tahun 2010, Indonesia menjadi tuan rumah World Geothermal Conference, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan beberapa ambisi besar untuk sektor panas bumi Indonesia. Tahun berikutnya, pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan membentuk sebuah pendanaan untuk mendukung eksplorasi panas bumi, dengan demikian mengurangi risiko yang sebelumnya ditanggung oleh pengembang. Setelah beberapa perubahan regulasi harga untuk energi panas bumi, tahun lalu pemerintah mengumumkan sebuah mekanisme pembayaran (feed-in-tariff) yang menentukan standar harga untuk wilayah-wilayah yang berbeda, tergantung kepada biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi energi panas bumi.

Bagaimana Masa Depan Sektor Energi Panas Bumi Indonesia?

Meskipun investasi panas bumi belum benar-benar pulih setelah krisis ekonomi Asia dan Indonesia sepertinya tidak akan memenuhi target mereka yang ambisius, berbagai perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir telah mengatasi beberapa hambatan penting untuk melakukan investasi.

Studi kasus menekankan pentingnya menyelesaikan masalah perbedaan harga – harga yang tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya dari tipe-tipe energi yang berbeda – dan membentuk kebijakan penentuan harga yang stabil yang memberikan investor kepastian dan kepercayaan kepada komitmen pemerintah dalam mempromosikan sektor ini. Studi kasus juga menekankan pentingnya menyeimbangkan risiko eksplorasi sehingga tidak hanya menjadi tanggungan pengembang.

Mitra internasional telah memainkan peran yang penting dalam membantu menciptakan sebuah iklim investasi yang menarik di sektor panas bumi Indonesia. Namun pada akhirnya, langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah penting untuk mengatasi hambatan-hambatan besar untuk investasi.

Kedepannya, pemerintah harus terus memastikan iklim investasi di energi panas bumi yang menarik dan stabil, sekaligus menjamin bahwa pengembangan sektor ini dikelola dengan cara yang transparan, memberikan ruang opini kepada semua pihak terkait, dan menaati usaha perlindungan sosial dan lingkungan. Ini sangatlah penting karena bagian signifikan dari potensi panas bumi Indonesia terletak di dalam hutan, yang menjadi tempat tinggal masyarakat pribumi. Meskipun belum terlihat adanya dampak dari perubahan kebijakan yang baru, investasi di sektor panas bumi di Indonesia kemungkinan besar akan meningkat pesat dalam sepuluh tahun kedepan.