Menurut perkiraan para ilmuwan, jika kita mengelola lahan-lahan di dunia secara lebih berkelanjutan, misalnya dengan melindungi hutan dan berinvestasi pada reboisasi, kita dapat mengurangi emisi hingga 37 persen dari jumlah yang dibutuhkan untuk membatasi peningkatan temperatur global di tingkat dua derajat Celsius di tahun 2030.

Perlindungan hak Masyarakat Adat dan komunitas lokal atas lahan dan hutan mereka berpotensi untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai solusi tersebut. Sebuah laporan baru dari Rights and Resources Initiative, Woods Hole Research Center, WRI dan Environmental Defense Fund menunjukkan bahwa Masyarakat Adat dan komunitas lokal di seluruh dunia mengelola sejumlah besar karbon yang terkandung dalam pohon dan tanah di hutan mereka—paling tidak 293.061 juta metrik ton.

Jumlah tersebut sama dengan 17 persen dari total karbon yang tersimpan di kawasan hutan seluruh dunia. Jika semua karbon ini dilepaskan sekaligus, jumlahnya setara dengan 33 kali total emisi energi global di tahun 2017.

Karbon di Udara, Pohon dan Tanah

Dalam laporan baru ini, dilakukan penilaian atas 64 negara yang memiliki data karbon (mewakili 69 persen karbon hutan secara global). Analisis ini mencakup jejak geografis yang luas, termasuk lahan yang dikelola masyarakat di zona tropis, subtropis, temperatur sedang dan kutub. Selain cadangan karbon hutan di atas permukaan tanah, laporan tersebut juga memiliki catatan atas cadangan karbon di bawah tanah baik di dalam maupun di luar wilayah hutan. Dengan cakupan yang lebih luas, kita sekarang tahu bahwa jumlah cadangan karbon di hutan yang dikelola masyarakat ini lima kali lebih besar dari perhitungan dalam analisis sebelumnya.

Saat ini, kita lebih memperhatikan cadangan karbon yang terkandung dalam pohon. Padahal, sebagian besar karbon ini justru ada di dalam tanah. Karbon di bawah tanah berasal dari berbagai sumber, seperti sistem akar pepohonan dan bahan organik tanah. Gangguan seperti deforestasi dan kebakaran melepaskan karbon di atas maupun di bawah tanah kembali ke atmosfer—ketika lahan dibuka, bahan organik tanah dan sistem akar yang baru saja terekspos mulai membusuk sehingga melepaskan cadangan karbon.

Dengan melindungi hutan dan lahan mereka, masyarakat ikut menjaga cadangan karbon di bawah tanah. Sebaliknya, jika hutan-hutan ini dihancurkan, cadangan karbon akan lepas ke atmosfer.

Perlindungan Hak atas Tanah Dapat Menghentikan Deforestasi, Mencegah Pelepasan Karbon

Kehilangan tutupan pohon di negara-negara tropis di seluruh dunia terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Di tahun 2017, negara-negara tropis kehilangan 15,8 juta hektar tutupan pohon, setara luas wilayah Bangladesh. Dengan tingkat kehilangan sebesar ini, tahun 2017 menjadi tahun dengan kasus kehilangan hutan terbanyak kedua. Menurut laporan yang dirilis baru-baru ini, hampir 75 persen karbon dikelola oleh Masyarakat Adat dan komunitas lokal (217.991 juta metrik ton) di negara tropis dan subtropis.

Hak atas tanah dapat menjadi benteng pertahanan dalam melawan deforestasi. Hutan yang secara resmi dikelola oleh masyarakat adat dan komunitas lokal biasanya memiliki tingkat deforestasi yang lebih rendah dan cadangan karbon yang lebih besar daripada hutan yang dikelola pemerintah atau pihak swasta. Di Amazonia Peru, misalnya, pengakuan legalitas hutan masyarakat adat dan komunitas lokal mengurangi deforestasi hingga 81 persen satu tahun setelah dikeluarkannya sertifikasi kepemilikan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi berpengaruh langsung terhadap perubahan iklim.

Sayangnya, pengakuan legalitas tersebut baru menjangkau setidaknya sepertiga cadangan karbon yang dikelola masyarakat di negara-negara tropis dan subtropis dalam laporan ini. Secara global, baru 10 persen lahan di dunia yang diakui secara resmi sebagai milik Masyarakat Adat dan komunitas lokal, meskipun secara adat jumlahnya jauh di atas itu. Bahkan lebih sedikit lagi luas lahan masyarakat adat dan komunitas lokal yang terdaftar dan tercatat secara resmi.

Perlindungan hak atas lahan masyarakat adalah solusi rendah biaya dalam upaya penanggulangan deforestasi. Biaya mitigasi karbon melalui perlindungan hak masyarakat adat atas lahan hutan di Bolivia, Brasil dan Kolombia diperkirakan 5 hingga 42 kali lipat lebih ekonomis dibandingkan strategi mitigasi karbon lainnya, seperti penangkapan karbon dan penyimpanan bahan bakar fosil.

Memvisualisasikan Lahan Komunitas

Pengelolaan hutan adalah upaya kolektif yang dilakukan ribuan individu Masyarakat Adat dan komunitas lokal di seluruh dunia. Pada peta interaktif LandMark: The Global Platform of Indigenous and Community Lands, para pengguna dapat memvisualisasikan luas wilayah hutan yang dikelola Masyarakat Adat dan komunitas lokal serta menghitung jumlah karbon hutan yang tersimpan di sebuah lahan komunitas tertentu.

Masyarakat Ikahalan di Filipina, contohnya, telah melindungi hutan leluhur mereka selama beberapa generasi. Alat analisis cadangan karbon LandMark memperkirakan bahwa pepohonan di wilayah Ikahalan (digambarkan dengan warna biru pada peta di bawah ini) mengandung hampir 3 juta metrik ton karbon, dengan jumlah rata-rata 96 juta metrik ton karbon per hektar di seluruh wilayah mereka. Total karbon yang tersimpan di tanah mereka setara dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh 2,3 juta kendaraan penumpang setiap tahunnya.

Sang Penjaga Lahan

Seiring menurunnya tutupan hutan secara global, penting untuk menjamin hak tanah Masyarakat Adat dan komunitas lokal serta mengakui peran mereka sebagai penjaga hutan dalam upaya penanggulangan krisis iklim. Langkah ini dapat membantu setiap negara untuk mencapai target dan ambisi yang telah ditetapkan dalam Komitmen Kontribusi Nasional (NDC) terhadap aksi iklim Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan rencana-rencana sejenis lainnya.

Masyarakat Adat dan komunitas lokal harus dilibatkan dalam aksi iklim nasional dan global. Lahan mereka adalah bagian penting dalam upaya penanggulangan perubahan iklim.