Edisi Places to Watch kali ini mengkaji titik-titik pembukaan hutan terparah di Kolombia, Brasil, dan Papua, Indonesia. Ketiga titik kerusakan ini bukan diakibatkan oleh kebakaran atau bencana alam, melainkan pembukaan lahan oleh manusia. Titik-titik area yang terpengaruh diperkirakan berdasarkan deteksi satelit antara 1 Februari 2018 hingga 30 April 2018. Akan tetapi, karena tutupan awan dapat mengaburkan pandangan satelit, mungkin saja kehilangan hutan terjadi lebih awal.

Laju Pembukaan Lahan di Taman Nasional Tinigua, Kolombia

Menurut peringatan deforestasi GLAD di Global Forest Watch, hampir 7.000 hektar (17.000) area di Taman Nasional Tinigua (sekitar 3 persen dari total luas taman) di tenggara Kolombia terkena dampak pembukaan lahan hutan sejak awal 2018. Tinigua merupakan bagian dari blok empat taman nasional yang terletak di pertemuan ekosistem Andes, Amazon dan Orinoco. Berdasarkan lokasinya, taman-taman ini sangat penting untuk keanekaragaman hayati, layanan ekosistem dan konservasi daerah aliran sungai.

Institut Hidrologi, Meteorologi dan Studi Lingkungan Kolombia (IDEAM) baru-baru ini menerbitkan buletin yang menyebut Tinigua sebagai salah satu titik deforestasi. Menurut mereka, perubahan-perubahan yang terjadi di Tinigua merupakan akibat dari pembukaan lahan untuk perkebunan atau peternakan menggunakan api. Perampasan tanah yang banyak terjadi ini kemungkinan besar merupakan akibat dari kurangnya tata kelola dan spekulasi tanah setelah berakhirnya konflik bersenjata dengan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), kelompok pemberontak terbesar di negara itu.

Pembukaan lahan yang baru terjadi akhir-akhir ini tidak luput dari perhatian otoritas Kolombia. Pada bulan April, operasi militer gabungan di Tinigua dan Taman Nasional Sierra de la Macarena berhasil menangkap tiga orang yang dituduh merusak sumber daya alam dan melakukan invasi daerah ekologis yang penting.

Laju pembabatan lahan di Tinigua terjadi di saat yang krusial bagi Kolombia: minggu lalu, IDEAM mengumumkan tingkat penggundulan hutan meningkat di tahun 2017, setelah rekor di tahun 2016 yang juga terkait dengan demobilisasi pemberontak FARC, yang membuka lahan besar di Amazon, Kolombia. Sebuah keputusan Pengadilan tertinggi pada kasus yang dibawa oleh 25 orang muda memerintahkan pemerintah untuk menghentikan deforestasi di Amazon Kolombia. Pemerintah Kolombia juga mengumumkan proyek “Ruang Terbuka Hijau” baru pada bulan April, yang bertujuan untuk melindungi dan memulihkan 9,2 juta hektar (23 juta) di perbatasan deforestasi, termasuk bagian dari Taman Nasional Tinigua.

Penebangan Skala Besar untuk Padang Rumput di Apui, Brasil

Lebih dari 750 hektar—kira-kira seluas 1.000 lapangan sepakbola—ditebangi di awal tahun 2018 di kota Apui, Amazon, menurut peringatan penggundulan hutan GLAD. Pembukaan lahan yang berlokasi sekitar 10 kilometer dari Jalan Raya Transamazon tampaknya merupakan perluasan daerah peternakan sapi ke dalam hutan utuh.

Menurut Gabriel Carrero, ilmuwan senior untuk Conservation and Sustainable Development of the Amazon (IDESAM) di Brasil dan mahasiswa Doktoral (Ph.D.) di University of Florida, pembukaan lahan itu kemungkinan ilegal. “[Pembukaan] berada di dalam proyek pemukiman Rio Juma, yang dihuni oleh kelompok kecil, satu lahan pertanian (kurang lebih 75 hektar) tiap keluarga,” Carrero menjelaskan melalui email. Carrero mengatakan, luasnya ukuran pembukaan lahan menunjukkan bahwa mungkin ada kelompok luar yang terlibat, bukan keluarga di pemukiman. “Pemukiman ini sebagian besar ditempati oleh petani bermodal besar dan perusahaan pertanian, melenceng dari rencana awalnya yang diperuntukkan bagi petani keluarga kecil,” jelasnya, sembari menunjuk ke padang rumput tetangga yang luas dan telah ditebangi oleh para tuan tanah kaya dari Pará.

Apuí menghadapi banyak tekanan seputar hutan selama 40 tahun terakhir, dimulai dari pembangunan Jalan Raya Transamazon di tahun 1970. Tidak lama kemudian, program transmigrasi pemerintah membawa ribuan keluarga ke wilayah tersebut untuk beternak dan bertani. Populasi Apuí meningkat tiga kali lipat sejak 1990, dan wilayah tersebut mengalami tingkat pembukaan lahan yang tinggi, terutama untuk peternakan. Para peneliti percaya bahwa penggundulan hutan di Apuí mungkin bersifat spekulatif – saat infrastruktur transportasi membaik, pemilik lahan bertaruh kalau harga tanah akan naik.

Ekspansi peternakan yang terjadi terus menerus di Apuí begitu meresahkan, mengingat wilayahnya yang terpencil dan luasnya hutan utuh yang masih mengelilingi Jalan Raya Transamazon. Di daerah terpencil seperti ini, diperlukan penegakan hukum yang lebih baik untuk memastikan bahwa pembukaan lahan tidak berlanjut.

Perusahaan Barang Konsumen Terkait dengan Pembukaan Lahan Kelapa Sawit Skala Besar di Papua, Indonesia

Lebih dari 600 hektar (1.500) lahan di konsesi minyak kelapa sawit di Papua, Indonesia terkena dampak dari Februari hingga April, sehingga total area yang terkena dampak menjadi sekitar 4.500 hektar (11.000) sejak 2015. Sesuai data Global Forest Watch, analisis terbaru dari Greenpeace “menunjukkan bahwa sekitar 4.000 hektar hutan hujan di konsesi PT Megakarya Jaya Raya ditebangi selama periode Mei 2015 dan April 2017 – hampir setengah ukuran Paris.” PT Megakarya Jaya Raya merupakan konsesi minyak kelapa sawit di bawah taipan swasta, Hayel Saeed Anam Group (HSA).

Liputan media terbaru tentang pembukaan lahan, termasuk juga siaran pers dari Greenpeace, menyatakan bahwa walaupun konsesi ini sementara belum memproduksi minyak kelapa sawit, dua anak perusahaan lain dari Hayel Saeed Anam Group “memasok minyak kelapa sawit ke Mars, Nestlé, PepsiCo dan Unilever.” Hubungan ini dapat membahayakan status sertifikasi anak perusahaan terkait (Arma Group and Pacific Oils & Fats). The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), mekanisme sertifikasi untuk produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan, telah menegaskan bahwa kedua anak perusahaan tersebut memang anggota RSPO, namun mereka masih belum mengonfirmasi bahwa perusahaan perkebunan yang terkait dengan perusahaan barang konsumen besar ini merupakan anak perusahaan HSA.

Lokasi ini juga telah dibahas pada edisi Places to Watch tahun lalu. Sayangnya, paparan pembukaan lahan belum direalisasikan menjadi komitmen perusahaan untuk menghentikan pembukaan lahan lebih lanjut. Meskipun pembukaan ini mungkin diperbolehkan di bawah perizinan yang relevan, hal ini melanggar standar RSPO secara langsung, dan bertentangan dengan kebijakan pembelian bebas deforestasi dari sebagian besar pengecer dan produsen.

Saatnya bertindak

Badan pemerintahan, perusahaan swasta dan penduduk setempat memiliki kekuatan untuk menghentikan penggundulan hutan sebelum terlambat, dan pembaca seperti Anda dapat membantu proses ini dengan menarik perhatian publik ke area-area tersebut. Kami mengajak Anda untuk membagikan tempat-tempat ini, termasuk di media sosial dengan menggunakan tagar #PlacesToWatch.

Untuk tetap mengikuti perkembangan lebih lanjut mengenai hutan-hutan di dunia, silakan mendaftar untuk menerima edisi triwulan Places to Watch langsung ke kotak masuk Anda, dan baca tulisan blog kami untuk detail lebih lanjut tentang cara kami menemukan dan memilih lokasi-lokasi berisiko tersebut.