“Lahan gambut merupakan ekosistem sangat penting yang belum pernah Anda dengar sebelumnya,” ujar Frances Seymour.

Seymour yang baru-baru ini kembali bergabung dengan WRI sebagai rekan senior terkemuka menyumbangkan pengetahuan kunci bagi pengembangan penghargaan 1 juta Dolar yang dirancang untuk melindungi lahan gambut yang luas di Indonesia. Penghargaan tersebut akan diberikan kepada tim yang mengedepankan metodologi terbaik dalam memetakan lahan gambut yang mengandung akumulasi karbon selama lebih dari seribu tahun.

Mencegah pelepasan karbon sangat penting bagi planet ini dan masyarakat setempat. Akan tetapi, bencana hanya dapat dicegah jika pihak berwenang mengetahui lokasi-lokasi gambut yang ada. Inilah alasan pentingnya penghargaan ini.

“Sumber Karbon Paling Utama”

Gambut terbentuk dari tumbuhan di mana, seiring berjalannya waktu, lapisan demi lapisannya yang mati sebagian terdekomposisi dan satu strata terbentuk melapisi yang lain. Selama ribuan tahun di dalam lingkungan yang basah, bahan organik tidak dapat membusuk secara sempurna melainkan akan menjadi gambut.

Walaupun memiliki keanekaragaman hayati yang unik (ekosistem yang menjadi rumah bagi kelelawar dan orangutan), lahan gambut terancam bahaya deforestasi sehingga memunculkan risiko bagi seisi planet ini.

Gambut menyimpan karbon dan lahan gambut melepaskan emisi yang signifikan saat tanahnya diolah atau terganggu. Contoh gangguannya adalah pembuatan drainase untuk kegiatan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang pesat dan hutan tanaman dengan komoditas kayu cepat tumbuh, yang mengancam banyak hutan yang tersisa di Indonesia.

<p>Kebakaran lahan gambut di Kalimantan. Flickr/CIFOR</p>

Kebakaran lahan gambut di Kalimantan. Flickr/CIFOR

Dalam kondisi kering, gambut juga sangat rentan terbakar. Seymour menegaskan, “Ada titik-titik puncak yang terlihat jelas dalam emisi iklim global pada tahun-tahun terjadinya kebakaran gambut di Indonesia.” Kebakaran gambut tahun 2015 diperkirakan menyebabkan kematian prematur hingga 100.000 orang dan kerugian ekonomi Negara senilai 16 miliar Dollar atau hampir 2 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia.

Berlomba Memperoleh Penghargaan

Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan restorasi lahan gambut dengan mendirikan lembaga nasional baru untuk tujuan ini, dan baru-baru ini Indonesia memperluas moratorium pembukaan lahan gambut menjadi meliputi wilayah yang sudah memiliki izin budi daya.

<p>Frances Seymour, mitra senior terkemuka di WRI.</p>

Frances Seymour, mitra senior terkemuka di WRI.

Akan tetapi Seymour yang membidangi persoalan ini untuk Packard Foundation menemukan rintangan utama yang menghalangi keberhasilan kegiatan ini, yaitu bagaimana caranya memetakan lahan gambut secara akurat; tidak hanya luas permukaannya, akan tetapi juga ketebalan gambutnya, di mana hal ini adalah pengukuran yang paling penting. Semakin dalam suatu lapisan gambut, maka semakin besar kerusakan ekologi (termasuk emisi karbon) yang terjadi akibat gangguan yang ada.

Seymour berkonsultasi dengan para ahli untuk menemukan cara terbaik dalam memetakan gambut, tetapi semakin banyak orang yang ia ajak diskusi, semakin banyak pula jawaban yang bertentangan. Seymour menjelaskan, “Kompetisi penghargaan ini adalah hasil dari kegagalan saya sendiri”.

Melalui kerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), Packard Foundation memutuskan untuk mengujicobakannya. Tim yang akan menjadi pemenang adalah yang memiliki metode terbaik dalam menggabungkan antara ketelitian, biaya dan ketepatan waktu dalam memetakan gambut.

Kompetisi ini telah menerima 44 proposal dari tim-tim dengan berbagai latar belakang, meskipun setiap tim mempunyai satu mitra Indonesia. Mereka mengandalkan beragam pendekatan, baik dengan menggunakan teknologi tinggi maupun rendah. Para finalis menyempurnakan penggunaan LIDAR (diperlukan seorang kandidat untuk pekerjaan ini) dan juga aplikasi survei elektromagnetik udara yang baru.

Penghargaan yang dikelola oleh WRI Indonesia ini akan menetapkan standar pemetaan yang akan digunakan untuk membantu pemerintah dan menyediakan opsi-opsi intervensi kebijakan tertentu bagi para peneliti, termasuk restorasi lahan gambut.

“Langkah Besar untuk Maju ke Depan”

Sudah ada lima finalis yang diseleksi. Pemenang akan diumumkan pada bulan Februari 2018, tepat dua tahun setelah kompetisi digelar.

“Dengan adanya penghargaan ini, maka kita akan mampu melakukan langkah besar untuk maju ke depan,” kata Seymour. Berdasarkan apa yang diutarakan Seymour, kita menjadi mengetahui apa yang kita lakukan dengan “salah satu simpanan terpenting karbon dunia”.

Kegiatan ini akan menjadi momen yang baik, tidak hanya bagi iklim, akan tetapi juga bagi Indonesia. Seperti yang Seymour tekankan, masyarakat yang tinggal di dekat lahan gambut adalah yang paling menderita ketika lahan gambut ini terbakar. “Kita tidak akan mampu mencapai target Paris jika kita masih terus merusak lahan gambut, dan lahan gambut sangatlah penting bagi masyarakat setempat.”